• Strange Place ••
•
•
Bel istirahat pertama berbunyi sangat nyaring. Menyeruak memenuhi seantero sekolah.
Pak Jisung yang sedang mengajarpun langsung menghentikan pelajarannya. Seperti biasa, Pak Jisung tak akan ba-bi-bu seperti guru yang lain, dia akan langsung melesat pergi meninggalkan kelas ketika bel sudah berbunyi dengan tawa lebarnya yang khas.
Sebelum semua buku-bukunya di masukkan ke dalam laci, suara khas yang sangat Jinyoung hapal sudah menyapa telinganya. Seperti biasa, Seunghun sudah berdiri di samping mejanya dengan tawanya yang lebar, tak kalah lebar dengan tawa Pak Jisung.
Jinyoung hanya tertawa sekilas. Sahabatnya itu memang memiliki kecepatan di atas rata-rata jika sudah bel istirahat berbunyi -kecepatan untuk pergi meninggalkan kelas, lebih tepatnya.
Jinyoung berdiri, keluar dari kursinya, mengikuti Seunghun yang mulai berjalan mendahului langkahnya. Tapi, sebelum anak laki-laki berambut hijau itu pergi menjauh, lengannya di cekal Jinyoung dengan cepat. Membuatnya menoleh kearah Jinyoung yang masih berada di balik tubuhnya.
Kedua alis Seunghun bertautan, “apaan?” Tanyanya, menatap Jinyoung kebingungan.
“Lo nggak bawa dompet?” tanyanya lagi.
Jinyoung menggeleng, “bukan.”
“Terus?”
Jinyoung tak menjawab, dia memilih pergi menjauhi Seunghun yang terdiam tak jauh dari mejanya.
Melihat Jinyoung yang menjauhinya, Seunghun mengikuti kemana tubuh sahabat karibnya itu akan pergi. Kepala Seunghun yang sedikit ia miringkan, sontak tegak kembali. Pandangannya lurus kearah seseorang yang menjadi tujuan Jinyoung. Ia cukup terkejut.
“Yonghee?” gumam Seunghun, nafasnya ia hembuskan, begitu yakin akan apa yang ia lihat.
Tapi bukankah Jinyoung sudah ia beri peringatan untuk tidak terlibat dengan anak itu?
Sekarang, Seunghun mengedarkan pandangannya ke ruangan kelas Jinyoung. Beberapa anak yang masih berada di ruangan itu dan beberapa yang mulai beranjak meninggalkan kelas nampak berbisik-bisik, melirik-lirik kearah Jinyoung dan Yonghee.
Seunghun memang tidak peduli dengan pandangan anak-anak itu, tapi jika Jinyoung sampai terlibat dengan Younghoon? Itu adalah kesalahan besar. Seunghun berdecak, memandang sinis satu-persatu anak-anak yang berbisik-bisik kemudian memilih berjalan mendekati Jinyoung.
Jinyoung berdiri di samping meja Yonghee, menghadap kearah Yonghee sehingga ia otomatis memunggungi segala cercaan yang terjadi di belakang sana. Seunghun yang datang dari tempatnya, sekarang sudah berdiri di samping Yonghee duduk, menghadap kearah Jinyoung.
Jinyoung menoleh pada Seunghun, “Yonghee makan siang bareng kita, ya.”
Mata Seunghun membesar dengan kedua alis yang terangkat tinggi, apa telinganya sekarang sedang bermasalah? Atau, apakah Jinyoung yang ada di depannya ini adalah Jinyoung cenayang? Sikapnya sangat aneh seperti tadi pagi. Sebenarnya yang sakit disini siapa? Apakah telinga Seunghun yang sakit atau Jinyoung yang sakit karena tidak mampu menahan kekuatan seorang cenayang?
“Gue nggak salah denger, Jin?” tanya Seunghun, ingin memastikan.
“Lo kenapa dah?” dahi Jinyoung berkerut bingung melihat respon yang di berikan Seunghun.
“Bener?” tanya Seunghun sekali lagi.
“Lo sakit?” Lagi, Seunghun bertanya untuk kesekian kalinya. Membuat Jinyoung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kerutan di dahinya yang masih belum hilang.
Jinyoung memilih beralih pada Yonghee, yang masih duduk tertunduk, “ayo, Hee. Gue udah lapar ini. Ntar keburu jam istirahat habis.”
Yonghee mengangkat kepalanya sedetik, lalu menurunkannya kembali. Bagaimana bisa ia menerima tawaran Jinyoung sedang ia baru saja mendengar ketidakpercayaan temannya Jinyoung barusan? Dan dia juga mendengar bisikan-bisikan anak-anak lain yang di punggungi oleh Jinyoung meski bisikan-bisikan itu tak seramai tadi pagi saat Jinyoung menghampirinya.
“Kalian makan siang aja, aku nggak papa kok,” jawab Yonghee akhirnya, dengan nada yang sangat pelan.
Seunghun yang berdiri memerhatikan merasa kasihan juga dengan Yonghee. Setelah kejadian tempo lalu di kantin yang di terima Yonghee, anak itu pasti merasa trauma untuk masuk kembali ke kantin. Apalagi saat itu, jika Younghoon tidak berhenti mencekik leher Yonghee, mungkin saja anak itu berakhir di rumah sakit atau bisa yang lebih buruk dari itu. Seunghun bergidik sendiri membayangkannya.
Seunghun melihat sebentar kedua tangan Yonghee yang berada di bawah meja, di atas pangkuan Yonghee. Tangannya saling meremat begitu kuat dan terlihat begitu gelisah.
Lalu pandangan Seunghun beralih pada Jinyoung yang tetap ngotot bersuara untuk mengajak Yonghee makan siang bersama mereka.
Seunghun berpikir sejenak, kemudian menghembuskan nafasnya dan bersuara, mengarah pada Yonghee, “lo ikut aja makan siang. Gue tadi liat, geng Younghoon cuman bertiga dan Younghoon sepertinya masih belum masuk. Lo aman kok makan siang hari ini.”
Jinyoung menoleh, “apaan aman? Hari ini? Tiap hari dia juga bakal aman, nggak cuman hari ini.”
Ya Tuhan, Seunghun membuang nafasnya lagi dan memejamkan matanya. Jika Jinyoung sudah ngotot seperti itu, Seunghun paling malas untuk meladeninya. Dia merutuki dirinya dan sadar bahwa ia salah bicara, terutama sekarang ada Jinyoung di hadapannya. Salah bicara? Siap-siap saja ia mendapat semburan dari Jinyoung saat makan siang nanti.
“Bukan gitu, maksud gue..” ucapan Seunghun di jedanya, bibirnya masih terbuka hendak menyambung perkataannya, namun terkatup kembali, tidak ingin memperpanjang karena jam istirahat yang juga terus berjalan, tidak bisa berhenti menunggu sampai argumen mereka selesai.
Tanpa panjang kata lagi, Seunghun menarik lengan Yonghee sampai anak berambut kelam itu berdiri dari kursinya.
Yonghee terkejut, menatap kearah Seunghun, “udah, ayok. Jam istirahat jalan terus, nggak bisa berhenti nunggu kita. Ayo.”
Seunghun menggiring Yonghee berjalan keluar. Jinyoung yang tertinggal, tertawa melihat Seunghun yang membawa Yonghee secara paksa.
Katakanlah ini tindakan ilegal karena pemaksaan pada seorang Cha Yonghee. Jinyoung tidak peduli. Jinyoung juga memikirkan kata-kata Seunghun tadi, tidak, Yonghee tidak hanya akan aman hari ini, tapi anak itu akan aman mulai sekarang. Entah dia akan beradu mulut yang sangat panjang dengan Seunghun perihal ini, yang pasti, kali ini, Jinyoung tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi. Ia tidak ingin menjadi saksi yang menutup mata pada kenyataan yang ada di depannya. Ia tidak akan diam lagi. Dia tidak peduli Younghoon merupakan anak pemilik yayasan atau bukan, yang pasti, dia harus bisa membuat Yonghee menjauh dan lepas dari cengkraman Younghoon
-----------🌱
Sebenarnya rambut Seunghun itu warna hijau atau biru ya di era numb? Atau warna toska? 😂
Saya tidak bisa membedakannya, astagaa 😂
Just enjoy reading this book 🙆
Thank you 🙇♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Strange Place || CIX
FanfictionReturn to the beginning To the days of innocence - Yonghee Rated : 15+ Warn : Karena mengandung kekerasan, banyak kata-kata kasar, dan lainnya yang berpotensi membuat tidak nyaman dan trigger. Harap kebijakan dari para pembaca. Terima kasih 🙏