Heana menyadari bahwa Draco tak baik-baik saja. Ia mengikuti Draco yang berlari tergesa ke toilet Mrytle.
Laki - laki bersurai pirang itu menangis. Baru kali ini Heana melihat king of the bullying menangis seperti itu.
"Draco?" beo Heana.
Draco menoleh dengan cepat menghapus air matanya, dan menatap Heana.
"Draco kau kenapa?" Heana melangkahkan kakinya mendekat Draco yang terlihat suram. Seperti masa depan.
Ia memeluk laki-laki itu secara bertahap, seharusnya ada celah penolakan dari pria ini, tapi entah apa yang ada dipikirkan Draco, ia membalas pelukan Heana, dan menangis di bahu gadis itu.
Setelah Draco cukup tenang mereka berjalan pelan ke menara astronomi.
"Draco, kau tak merasa dingin?" tanya Heana.
"Sedikit," jawabnya.
"Kemana jubahmu?" tanya gadis itu lagi.
"Di asrama." Draco memandang gadis di sebelahnya. "Aku tak pernah melihatmu melepas jubah," celetuknya.
Gadis itu sedikit ragu.
"I-iya, tentu, aku aku tak pernah melepas jubahku," jawab Heana."Kenapa?" tanyanya.
"Tidak, bukan urusanmu!" jawab Heana ketus kemudian berlari pergi.
***
"Aku berniat untuk merawat anakku, aku akan membawanya untuk menyembuhkan psikis, dan traumanya," kata Natalie pada Narcissa.
Narcissa mengangguk. "Kapan kau akan menjelaskannya?" tanya Cissy.
"Entah, tapi secepatnya." Natalie pun langsung beranjak kembali ke Hogwarts.
Di sana ia melihat Heana yang tengah membaca buku di pinggir kastil. "Nak,bisa kau menemaniku?"
"Tentu prof." Heana menutup bukunya dan berjalan bersama prof Natalie keruangannya.
Mereka berbincang-bincang kecil,
sebelum akhirnya Natalie membuka tujuan sebenarnya."Heana, siapa nama orang tuamu?" tanya Profesor Natalie.
"Leonard Morticia, dan? ... aku tidak yakin. Charloetta ibu tiriku, maksudku aku tak tau siapa ibu kandungku, mereka bilang ia sudah meninggal," jawab Heana dengan polos.
"Kau bisa menceritakan semua masalahmu padaku, aku tau kau melalui banyak masalah," kata prof Natalie.
"Tidak prof, aku bahagia," jawab Heana tersenyum. "Aku merasa tak terganggu, aku nyaman jika orang orang di sekitarku bahagia meski diriku harus berkorban," lanjutnya.
"Aku sudah terlalu sering, hingga aku terbiasa, ditindas, ditampar, dituduh, dipukul, disiram air panas, dikurung di dungeon manorku sendiri, dan ya banyak lagi," ucap gadis itu masih dengan senyum.
"Kau lihat ini semua." Heana perlahan membuka jubahnya, yang tak pernah ia buka di depan orang orang.
Terdengar lirihan saat tangannya ia tekuk untuk membuka jubah. Gelang - gelang di tangannya ia buka satu persatu, masih dengan lirihan.
Natalie bangkit berdiri dan mendekat ke Heana, Heana juga memperlihatkan seluruh luka di kakinya, kakinya membiru.
"Apa tidak sakit?" tanya Natalie dengan iba.
Heana tersenyum. "Tentu saja sakit, tapi ... aku harus kuat," ujarnya.
"Astaga sayang, aku akan obati luka-lukamu." prof Natalie kembali panik dan hampir menangis, membayangkan anaknya diperlakukan tak manusiawi.
KAMU SEDANG MEMBACA
。☆strange girl༼✩ |D.M
Fanfic,。.゚Wizarding World彡 °.✧Aku pernah berharap untuk menghilang saja dari dunia. Dunia ini terlihat begitu gelap dan aku menangis sepanjang malam. Apakah aku akan merasa lebih baik jika aku menghilang?。-✧ "Kapan kau akan mencintaiku?" "Jika kau sudah m...