Part 49

1.4K 201 8
                                    

Tatapan kosong dari sorot mata Ewyn membuat Haidar tersenyum tipis. Lelaki dengan wajah datar tersebut tengah mengunjungi ibu tirinya. Walaupun dia tahu Ewyn bukan ibunya, Haidar tetap menganggapnya sebagai ibu. Karena mau bagaimanapun, Ewyn telah membesarkan Haidar walaupun dengan cara yang keras dan penuh kebencian.

"Ma?" panggil Haidar pelan.

Ewyn mendongak dan menatap Haidar tajam, tatapan yang sama setiap dia melihat ada Haidar di dekatnya. Tatapan penuh kebencian dan aura permusuhan sangat kentara dari tatapan mata Ewyn.

"Untuk apa kamu kesini lagi?" teriak Ewyn kencang. Haidar tersenyum manis dan menggeleng, dengan langkah pelan. Haidar mulai berjalan mendekat ke arah Ewyn.

"Jangan mendekat bajingan!"

"Aku tahu kenapa Mama sangat membenciku, aku tahu kenapa Mama sangat ingin aku mati. Itu semua karena Ibuku telah merebut Papa darimu, 'kan? Ma, Ibuku mungkin memang bersalah. Tapi Ibu tak akan pernah melakukan kesalahan jika bukan karena bujuk rayu dari Papa." Ewyn menatap Haidar dan menggeleng pelan.

Walaupun dia gila, tapi dia masih ingat betul kisah masa lalu Haidar. Dia ingat bagaimana Haidar tumbuh dan hidup di masa kecil.

"Ma, aku minta maaf atas kesalahan Ibuku di masa lalu. Aku minta maaf karena beliau telah merebut lelaki yang kau cintai. Aku benar-benar minta maaf untuk Almarhumah ibuku, Ma. Aku mohon maafkan dia. Kau boleh membenciku, tapi kau tak boleh membenci seseorang yang sudah melahirkan ku." Ewyn menatap wajah Haidar dalam diam.

Lelaki yang biasanya berwajah datar tersebut kini berjongkok di bawah kaki ibu tirinya. Tangisnya membuat Ewyn mengepalkan kedua tangannya dengan kencang.

"Aku membencimu, aku juga membenci ibumu. Tapi aku jauh lebih membenci Papamu Haidar, aku membenci semua orang yang berhubungan denganmu. Semua orang yang ada kaitannya denganmu semuanya bajingan, semuanya Haidar. Semuanya!" Teriak Ewyn dengan tangis histeris.

"Kedua anakku meninggal karena Papamu, kalau bukan karena dia lebih memilih wanita lain tak mungkin anakku meninggalkanku, Haidar. Karena bajingan itu anakku pergi." Ewyn bergumam dengan sangat pelan.

Haidar mendongak dan menatap wajah Ewyn dari bawah. Kepala Ewyn yang menunduk membuat Haidar melihat air mata Ibu tirinya dengan jelas.

"Apa yang harus ku lakukan agar Mama memaafkan Ibu Dewi?" tanya Haidar pelan.

"Kematianmu, semua orang yang berhubungan denganmu harus mati, Haidar. Semua orang bajingan harus mati!" Teriak Ewyn dengan tangan mendorong tubuh Haidar.

Haidar tersenyum dan mengangguk, tubuh Haidar masih duduk seperti semula. Dorongan dari Ewyn tak ada apa-apanya bagi tubuh Haidar, kekuatan Ewyn sudah tak seperti dulu lagi. Apalagi dia semakin kurus.

"Mama ingin aku mati? Ma, Mama di dunia ini sudah tak memiliki siapapun. Papa sudah menikah dengan perempuan lain, Eyang Putri dan Eyang Kakung sudah tua. Dia juga akan meninggalkan Mama suatu saat nanti, jika bukan Haidar siapa yang akan merawat Mama? Pikirkan itu, Ma! Aku hanya ingin Mama memaafkan Ibu kandungku. Aku tak ingin apapun, Ma. Aku tak ingin apapun, Ma." Teriak Haidar kencang.

Ewyn menatap Haidar yang tengah menangis dengan sesenggukan sangat keras. Tatapan matanya tak berubah sama sekali, tetap tajam dan penuh kebencian.

"Sebelum mereka semua meninggalkanku, aku yang akan meninggalkannya Haidar. Aku akan meninggalkan mereka semua dengan segera, lebih baik aku mati daripada harus di rawat anak perebut suami orang seperti Ibumu!" Jari telunjuk Ewyn menunjuk tepat di depan mata Haidar.

"Ma, jika Ibuku di matamu sangat bersalah. Apa kamu tak melihat saat ini Papa juga mempunyai Istri lagi saat kondisimu seperti ini, jika memang Ibuku yang bersalah karena merebut Papa. Pasti saat ini Papa ada di sampingmu, dia merawatmu bukannya pergi mencari perempuan lain yang bisa melayaninya. Apakah kau tak melihat siapa di sini yang bersalah, Ibuku memang bersalah, tapi Papa Argi jauh lebih bersalah." Jelas Haidar dengan lembut.

"Haidar, sudahlah. Tak ada gunanya kamu menjelaskan semuanya pada Ewyn, dia gila dan tak dapat berpikir dengan baik. Kamu hanya akan menghabiskan tenaga." Ujar lelaki yang ada di belakangnya.

Haidar tersenyum dan menggeleng, "mungkin dia gila, tapi dia masih dapat berpikir dengan jernih. Buktinya dia masih mengingat setiap orang yang dia benci, Kak."

Reno dan Marcel hanya saling tatap, mereka sedikit ngeri dengan Ewyn. Biar bagaimanapun kewarasan perempuan tersebut terganggu, apapun bisa dia lakukan karena itu semua di luar kendali fikirannya.

"Haidar, ayo pulang. Apa yang kamu sampaikan sudah jelas semuanya." Tukas Sagara yang berada di samping mobil.

Ewyn yang melihat wajah Sagara menatapnya tajam, dia ingat betul wajah tersebut. Wajah lelaki yang beberapa hari lalu menemuinya.

"Ma, aku yang terlihat hidup sendiri justru sekarang punya keluarga dan seorang Kakak. Dia Sagara kakakku. Sedangkan Mama. Saat ini hanya punya Eyang, jadi tolong Mama jangan membenciku lagi. Aku akan merawat Mama sampai sembuh." Haidar terus berucap dengan tangan hendak meraih pergelangan tangan Ewyn.

"Anak bodoh! Apakah kamu tuli? Aku sudah bilang kalau aku akan mati sebelum semua orang mati, bajingan. Aku akan menyusul kedua anakku di surga." Mata Ewyn memerah dengan napas memburu.

Ketiga lelaki yang berdiri tak jauh di belakang Haidar sudah berjaga-jaga. Siapa tahu perempuan gila tersebut melakukan tindak kekerasan di luar nalar.

"Haidar, ayo pulang." Ujar Sagara untuk kedua kalinya. Haidar mengangguk dan bangkit dari duduknya, di belakang kaca jendela rumah Sari. Dia melihat perempuan tua tersebut menangis dalam diam.

"Eyang? Bisa aku bicara sebentar?" Haidar berjalan pelan memasuki rumah dua lantai milik Sari.

"Apa, Nak?" tanya Sari di sela-sela isak tangisnya.

"Waktu itu Eyang pernah berkata, jika kebun yang ada di sini suatu saat akan menjadi milikku. Untuk saat ini, rubah semua tujuan itu, Eyang. Aku bukan cucu kandungmu, aku tak pantas menerima itu semua." Sari menggeleng dan tersenyum lembut.

"Apapun yang terjadi antara kamu dan Mamamu, itu semua tak merubah pandangan Eyang untukmu, Nak. Kamu tetap cucu Eyang, cucu lelaki satu-satunya yang Eyang punya." Air mata Haidar menetes untuk kedua kalinya hari ini.

Tangan keriput dan bergetar milik Sari menarik jemari Haidar dengan lembut.

"Tangan ini lah yang akan merubah nasib warga sini, Eyang percaya akan hal itu, Haidar. Kamu akan menjadi petani sukses. Nak, sabar mu yang sangat luar biasa selama ini pasti mendapat balasan yang setimpal di kemudian hari." Haidar tersenyum dan mengangguk, dengan cepat Haidar menarik tubuh kurus Sari untuk di peluknya.

Sudah sangat lama dia tak memeluk tubuh perempuan lanjut usia tersebut. Perasaan hangat menjalar di dalam benak Haidar. Dari dulu Sari selalu menyayangi Haidar dengan tulus. Padahal Sari tahu jika Haidar bukan cucu kandungnya, bahkan Haidar terlahir dari perempuan yang merebut suami anaknya.

"Haidar, tetap menjadi dirimu yang seperti ini. Jangan dengarkan apapun yang orang katakan tentang masa lalumu. Yang bersalah Ibu dan Papamu, bukan dirimu. Kamu lahir tetap suci, Nak. Dosa ataupun tidak itu milik mereka." Bisik Sari.

"Aku sudah menerima semua takdir hidupku, Eyang. Aku menerima apapun jalan hidup yang sudah Tuhan gariskan."

~~~

Jangan lupa vote dan komen.😘
Salam hangat dari author gigi kelinci.🐰

24 Juni 2021.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang