WARNING : This chapter contains about harsh words, violence, suicidal thoughts, mental illness and other content that is uncomfortable. If you feel uncomfortable and you can feel triggered, please skip this chapter. Thanks for your attention, stay health and enjoy for reading.🌱🌱🌱
• Strange Place •
•
•
•
“Yonghee?”
Yonghee menengok ke asal suara, “ah, Jinyoung? Y-ya?”
Jinyoung yang memanggilnya kini berdiri di samping meja Yonghee, menatap Yonghee yang berdiri di tempatnya, “lo mau kemana? Kantin bareng seperti kemarin, yuk?”
Mata Yonghee beralih, ia tidak mengiyakan tapi juga tak enak menolak. Tapi ia harus berani mengatakannya, jika ingin kehidupan sekolahnya berubah seperti sebelum ia bercengkrama dengan anak di hadapannya sekarang.
“Jin-Jinyoung, maaf. Ada tempat yang harus aku datangi,” setelah itu Yonghee langsung pergi meninggalkan Jinyoung yang bahkan belum memberikan respon apapun pada ucapannya.
“Sudah, ayok ke kantin,” Seunghun tiba-tiba datang menghampiri Jinyoung yang masih terpaku menatapi pintu depan yang di lewati Yonghee, “gue, nggak tau dia kenapa.”
-----------🌱
Jinyoung dan Seunghun hanya makan berdua di kantin, di meja yang senang di gunakan Jinyoung yang cukup jauh dari keramaian anak-anak.
Cukup lama mereka duduk, Jinyoung hanya mengaduk-aduk sup pedas di mangkoknya sambil sesekali menyuap nasi sedikit demi sedikit, tak sesemangat Jinyoung biasanya jika di hadapkan pada makanan. Seunghun menghela nafas melihat Jinyoung, “mikirin Yonghee?”
Jinyoung mendongak, menatap Seunghun sebentar lalu kembali menunduk menatap makanannya yang lebih banyak ia aduk ketimbang ia nikmati, “hmm, lumayan. Gue tau dan gue juga merasa sejak kita makan bareng, anak-anak jadi segila itu,” Jinyoung menatap Seunghun di depannya, “seharusnya, dari awal gue nggak usah peduli aja kali ya? Tapi gue nggak bisa, dia di risak di depan mata gue. Gue rasanya jahat juga kalo ngebiarin Yonghee sendiri gitu aja.”
Seunghun mengangguk, ia juga merasakan hal yang sama dengan Jinyoung, “dan, lo perlu tau. Younghoon udah masuk sekolah lagi.”
“Hah?”
“Tadi pagi, gue nggak sengaja liat dia sama gengnya itu. Gue pikir, selain Yonghee menghindari kita, dia nolak ajakan lo tadi juga karena Younghoon.”
“Hei, gue boleh gabung, kan?”
Jinyoung dan Seunghun menoleh, memutus pembicaraan keduanya. Senyum Seunghun sedikit mengembang meski tidak terlalu lebar, karena ia masih mengingat perkataan anak laki-laki yang meminta ijin untuk bergabung itu beberapa waktu yang lalu. Sedangkan Jinyoung? Wajahnya semakin menekuk, tidak senang, ia masih begitu marah pada anak laki-laki yang masih berdiri di samping meja yang mereka tempati.
“Gimana, Jin?” tanya Seunghun, ia tau Jinyoung masih sangat kesal dengan teman mereka yang satu itu.
“Terserah,” sahut Jinyoung acuh dan mulai memakan makan siangnya yang sebelumnya ia acuhkan dengan brutal.
Sunwoo tersenyum kaku, ia tau keduanya masih belum bisa melupakan perkataannya tempo lalu, tapi ia juga tidak ingin terus berdiam diri dari kemarahan keduanya, terutama Jinyoung.
“Maafin gue lah, Jin. Jangan gitu dong lo. Kita kenal dari lama juga. Lo mah,” Sunwoo berucap sambil mendudukkan dirinya di samping Seunghun sehingga ia bisa melihat langsung pada Jinyoung yang duduk seberang Seunghun.
“Bisa diem, nggak? Gue lagi makan, bangs*t!”
“Yeuu, elo mah ngegas mulu bawaannya ke gue. Berarti udah di maafin, dong. Ye kan?” tanya Sunwoo sambil menaik turunkan alisnya dengan wajah yang di buat-buat bodoh.
“Tanya sendiri, jawab sendiri. Banyak bacot lu, Woo. Gue jejelin mangkok juga, lu.”
Seunghun tertawa mendengar percakapan keduanya, jika Jinyoung sudah sesensi itu pada Sunwoo, maka anak itu sudah tidak peduli akan kemarahannya meski wajahnya tetaplah dingin, “sudah lah, lo bedua bacot,” Seunghun beralih pada Sunwoo di sebelahnya, “lagian, lo juga, Woo. Pake ngatain Yonghee yang nggak-nggak, padahal lo nggak tau kebenarannya gimana. Gue juga sama kaya lo sebelumnya, terus gue mikir lagi, gue nggak sekelas sama Yonghee dan nggak kenal Yonghee, tapi sebegitu mudahnya gue judge buruk dia. Lo juga padahal nggak sekelas dan nggak kenal dia dengan baik, tapi omongan lo lebih parah ketimbang gue. Gimana gue sama Jinyoung nggak emosi, coba?”
Sunwoo tertawa, menyuap sesendok makan siangnya, mengangguk-angguk mengerti dengan semua ucapan Seunghun, “Iya, gue paham. Gue juga salah memang. Segampang itu menghakimi orang lain.”
“Lo udah sadar kesalahan, lo? Bagus kalo gitu!” Jinyoung menyeletuk dengan ketus.
“Anj*ng! Iya, gue sadar. Lo ngambekan dasar.”
Jinyoung menaikan sebelah alisnya dan melengkungkan bibirnya ke bawah, “dasar babi! Makanya ngotak dulu sebelum ngomong,” lalu tertawa menanggapi Sunwoo yang menatapnya dengan tawa tertahan, “kalo mau ketawa, ketawa aja. Dasar Sunwoo bajingan!.”
Ketiganya menjadi bercengkrama, melupakan kemarahan dan kekesalan yang sempat memberi jarak antara Jinyoung dan Seunghun pada Sunwoo. Menghabiskan makan siang yang ada di nampan mereka masing-masing sampai sempat melupakan topik yang membuat mereka bersitegang sebelumnya. Jika bukan Sunwoo yang mulai bertanya, mereka tidak akan membahasnya lagi.
“Jadi, Yongheenya mana?”
Jinyoung dan Seunghun menatap Sunwoo bersamaan, wajah Jinyoung kembali berubah mendengarnya, “nggak tau. Dia bilang ada tempat yang mau dia datangin waktu Jinyoung ngajak ngantin bareng. Tadi kami sempat bahas juga sebelum lo datang,” Seunghun yang menjawab pertanyaan Sunwoo.
“Kayanya dia menghindari lo berdua. Lagian, semenjak lo berdua makan siang sama dia kan anak-anak jadi aneh, mulut lambe turahnya pada kumat. Tapi pas dia ngejauh, entahlah. Ini menurut gue, jadi, please, lo berdua jangan salah paham lagi ke gue atau marah lagi ke gue. Memang, kita nggak ada yang tau juga sih sebenarnya gimana anak-anak mandang dia waktu dia sendirian apakah separah waktu lo berdua sering sama dia atau nggak. Selama dia sendirian, masalahnya, dia nggak pernah sampai pingsan di tengah kerumunan anak-anak dajjal itu, kan? Mungkin aja dia tetap dapat perkataan yang nggak enak, tapi nggak separah waktu sama kalian. Menurut gue gitu, jadi dia merasa nyaman sebelum sama kalian dan mungkin dia mau kembali ke keadaannya sebelumnya, keadaan dimana nggak ada yang peduli sama dia dan dia menanggung semuanya sendiri. Apalagi, gue ada liat Younghoon kembali sekolah, itu jadi salah satu alasannya juga.”
Kali ini, Sunwoo fokus pada Jinyoung, “dan, untuk lo Jinyoung, lo jangan terlalu merasa bersalah. Yonghee mungkin merasa lebih baik dengan keadaan dia sebelumnya, jadi, lo jangan terlalu paksa dia. Paham? Dan lagi, gue bukan minta lo buat musuhin tu anak, nggak sama sekali Jinyoung, gue nggak mau berpikir seperti itu lagi. Gue minta lo gini, karena seperti yang gue jelasin, Yonghee kayanya mau kembali ke kondisinya sebelumya.”
Jinyoung menghela nafas, menyisir rambutnya ke belakang dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada, matanya menatap Sunwoo, “hm, gue paham. Tapi gue nggak bisa ngebiarin Yonghee di risak geng bajingan itu lagi.”
“Iya, gue ngerti, maksud lo baik Jin. Tolong liat situasinya juga, gue bukan ngelarang, tapi coba lo posisikan diri lo sebagai Yonghee dan cari tau apa yang seharusnya lo lakuin. Gue kalo jadi Yonghee, gue juga bakal jauhin lo berdua terutama pas sekarang Younghoon udah kembali, yang otomatis perisakannya juga kembali. Sudah cukup sakit buat Yonghee nahan rasa sakit perisakan Younghoon dan kalo di tambah perisakan anak-anak? Hancur badan dan pikirannya.”
Seunghun mengangguk menyimak penjelasan Sunwoo, kemudian menatap Jinyoung yang masih saja resah di hadapannya, “bener kata Sunwoo, Jin. Lo nggak mau kan Yonghee lebih tersakiti dari ini. Kalo kita juga tetap kekeuh deketin Yonghee, Yonghee bukan Cuma masuk ruang kesehatan, tapi langsung masuk rumah sakit. Dan itu, sangat-sangat buruk.”
Jinyoung mengakui semua kata-kata teman-teman di depannya tentang Yonghee benar. Namun, dia masih saja kepikiran tentang Yonghee. Apa dia harus kembali ke kondisi sebelumnya? Pura-pura tidak melihat dan tidak terjadi apa-apa? Menulikan telinga dan membutakan matanya pada situasi Yonghee? Kembali menjadi orang bodoh yang hanya membiarkan perisakan yang ia lihat begitu saja?
Mata Jinyoung menerawang ke seluruh ruangan kantin yang ramai di isi oleh para siswa-siswi, “anak-anak itu, apa nggak pernah kepikiran tentang ketidakpedulian mereka bisa berujung pada kematian? Karena Younghoon putra pemilik yayasan sekolah, nggak ada satupun orang yang berani bicara dan mengadu, bahkan anak-anak itu juga ikut menginjak-injak Yonghee.”
Jinyoung menolehkan kembali kepalanya kearah Seunghun dan Sunwoo, menatap keduanya secara bergantian, “kalo lingkungan sekolah nggak ada yang berani speak up, terus keluarganya pada nggak tau keadaannya?”
Seunghun dan Sunwoo saling berpandangan, lalu menatap Jinyoung kembali sambil menaikkan kedua bahu tanda tak tau.
Tak lama ketiganya larut dalam pikiran sambil memerhatikan ramainya kantin, Seunghun tiba-tiba menjentikkan jarinya, “lo bilang, lo tetanggaan sama Yonghee, kan? Kenapa lo nggak sampaikan apa yang terjadi sama Yonghee ke orang tuanya? Mungkin aja, seperti kata lo, keluarganya, atau lebih tepatnya orang tua Yonghee, nggak tau keadaan Yonghee yang sebenarnya. Anak itu nggak akan mungkin mau cerita tentang kekerasan yang dia dapat. Tidak semudah itu ferguso. Buat ungkapin kalo nilai lo anjlok aja ke orang tua lo, lo pasti mikir ribuan kali. Apalagi Yonghee, anak kalem nan pendiem yang bahkan dia aja nggak mau ngerepotin kita, gimana dia mau ngerepotin orang tuanya atau sampai orang tuanya khawatir. Ya nggak?”
Jinyoung mengangguk beberapa kali, merasa benar dengan ucapan Seunghun, “bener juga lo. Ntar deh, gue usahakan. Gue juga bakal minta bantuan buna, deh. Soalnya, gue juga nggak pernah ngeliat orang tuanya ada di rumah. Atau gue yang nggak tau, ya?”
“Elonya kali yang nggak tau, Jin. Gue waktu tu datang ke rumah lo aja, terus jelas-jelas duduk di ruang keluarga bareng buna lo sama Hyunjin, lo nggak sadar gue ada di sana. Kepekaan lo jelek banget, jingan.”
“Heh, itu gue bener-bener nggak tau ya, ninja Hatori.”
“Yeu, itu lo aja kali yang nggak peka ada orang lain di rumah lo. Sudah nggak peka, tuli lagi.”
“Heh, gue nggak tuli ya, Woo. Lo aja tuh kurang kerjaan datang ke rumah gue.”
“Heh, buntut pari, gue datang kan karna lo mau minjam buku fisika gue.”
Seunghun pusing mendengar pertengkaran tidak mutu mereka, ia memukul kedua dahi mereka secara bersamaan agar atensi mereka kembali.
“SAKIT!” Teriak keduanya bersamaan.
“Lagian lo berdua tu, malah ribut. Yang jelas, lo usahakan deh, Jin. Yang tadi kita omongin. Kalo lo bisa kasih tau orang tuanya secepat mungkin, maka secepatnya Yonghee bisa bebas dari jerat Younghoon meskipun kemungkinan nantinya akan sulit untuk melawan yayasan sekolah. Tapi, setidaknya, orang tuanya tau apa yang terjadi sama anaknya.”-----------🌱
Jinyoung dan Seunghun 😍
Dan Sunwoo ☺️
Updatenya jadi siang hari karena saya terlalu fokus nonton drama, huhu 🤧
Ada yang nonton drama kingdom? Saya sampai kehabisan nafas nontonnya 😭
Selamat siang, jangan lupa makan siang semuanya 🤗
Thanks for reading this book 🙇♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Strange Place || CIX
Fiksi PenggemarReturn to the beginning To the days of innocence - Yonghee Rated : 15+ Warn : Karena mengandung kekerasan, banyak kata-kata kasar, dan lainnya yang berpotensi membuat tidak nyaman dan trigger. Harap kebijakan dari para pembaca. Terima kasih 🙏