Part 26

1.6K 214 8
                                    


~~~~

Marcel dan Reno menarik tubuh Haidar dari perempuan yang duduk di kursi roda. Tubuh Haidar sudah banyak yang membiru, pukul dari kayu yang menghantam tubuh lelaki jangkung tersebut tak sedikitpun membuat Haidar beranjak dari duduknya.

"Dar, lo harusnya pergi. Bukannya diem aja." Ujar Marcel saat Haidar sudah berdiri agak jauh dari perempuan tersebut.

Haidar menatap Marcel dengan senyum tipis, matanya memang memerah tapi tak menandakan jika Haidar akan menangis. Bella yang ada di belakangnya hanya mampu menangis, dia melihat sendiri bagaimana perempuan cacat tersebut memiliki tubuh Haidar dengan batang kayu lumayan besar.

"Beliau ingin aku mati, Kak. Kalau aku menghindar aku gak bisa mati seperti keinginannya." Gumam Haidar pelan, kepalanya menunduk. Bahkan jambulnya sudah menutupi wajahnya.

Bella segera mendekat ke arah Haidar, tanpa aba-aba Bella memeluk tubuh Haidar. Sesenggukan Bella di depan dada Haidar membuat tubuh Haidar menegang. Dia tak tahu jika ada Bella di sana.

"Bella?" panggil Haidar pelan. Bella mengangguk dengan kepala masih terbenam di dada Haidar.

"Jangan berpikir buruk, Kak. Banyak yang ingin hidup tapi Tuhan menggariskan hal lain, Kakak yang masih hidup dan sehat seharunya tak berkata seperti itu." Tukas Bella dengan isakan pelan.

Haidar membalas pelukan Bella dengan tangan bergetar, pertama kali dia memeluk perempuan setelah sekian lama. Pertama kali Haidar merasakan hangatnya pelukan dari seseorang yang menghawatirkan dirinya. Sudah lama Haidar tak merasakan ini.

Kening Haidar dia tumpukan pada puncak kepala Bella, hidungnya menyentuh kening Bella. Tanpa terasa air matanya menetes untuk pertama kalinya, setelah menekankan dirinya harus kuat, mandiri dan semua bisa di selesaikan tanpa air mata.

Tapi kini fisiknya mengkhianati batin Haidar. Air matanya masih mengalir, napas berat Haidar membuat Reno dan Marcel mengusap punggung lebar teman adiknya.

"Masih banyak yang menyayangimu, jangan berpikiran buruk." Bisik Reno pelan, Haidar mengangguk dan semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Bella.

Marcel menatap perempuan yang sedang duduk di kursi roda, dia menatap ke-empat orang di depannya penuh dendam.

"Kalian siapa? Anak tak berguna itu seharusnya mati. Kenapa kalian menariknya, seharusnya dia mati di tanganku!" Dia menjerit dengan sangat keras.

Jeritan yang membuat Haidar melepas pelukan Bella, dia hendak berjalan mendekat. Namun Reno dan Marcel mencekal tangan Haidar.

"Jangan, Dar. Bahaya, nanti lo kenapa-napa." Cegah Marcel, Reno mengangguk menyetujui ucapan kakaknya.

"Aku tahu, tapi dia butuh aku." Gumam Haidar pelan.

Haidar menarik tangannya, dia jongkok di depan perempuan paruh baya tersebut dengan senyum manis. Bahkan Bella baru kali ini melihat senyum Haidar yang semanis itu.

"Ma, Haidar pamit pulang, ya." Ujar Haidar pelan.

Bella dan kedua kakaknya saling pandang, 'Ma?' panggilan pendek Haidar membuat kepala Bella seperti di kelilingi banyak pertanyaan-pertanyaan rumit.

"Pergi saja, ke alam baka kalau perlu. Ajak si bajingan itu sekalian dan kembalikan anakku. Mereka berdua anakku Haidar, hanya mereka bukan kamu!" Teriaknya dengan mata memerah.

Haidar hanya mengangguk, "Jika aku bisa memilih, lebih baik aku yang mati, Ma. Agar Mama bisa sehat dan ceria seperti dulu." Gumam Haidar.

Tangannya memegang punggung tangan ibunya, tapi dengan cepat Ewyn menampiknya. Jangankan di pegang, menatap Haidar saja Ewyn tak pernah mau.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang