• Strange Place •
•
•
•
“Buna! Adek kumat, buna.”
Jinyoung berteriak heboh sambil menuruni tangga rumahnya menuju ke arah dapur, dimana bunanya sedang sibuk menyiapkan makan malam.
“Ada apa sih kak?” tanyanya tak kalah nyaring dari putra pertamanya.
Jinyoung memegang kedua lututnya dan mengatur nafasnya sesampainya beberapa meter dari dapur, ia kelelahan setelah berlari dari kamarnya menuju dapur di lantai bawah. Setelah di rasa nafasnya sudah teratur -meski dadanya masih naik turun mencari nafas, Jinyoung berjalan mendekati pantry dapur sedangkan bunanya -Seunghee, masih sibuk berkutat di kompor, memunggungi Jinyoung.
“Kenapa kak?” tanya Seunghee masih sibuk dengan masakannya.
“Itu buna, si adek kumat. Masa dia ngelemparin jendela tetangga pake pensil bekas. Kakak kan malu ih. Kakak nggak punya adek kaya Hyunjin kalo adek masih suka kumat-kumat penasaran sama tetangga sebelah.”
Akhirnya Seunghee membalikkan tubuhnya kearah pantry dimana Jinyoung sudah duduk di seberang meja pantry dengan menyilangkan kedua tangannya dan dengan wajah yang di buat kesal tanpa mengarah padanya.Lucu. Pikir Seunghee.
Seunghee tersenyum, berjalan mendekati meja pantry, “kakak, sini liat buna dulu.”
Di angkatnya kedua tangannya ke atas meja pantry dan melipatnya sehingga tubuhnya sedikit membungkuk ketika Jinyoung sudah melihat kearahnya, “memang kenapa sih kakak kesal sama adek kalo adeknya lagi penasaran sama tetangga? Buna aja penasaran sama tetangga kita,” katanya menyunggingkan senyum jahil.
Wajah Jinyoung memerah dan kembali membuang tatapannya, “buna sama aja kaya adek.. kakak nggak suka. Nanti kakak aduin sama ayah,” ucapnya.
Seunghee tertawa melihat tingkah Jinyoung yang masih seperti anak-anak padahal putranya itu sudah kelas sebelas menengah atas. Ia kembali berbalik menuju kompornya yang masih menyala karena bau harum supnya yang mendidih tercium, mematikan kompornya lalu menghadapi putranya lagi.
“Yaudah, kita datangin adek yuk. Sekarang adek sudah berhasil ngelempar apa ke jendela tetangga? Meja kah?” Seunghee cekikikan menggoda Jinyoung yang masih menyilangkan kedua tangannya.
“BUNA!!”
“Udah, ayuk. Kita datangin adek.”
Jinyoung pergi lebih dulu, meninggalkan bunanya yang masih tertawa melihat tingkahnya, “ih, buna sama kayak adek. Nanti kakak aduin ke ayah. Lagian kenapa sih adek suka banget ngelemparin jendela tetangga di kamar kakak. Kakak kesel ih..”gumamnya masih terus berjalan dan sekarang sudah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua dengan kaki menghentak.
Seunghee yang berjalan mengekori Jinyoung semakin tertawa geli mendengar 'mantra-mantra' kesal Jinyoung pada adiknya juga bunanya.
Jinyoung masuk terlebih dulu ke kamarnya dimana pintunya memang sudah terbuka lebar, di susul oleh Seunghee di belakangnya. Ternyata putra keduanya sudah asyik duduk di kursi meja belajar Jinyoung yang terletak tepat di bawah jendela kamar besar yang terbuka. Terlihat, anaknya yang sudah menengah pertama itu masih sibuk berkutat dengan aktivitas yang di laporkan kakaknya tadi.Seunghee tertawa geli.
“Adek sudah kakak aduin ke buna,” ejek Jinyoung menjulurkan lidahnya kearah adiknya -Hyunjin.
Aktivitas anak laki-laki berusia tiga belas tahun itu terhenti karena perkataan kakaknya, lalu menatap marah ke Jinyoung yang berdiri di sisi kanannya dengan wajah mengejek, “kakak tukang cepu. Adek aduin ayah nanti," teriak Hyunjin kesal.
“Adek..”
Hyunjin yang memelototi Jinyoung terhenti, perlahan memutar kepalanya dimana suara bunanya berasal, “buna?” panggilnya hampir tak terdengar, kala wajahnya menegang terkejut karena kehadiran bunanya yang ia yakini bunanya itu seharusnya masih sibuk memasak untuk makan malam. Hyunjin tertawa kaku sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu berdiri dari duduknya.
“Kenapa adek mulai ngelemparin jendela tetangga lagi dek?” tanya Seunghee, memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celemek berwarna merah muda yang masih menutupi bajunya.
Hyunjin sudah berdiri memunggungi meja belajar Jinyoung sambil menunduk di temani Jinyoung yang belum merubah posisinya berdiri -hanya saja sekarang tangan kakaknya itu menyilang di depan dada. Mulut Hyunjin mengerucut lalu menyatukan jari-jari kedua tangannya, ia tak berani menatap bunanya, jadi ia hanya menatap tangannya yang bertautan.
Seunghee berjalan mendekati Hyunjin, mengangkat wajah putranya yang menunduk lucu dengan tangannya yang lembut, sehingga sekarang ia bisa melihat anaknya yang paling kecil itu meski mata Hyunjin masih enggan menatapnya.
“Dengerin buna, adek nggak boleh lagi ya ngelempar-lempar jendela tetangga kita pake barang apapun itu. Ini sudah yang ke berapa kali dek? Sudah ke berapa kali juga kakak ngadu ke buna? Kata ayah kemarin apa? Adek nggak boleh usil yah. Tetangga kita jadi nggak nyaman nanti, terus barang yang adek lempar jadi ngotori halaman samping rumahnya..“ ucapan Seunghee terhenti sejenak, ia mengalihkan tangannya ke puncak kepala Hyunjin dan memberi elusan lembut disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Strange Place || CIX
Fiksi PenggemarReturn to the beginning To the days of innocence - Yonghee Rated : 15+ Warn : Karena mengandung kekerasan, banyak kata-kata kasar, dan lainnya yang berpotensi membuat tidak nyaman dan trigger. Harap kebijakan dari para pembaca. Terima kasih 🙏