Air mata Bella lagi-lagi menetes, dia ingat betul bentakan Haidar tadi. Bahkan, sakit hatinya masih terasa sampai saat ini."Ngapain?" tanya lelaki jangkung yang berada di belakang Bella.
Suara yang sangat Bella kenali, suara yang tadi membentaknya kini terdengar bertanya seperti biasanya. Apakah Haidar memiliki kepribadian ganda? Atau lelaki hal lain?
"Gak ngapa-ngapain." Jawab Bella pelan.
Haidar mendudukkan tubuhnya di samping Bella, tempat mereka saat ini adalah belakang sekolah. Walaupun tempat tersebut terlihat sangat tak terawat, setidaknya di sana dia bisa menyendiri dan berpikir jernih.
"Aku kira setelah apa yang kita lalui Kak Haidar bisa mempercayai aku," gumam Bella pelan.
Haidar menundukkan kepalanya, dia tak tahu harus merespon Bella seperti apa. Sampai embusan napas panjangnya membuat Bella menoleh.
"Memangnya apa yang kita lalui? Semua terasa sama saja, Bella."
Bella terkejut mendengar ucapan Haidar, begitu mudahnya kata-kata tersebut keluar dari bibir Haidar. Bahkan terlihat seakan tak ada beban sama sekali.
"Kak, kita udah sering cerita-cerita, kita sering pergi bareng. Bahkan Kakak juga pernah menginap di rumahku, kenapa Kak Haidar bilang apa yang pernah kita lalui? Memangnya itu semua aku lalui sendiri? Enggak, Kak!" Jelas Bella dengan napas memburu.
Percayalah, sebuah masalah dapat di selesaikan dengan mudah dan bahkan tanpa emosi oleh gadis. Tapi, saat dia haid. Jangankan masalah, sebuah kesalahan kata kecil saja bisa berbuntut panjang.
"Jangan terlalu percaya pada harapan, Bel. Apa lagi kamu menggantungkan harapan itu padaku. Harapan sudah tak ada di dalam hidupku."
Bella mendongak dan menggigit bibir atasnya menahan isak tangis. Dewi batinnya berkata agar tak menangis, sebuah masalah tak akan selesai jika hanya mengandalkan air mata.
Namun, sisi gelap Bella berteriak agar dia membentak dan melakukan pembelaan untuk dirinya sendiri.
Haidar menatap wajah Bella datar, dia tak tahu harus berkata apa.
Tanpa berkata banyak hal ataupun pamit, Bella berdiri dari duduknya. Tatapan matanya menatap ke arah tembok dengan coretan tangan anak Bina Bakti datar.
Tarikan napas panjang Bella membuat Haidar ikut bangkit dari duduknya. Dia terus menatap Bella tanpa berkedip, gadis tersebut masih bungkam dan tak bereaksi apapun.
"Kamu harus tahu, merubah apa yang sudah lama di tanam itu tak mudah. Aku berusaha keras melindungi diriku sendiri dari kekecewaan, maka dari itu aku tak pernah percaya pada siapapun. Kecuali memang ada bukti kalau dia tak bersalah."
Bella tersenyum miring dan mengangguk, dengan cepat dia menoleh dan mendongak. Wajah Haidar hanya terlihat dari samping dan tertutup poni.
"Tapi apakah Kak Haidar tak percaya padaku? Kakak sudah tahu sifatku seperti apa, kenapa Kakak masih gak percaya sama aku?" tanya Bella sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Bella, bahkan ada orang lain yang aku tahu betul sifatnya, kepribadian dan kebiasaanya. Tapi apa? Dia juga mengecewakanku, Bel. Dia menghianatiku. Dia yang membuatku tak percaya pada siapapun, Bel. Apa lagi kita baru dekat beberapa bulan, sedangkan dia, aku mengenalnya dari kecil. Tapi dia tetap membuatku kecewa apalagi hanya kamu."
Bella semakin menatap Haidar tajam. Napasnya yang memburu dan tak beraturan membuat Haidar hendak menarik pergelangan tangan Bella. Namun, dengan cepat Bella menampiknya.
"Tak bisakah kamu tak menyamakan aku dengannya? Tak bisakah Kakak melihat aku sebagai diriku sendiri? Bukan terbayang-bayang orang lain! Tak bisakah Kak Haidar melihat diriku tanpa teringat masa lalu? Apa Kakak bisa?" jerit Bella frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻
Novela Juvenil~ Zona baper!!! Arbella Atania Januarta, atau yang sering di panggil Bella. Gadis muda dengan tingkat kesopanan dan kelembutan luar biasa. Gadis yang di juluki Miss Perfect oleh anak SMA Bina Bakti. Alister Haidar Mahikam, ketua osis SMA Bina Bakti...