Part 52

1.4K 183 10
                                    


Keheningan ruang tamu rumah Sari membuat sang pemilik rumah berdeham pelan, Sari mulai tersenyum dengan lembut.

"Saya minta maaf kalau di masa lalu anak perempuan saya membuat kesalahan di hidup kalian, dan mohon untuk di maafkan karena dia sudah berada di alam berbeda dengan kita." Ujar Sari mulai membuka pembicaraan.

Ava tersenyum lembut dan mengangguk,"Iya, Bu. Semua orang di dunia ini pasti punya kesalahan, termasuk Ewyn. Tapi kita juga tak pantas menghakiminya." Jawab Ava.

Sari menatap perempuan dengan dress putih panjang tersebut tak berkedip.

"Kalau boleh tahu, kenapa Ewyn bisa meninggal?" tanya Vano yang sudah sangat penasaran.

Tak mungkin tiba-tiba Ewyn meninggal, padahal baru beberapa minggu yang lalu di temui Haidar dan berkata yang macam-macam.

Flashback ...

"Ewyn, Haidar sudah meminta maaf untuk kesalahan ibunya. Dan dia juga sudah tahu dia sebenarnya siapa kamu," tutur Sari dengan lembut.

Tangan keriputnya mengusapkan kain basah ke tubuh anaknya. Momen paling membuat Sari menderita saat memandikan Ewyn.

"Bu, apakah Haidar akan merawatku nanti?" tanya Ewyn dengan tatapan mata kosong.

Sari duduk di depan Ewyn, tangannya memegang pegangan kursi roda dan tersenyum manis.

"Haidar anak yang baik, Wyn. Dia tahu apa yang harus di lakukannya dan apa yang harus tak di lakukan. Dia mau meminta maaf padamu karena kesalahan orang yang belum pernah dia temui dan orang yang menyebabkan penderitaan di hidupnya itu sungguh luar biasa."

"Coba kamu bayangkan jika anak tiri mu itu orang lain, belum tentu dia mau menerima takdirnya. Di sia-siakan ayahnya, memiliki ibu kandung yang sudah tiada. Dan selalu kamu beri kebencian di kehidupannya dari kecil, kalau mentalnya tak kuat dia pasti akan mencari jalan lain untuk kebahagiaan dan menjadi anak yang badung. Tapi anakmu berbeda, dia lebih menutup diri tentang kondisi keluarganya agar tak ada yang prihatin dengan hidupnya, dia ingin bangkit dan menjalani hidupnya sendiri tanpa belas kasihan dari orang lain."

Ewyn menangis dengan pelan, masa-masa dimana dia membenci Haidar, memakai bahkan menyakiti fisik Haidar kembali berputar di otaknya. Tangannya memukul dadanya sendiri dengan kencang.

"Bu, di sini sakit saat aku habis memukuli ataupun mencaci makinya." Ewyn menunjuk dadanya dengan jari telunjuk. Tangis Ewyn membuat Sari ikut menangis.

"Ibu tahu kalau kamu sebenarnya menyayanginya, tapi dendam mu dan sakit hatimu karena ibunya itu yang membuat kamu tak sadar akan kasih sayang itu, Wyn."

"Bu, setiap Haidar ke sini sakit hati yang aku rasakan kembali, karena ibunya. Tapi saat anak itu pergi, sakit hatiku semakin menjadi kerena aku telah menyakitinya lagi dan lagi, aku kesal dengan diriku sendiri, Bu."

"Wyn, kamu hanya perlu menatap Haidar tanpa melihat masa lalu orang tuanya. Dia tak pernah tahu kesalahan apa yang di lakukan ibu dan ayahnya, dia juga tak ingin terlahir di posisi seperti itu. Tak ada anak yang bisa memilih sebuah kelahiran, Ewyn. Sadarlah, Nak. Kamu membenci ibunya, bukan anaknya. Dan ibunya sudah pergi."

Ewyn mengangguk, dia mengusap air matanya dengan kasar. Tangannya yang bergetar meraih ponsel yang sudah lama tak dia sentuh.

Saat dia membuka layar ponselnya, Ewyn melihat foto dirinya dan Haidar yang tengah duduk berdua. Sebenarnya di foto tersebut juga ada Argi dan kedua anaknya yang lain. Tapi Ewyn memotong foto tersebut dan memilih fotonya dengan Haidar untuk di jadikan walpaper.

"Haidar?" panggil Ewyn saat panggilannya sudah terhubung, dia tak tahu jika nomor telepon Haidar masih tetap sama dari dulu.

"Bisakah kamu memaafkan kesalahan Mama di masa lalu? Mama menyesal karena membenci mu padahal itu semua kesalahan orang tuamu. Tak seharusnya Mama seperti itu, Dar. seharusnya Mama lebih memberimu perhatian karena kondisimu yang seperti itu, bukan malah membencimu."

"Bukan kamu yang salah, tapi Mama." Tanpa menunggu jawaban Haidar, Ewyn sudah memutuskan sambungan teleponnya. Sari yang melihat itu tersenyum manis.

"Lihat, dia yang mengaku salah padahal dia korban dari jalan cerita hidupnya yang sama sekali tak mulus."

Ewyn mengangguk dan tersenyum. Dia teringat kembali sikap Haidar selama dia sakit, orang yang tak pernah meninggalkannya di saat duka adalah Haidar dan orang tuanya. Bahkan suaminya memilih pergi dengan perempuan lain saat dirinya membutuhkan sosok lelaki tersebut.

"Bu, Ewyn mau jalan-jalan nanti sore." Sari yang hendak keluar dari kamar anaknya tersenyum dan mengangguk, Sari sangat senang dengan perubahan anaknya. Kemungkinan besar Ewyn sudah mulai sembuh.

"Sama Ibu, jangan sendiri." Ujar Sari sembari berjalan menjauh.

Flashback off...

Sari menangis dengan sesenggukan, Ava yang melihat itu segera merangkul bahu perempuan yang sudah lanjut usia tersebut.

"Sudah, Bu. Tak apa jangan di teruskan kalau memang tak sanggup." Ujar Ava pelan.

"Bodohnya saya, kenapa waktu itu saya pergi ke dapur dan membiarkan dia sendiri. Padahal saya tahu ada yang tak beres dengan Ewyn, dia pergi sendiri. Para tetangga berkata jika Ewyn menaiki kursi rodanya menuju jalan raya, Bu. Saya tak pernah berfikir jika dia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara seperti itu."

Haidar kembali menangis saat mengingat wajah Ewyn yang membiru karena benturan keras. Padahal Haidar sore itu sudah menuju rumah Sari untuk mengunjungi ibunya, dia sangat senang ketika Ewyn menelpon dirinya dan berkata lembut seperti Ewyn berbicara dengan kakaknya dulu.

"Kak, yang kuat, 'ya." Tutur Bella sembari mengusap paha Haidar pelan. Haidar menggeleng dan segera menarik tubuh Bela untuk dia peluk.

Tubuh Bella menegang untuk beberapa saat, namun dia kembali rileks saat Sagara yang ada di sampingnya berbisik pelan, "biarkan dia mengeluarkan semuanya, Bel. Dia sudah terlalu lama memendam semuanya sendiri."

Bella membalas pelukan Haidar, tangan mungilnya mengusap punggung lebar Haidar dengan lembut.

"Kak, jangan pernah merasa sendiri lagi, 'ya. Kak Haidar punya kita semua. Sebagai keluarga," bisik Bella pelan, Haidar mengangguk masih dengan isak tangis yang terdengar begitu memilukan.

Disti yang baru memasuki area ruang tamu melihat Haidar memeluk tubuh gadis yang tak di kenalinya tersenyum manis. Sedari tadi malam di pemakaman Ewyn tak ada yang bisa menghibur Haidar, bahkan Disti mencoba untuk berbicara dengan Haidar. Namun lelaki tersebut hanya menjawabnya dengan singkat.

"Disti, ke sini." Panggil Reno pelan, Disti berjalan dengan canggung di depan banyak orang.

Tubuhnya mumbungkuk sembari tersenyum manis, saat melewati Marcel. Tangan lelaki tersebut menarik bahu Disti. Reno dan Nufa yang melihat itu melotot tajam.

"Disti, jangan sakiti Hati kedua adikku dengan perjodohan kamu." Bisik Marcel pelan, Disti menatap Marcel dengan heran.

Bagaimana lelaki tersebut mengenal dirinya? Dan juga siapa adiknya?

~~~

Jangan lupa vote dan komen,😘
Salam hangat dari author gigi kelinci.🐰

30 Juni 2021.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang