21 ◕ (Revisi)

1.1K 149 14
                                    

"Apa? Jangan sentuh aku," kata Heana saat merasa tangannya disentuh oleh Theo.

"Heana ... aku minta maaf, aku tak bermaksud membentakmu." Theo berusaha meminta maaf pada Heana, tapi gadis itu tak mau melihatnya.

"Pergi! Pergi dari hadapanku! Jangan pernah temui aku lagi," sentak Heana.

"Ana, tenang dulu, " kata Snape dengan lembut.

"Heana, aku minta maaf, janji aku tak akan mengulangi lagi. " Theo mencium punggung tangan Heana.

"Sudah sana! Aku bukan siapa siapa, aku tak berhak, atas semuanya!" sungut Heana.

"Tidak, Heana maafkan aku." Theo menggenggam jemari lentiknya.

"Sebaiknya biarkan dia menenangkan diri dulu, nanti kau bisa bicara lagi dengannya," usul Snape.

Theo mengangguk, ia bangkit menuju pintu, dan berlalu.

"Tenang ya, sekarang bersihkan dirimu kemudian tidur." Severus mengusap rambut Heana sebelum keluar.

Heana mengusap air matanya, ia berjalan ke kaca, dan membersihkan make up, serta riasan rambutnya.

Pintu terbuka tiba-tiba. Menampilkan gadis berambut blonde digulung.

"Hai, " sapa gadis itu. Ia adalah Luna ,yang sekarang duduk di sisi ranjang Heana.

Heana tersenyum singkat.

"Kau baik-baik saja kan?" tanya Luna.

Heana mengangguk, "Ya aku baik-baik saja."

"Heana, aku akan mengambil makanan untukmu," ujar Luna.

Sementara Heana pergi ke kamar mandi, dan membersihkan dirinya.

Ia keluar kamar mandi dengan bathrobe yang membalut tubuhnya.

Luna sudah menyiapkan baju Heana, dan makanan di meja dekat ranjangnya.

"Terima kasih, Luna," ujar Heana. Dibalas senyuman oleh Luna.

"Aku juga akan mandi, makanlah dulu," ujar Luna kemudian berlalu.

Heana memakai gaun yang sudah disiapkan oleh sahabatnya itu. Ia duduk di depan kaca, dan menyisir rambutnya.

Ia memandang wajahnya sendiri di cermin, ia menghela nafas, dan merasa hampa.

Pintu lagi-lagi terbuka, membuatnya menghela napas. Ternyata Snape masuk lagi.

"Belum dimakan makananya?" tanyanya, dijawab gelengan oleh Heana.

"Nanti dimakan, setelah itu, jika ingin istirahat, istirahat saja, jika ingin bergabung tinggal turun, " kata Snape.

Heana mengangguk singkat sambil menyisir rambutnya.

Setelah Snape keluar, ia hanya memakan sedikit makannya, ia berbaring di ranjangnya, menatap kosong ke langit langit kamar.

Tok!

Tok!

Tok!

Heana menarik nafas.

"Masuk," sahutnya malas.

Theo, dan Luna pun masuk.
Heana masih memandang langit langit kamarnya tanpa ingin menoleh.

"Heana," panggil Theo.

"Apa?" jawab Heana.

"Maaf," bisik Theo.

"Berisik," ketus Heana.

Theo duduk di sisi ranjangnya, begitu juga Heana, ia ikut duduk dan menyender di kepala ranjang.

"Heana," panggil Theo, lagi-lagi tak mendapat jawaban.

"Sudah pergilah. Aku minta maaf, " ujar Heana. Theo mengerenyitkan keningnya.

"Untuk?"

"Untuk aku yang menyakiti kekasihmu," jawabnya. Theo menghela nafas, kemudian menggenggam tangan Heana.

"Kau terlihat sangat khawatir," sambung Heana. Kemudian ia menghela nafas.

"Menyenangman jadi orang- orang, disayang ayah, di sayang ibu, diperhatikan, tak akan dibiarkan siksa menghampiri anaknya. Memiliki teman yang selalu membela, semua orang khawatir, sementara aku?" Ia terkekeh pilu.

Menunjukkan semua luka-luka ditubuhnya. "Dia yang lukanya gak parah saja dikhawatirkan sekali, aku selama enam belas tahun hidup, tidak pernah merasa disayangi, dan dilindungi," sambungnya dengan mata yang sudah mengembun.

Ia menangis lagi, kardna dadanya sesak, mengingat perlakukan keluarganya, dan teman-temannya.

Theo tak tega melihat Heana yang menahan air matanya. Ia langsung merengkuh tubuh gadis itu, dan memeluknya erat.

Luna merasa dirinya hanya sebagai sapi budeg pun keluar.

Heana langsung memecahkan tangisnya.
"Menangislah di pundakku," kata Theo, mengusap-usap pundak Heana.

"Aku lelah, aku lelah," lirih gadis itu.

Heana mengeratkan pelukannya, ia lelah dengan semuanya, ia ingin mengakhiri semuanya.

"Aku mah berhenti saja, aku mau akhirin semuanya!" Terdengar nada keputus'asaan Heana, bahwa dia memang benar benar lelah.

Theo merasa sakit saat mendengar Heana berkata seperti itu.

"Hush, jangan bicara seperti itu. Aku akan selalu ada untukmu, untuk menemanimu, menyayangimu, mengkhawatirkan, dan membelamu. Maaf ... maaf tadi aku membentakmu, aku tak maksud untuk membela Daph," jelas Theo.

"Kalo kau membelanya itu tak apa. Bukan urusanku juga, aku bukan siapa-siapa untukmu." Heana mengurak pelukannya.

"Kau ibarat berlian Heana, kau sangat berharga untukku." Theo menggenggam kedua tangan Heana.

"Dulu Draco pernah mengatakan hal serupa, tapi akhirnya ternyata aku hanya bahan mainanya. " Heana menyeka air matanya.

"Aku serius, Heana, aku berjanji, aku tak akan melukaimu," ujar Theo.

"Buktikan," dengus Heana.

"Pasti, " jawab Theo yakin, ia menarik Heana lagi kedalam pelukannya.

。☆strange girl༼✩ |D.M Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang