Sembilan puluh

905 64 10
                                    

"jadi, kapan aku akan pulang?" tanya Heana pada Narcissa.

"nanti sayang, sebentar lagi, kau janji harus segera pulih," jawab Narcissa.

Heana mengangguk sambil tersenyum tipis, "hei, sayang, kau mau?" tanya Draco sambil menyodorkan es krim yang dibawanya. Laki-laki itu baru saja sampai setelah ia sarapan di bawah.

Terlihat wajah sumringah Heana, "tentu."

"apa aman untuknya saat ini?" tanya Narcissa memastikan.

"kau tenang saja mom, aku sudah bertanya pada Sam," jawab Draco sambil menyuapi istrinya itu ice cream vanilla seperti anak kecil.

"Apa kau sudah dapat kabar tentang anakku? Umm, anak kita maksudku," ujar Heana.

"Habiskan dulu baru aku katakan," sahut Draco.

Narcissa menatap khawatir putra, dan menantunya secara bergantian. Bagaimana Draco akan mengatakannya, dan bagaimana respon Heana.

"Draco, kenapa belakangan ini kau terlihat sangat tak bersemangat?" ucapan Heana membuat Draco langsung menatapnya sambil tersenyum tipis. Tangannya mengelus pipi istrinya dengan lembut.

"Kau sedang sakit, bagaimana aku akan senang-senang?" Kata Draco, Heana memegang tangan Draco yang berada di pipinya, dan mengusapnya lembut.

"Kau tak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja."

Draco mengecup sekilas bibir Heana, meski ia tahu ada Narcissa di sini. Kedua insan itu saling terkekeh sambil menautkan kening mereka, keduanya sama-sama terpejam menikmati atmosfer yang terasa hangat.

Narcissa hanya terdiam sambil menahan senyum melihat anak dan menantunya itu.

Draco menatap mata Heana, tangannya meraih jemari wanita itu kemudian menggenggamnya, sesekali mengecupnya.

Pintu terbuka, Healer Sam menatap kedua insan itu dengan tersenyum tipis. Bukan cemburu, tapi sangat cemburu.

Ia berjalan mendekati Narcissa, Narcissa yang mengerti pun langsung berjalan beriringan dengan Sam ke ujung ruangan menjauh dari brankar Heana.

"Jadi bagaimana?" Narcissa membuka percakapan.

"Jika kalian setuju, sudah waktunya Heana diberi tahu fakta yang terjadi setelah satu Minggu ia dirawat disini," jawab Healer Sam.

"Jika itu tak berdampak buruk untuk kesehatannya, tentu kami akan setuju, lagipula tak baik jika kita menyembunyikan fakta ini, kurasa ia akan kecewa, kurasa ini pun juga sudah sedikit terlambat," kata Narcissa, sambil menatap kearah menantunya itu.

"Aunty Natalie kemana?" tanya Sam.

"ia harus kembali ke sekolah dan menitipkan putrinya padaku." Sam mengangguk paham.

Mereka pun kembali ke sisi brankar, Draco menatap Narcissa dan Sam bergantian. Keduanya pun mengangguk yakin.

Draco menghela nafas dan mengeratkan genggaman tangannya. Sam dan Narcissa memilih untuk keluar dari ruangan itu agar pembicaraan Draco tak terganggu.

Laki-laki itu menarik tubuh Heana dan mendekapnya dengan hangat. Dikecupnya puncak kepala wanitanya. Jantungnya berdegup kencang.

"Kau mau mendengar tentang anak kita?" tanyanya, Heana mengangguk dalam dekapan Draco.

"Kau harus janji, apapun yang terjadi kau harus tetap hidup, dan menjalani hari seperti biasa." lagi-lagi Heana hanya mengangguk.

"Bagaimana jika dia tidak baik-baik saja, sayang?" ujar Draco tiba-tiba membuat degup jantung Heana berdetak cepat.

"I, i don't know how to tell you." Mata laki-laki itu memanas, air matanya jatuh disusul isakan yang terdengar.

"D-dia pergi? Right?" tanya Heana lirih, Draco mengeratkan pelukannya, dan Heana mengerti itu artinya iya.

"Oh, no," gumamnya dengan suara pelan, tubuhnya yang lemas ditopang oleh tubuh tegap suaminya.

"It's because me," lirihnya, isakan pun mulai terdengar.

"It's not your fault" bisik Draco.

"Of course it's my fault!" Jeritnya, menatap netra Draco, "this is because i ... harusnya ... harusnya aku menurut padamu Drake hikss."

"Listen to me! Tidak ada yang menyalahkanmu tentang ini, Sayang. Tenanglah, kita bisa melewati ini bersama," kata Draco.

Sementara wanita itu tak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya melemah, hanya tubuh Draco yang ia andalkan.

Tangisannya terdengar kuat dan pedih. Narcissa pun hanya mampu terpaku di depan pintu.

Sekiranya tangisan Heana sudah mulai tenang, Draco menarik wajah Heana yang terbenam di dadanya agar menatap wajahnya.

"Jangan sedih lagi, Mom" bisiknya tepat di samping wajah istrinya, Heana langsung mendongak menatap Draco.

"Apa?" tanya Draco.

"tadi bilang apa?" Cicit Heana.

Draco mengulum senyumnya, "jangan sedih lagi, mommy."

Plak!

"Aduh! Sayang, kenapa malah ditampar?"

"Kau menggemaskan," kata Heana pelan.

Draco menggelengkan kepalanya, tangannya mengusap pipinya sendiri, akibat tamparan tangan istrinya itu.

Tampak Heana menghela nafasnya berat. "Kenapa, hmm?" tanya Draco lembut.

"Andai saja, waktu bisa kuulang kembali, mungkin tidak akan ada kejadian seperti ini," ucapnya pelan.

"Penyesalan tidak akan ada gunanya Sayang, jadikan ini pelajaran, lain kali, kau harus menurut apa kata suamimu," kata Draco. Heana mengangguk sambil memeluk suaminya itu.

Sebenarnya, hatinya belum bisa menerima, tapi inilah takdir, dan kesalahannya.

。☆strange girl༼✩ |D.M Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang