Chapter 23

14.3K 1.5K 38
                                    

"Brengsek!"

Alzer memegangi pipinya yang baru saja ditampar oleh Ronald, amarah Alzer memuncak. Bagaimana tidak? Baru saja ia membuka pintu rumah, bukannya sambutan hangat yang ia terima, malah tamparan telak yang mendarat dipipinya.

"Kenapa wajah kamu babak belur seperti itu? Ayah menyuruhmu pergi ke sekolah, bukan untuk berkelahi di jalanan!" bentak Ronald membuat Alzer mendecih.

"Ini bukan urusan anda! Apakah dari dulu anda pernah mendidikku dengan baik?" pertanyaan Alzer justru seperti tamparan keras bagi Ronald.

Ronald diam seribu bahasa, menatap lurus wajah lebam putra sulungnya dengan hati teriris, Alzer bisa melihat raut penuh penyesalan diwajah pria itu. Tapi kebenciannya pada Ronald membuatnya sulit memaafkannya.

Mood Alzer untuk beristirahat di kamarnya jadi menguap, ia memungut ranselnya yang sempat terjatuh dan berbalik keluar rumah.

"Mau kemana kamu, Al?" cecar Ronald melihat Alzer kembali menaiki motornya.

Alzer hanya diam saja, memerintahkan satpam untuk membuka gerbangnya dan melaju meninggalkan pekarangan rumah.

"Enam hari lagi menuju pertunanganmu dan Loren!" sayup-sayup Alzer mendengar teriakan Ayahnya.

Loren yang tidak sengaja melihat pertengkaran antara Alzer dan Ronald terisak kecil, Loren hendak memberikan kue coklat untuk Alzer dari Ibunya tapi, kakinya berhenti dibalik pintu dan memilih mengumpat dibelakang guci besar ketika mendengar suara pipi yang ditampar.

Apa semua masalah ini gara-gara aku? Batin Loren, ia membungkam mulutnya agar isakannya tidak terdengar oleh Ronald.

Alzer memarkirkan motornya didepan cafe, ia berjalan santai memasuki cafe hingga beberapa pelayan yang melihatnya segera membungkuk hormat.

"Coffe americano." ucap Alzer pada salah satu pelayan.

Ia mendudukkan diri dikursi paling pojok cafe ini, membanting ranselnya ke atas meja dan menenggelamkan kepala diatas ransel hitam miliknya.

Isi kepalanya berkecamuk hingga membuat Alzer merasa sangat lelah, rasanya Alzer ingin mengakhiri hidupnya saja daripada menuruti perintah Ronald untuk bertunangan dengan Loren. Entah apa yang membuat Alzer sangat berat melakukan perintah Ayahnya itu.

Dan lagi, mengingat kejadian masa lalu yang menyakiti Bundanya, emosi Alzer semakin menjadi pada Ronald dan Rahman, Ayah Loren. Sungguh perbuatan mereka tidak bisa dimaafkan, itu lah salah satu mengapa Alzer membenci perjodohan ini.

Itu semua karena dulu Ronald dan Rahman...

"Permisi mas, ini pesanannya." Pelayan cantik itu meletakkan kopi yang dipesan Alzer diatas meja.

Alzer mendongak mengucapkan terimakasih.

Tangannya dengan pelan mengaduk kopi hitam itu, dengan netranya yang setajam belati bergerak-gerak menelusuri setiap sudut cafe ini.

Hingga tangannya berhenti mengaduk ketika pandangannya terjatuh pada dua insan yang nampak asyik mengobrol, mereka bertukar tawa seolah tiada beban dan melupakan kejadian dimasa lalu, Alzer membenci itu.

"Shit! Kenapa cinta gue selalu gagal?" desis Alzer mengacak rambutnya frustasi.

Seketika tubuhnya menegang, baru saja ia mengatakan apa? Cinta? Apakah Alzer telah jatuh hati pada gadis yang sekarang duduk hanya beberapa meter saja darinya?

"Dosa besar apa yang telah gue lakukan, sampai Tuhan membuat perasaan gue terombang-ambing kayak gini?" Alzer tersenyum tipis, menatap pedih dua insan dihadapannya itu.

My Secret (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang