Part 54

1.5K 193 9
                                    


Haidar duduk di teras rumah setelah acara tahlil selesai, Bella sedari tadi sore tak menemui Haidar sama sekali. Bahkan saat berpapasan pun Bella lebih memilih menunduk dan terus berjalan, tanpa tegur sapa seperti biasanya.

Virgo dan Samuel yang melihat Haidar murung berjalan mendekat ke arahnya. Virgo dan Samuel duduk di antara Haidar, dia sedikit tahu kisahnya dan Disti.

"Kenapa muka lo gitu?" tanya Samuel pelan, tangannya sibuk membuka bungkus rokok yang baru saja di belinya.

"Tak apa, Kak." Jawab Haidar dengan senyum tipis.

Virgo menyandarkan tubuhnya pada badan kursi kayu yang berada di depan rumah Sari. Tangannya sibuk memutar sebatang rokok yang menemani malamnya.

"Dar, tertutup dengan sebuah kehidupan yang di anggap hanya kita yang tahu bagaimana rasanya, pedihnya menjalani setiap hari memang perlu. Karena sebagian orang akan tertawa bukannya membantu kita keluar dari masalah itu. Tapi, bercerita dengan seseorang juga bukan hal yang buruk. Karena berpikir dengan banyak otak dan masukan lebih meringankan beban daripada kita memberatkan pikiran kita dengan masalah yang tak pernah berujung." Jelas Virgo, Haidar menoleh dan menatap lelaki dewasa tersebut tanpa menjawab.

Masalahnya mereka keluarga Bella, tak mungkin dia bercerita tentang masalahnya dengan Bella. Yang ada mereka akan membela Bella, dan itu pasti menurut Haidar.

"Kalau di sini bukan tempat yang tepat, ke perempatan depan duduk sembari menikmati sebatang rokok. Dan bercerita sedikit bukan hal yang buruk." Ujar seseorang yang berdiri di samping kursinya.

Tangan kanannya masuk ke dalam saku celana bagian depan, sedangkan tangan kirinya memegang rokoknya yang tinggal separuh.

"Bener kata Kakak lo, Dar. Ayo, gak usah sungkan kalau sama kita." Samuel menepuk pundak Haidar sebelum bangkit dari duduknya.

Mau tak mau Haidar mengikuti langkah kaki para sepupu Bella. Saat sampai di perempatan, ternyata bukan hanya ada dirinya. Namun juga sepupu Bella yang lain sudah duduk di sana di temani rokok, camilan dan kopi hitam.

Sangat sempurna bagi mereka.

"Dar, mungkin lo belum kenal kita semua. Tapi, semakin lama lo akan kenal kok, kan kita juga bakalan jadi keluarga." Ujar Erfan dengan senyum manis.

Haidar menatap lelaki di sekelilingnya, wajahnya sulit di hafal karena rata-rata mirip dan ada kesan bulenya. Tak seperti dirinya yang Asia asli.

"Ada masalah apa lo sama Bella?" tanya Imanuel. Dia tadi tak sengaja melihat tatapan mata Bella yang terkesan tak nyaman saat bersama Haidar.

Biasanya Bella akan menatap orang terdekatnya dengan binaran mata. Tak datar seperti tadi. Bahkan keluarganya juga baru melihat wajah datar Bella.

"Gak ada masalah apa-apa," jawab Haidar pelan, Samuel menaikan sebelah alisnya.

Tangannya mengulurkan sebungkus rokok yang sudah di buka. Haidar menerimanya dengan cepat, baginya rokok adalah peneman dari dulu.

Semua cucu Bagaskara menanti dengan sabar lanjutan ucapan Haidar. Lelaki tersebut masih menyalakan ujung rokoknya, sampai kepulan asap keluar. Barulah Haidar kembali mendongak di sertai senyum tipis.

"Gue bakalan di jodohin sama cewek tadi, yang namanya Disti. Dan gue bilang sama Bella apa adanya, jadi seperti sekarang." Ujar Haidar sembari menghembuskan asap rokoknya.

Sagara yang melihat wajah frustasi adiknya tersenyum tipis, walaupun dia baru mengenal Haidar yang sudah remaja. Bahkan mereka baru beberapa kali bertemu. Sagara sudah bisa menebak raut wajah adiknya.

"Dar, mau Kakak kasih tahu sebuah rahasia dari Disti?" tanya Sagar menatap Haidar dari bawah, lelaki dengan wajah sangat tampan tersebut duduk di pinggir jalan. Sedangkan Haidar duduk di atas kursi lebar yang terbuat dari bambu.

"Apa?" tanya Haidar dengan alis terangkat sebelah.

"Disti itu pacarnya Reno, mereka udah pacaran selama satu Tahun. Tapi, Disti mutusin Reno beberapa hari yang lalu karena dia mau di jodohin sama kamu. Asal kamu tahu, kematian Tante Ewyn adalah hal yang paling di tunggu oleh Papamu, karena dia merasa punya hak besar terhadap hidupmu. Tanpa dia ketahui kalau kamu sudah menemukan keluarga lain, yaitu Bagaskara." Jelas Sagara panjang lebar.

Yang lainnya hanya menyimak saja, memang apa yang bisa dia lakukan duduk perkaranya saja dia tak tahu.

"Reno bisa punya pacar juga?" tanya Samuel dengan wajah terkejut.

"Yang kau lihat di sungai tadi apa bodoh?" sahut Virgo kesal.

Sedangkan yang lain hanya tertawa, kenapa Samuel gampang sekali lupa dengan sebuah kejadian?

"Sam, lo beneran harus segera nikah sebelum makin pikun." Ujar Marcel yang baru datang.

"Nikah terus, gue tuh heran sama jalan pikiran orang yang kalau ada masalah apa-apa. Terus di kasih solusi nikah, ya karena gue rasa nikah bukan sebuah permainan yang bisa di coba. Apalagi nikah cuma buat menghindari pertanyaan konyol, apa setelah nikah lo gak bakalan dapet pertanyaan lagi. Bahkan lebih sensitive." Jawab Samuel sembari menghembuskan asap rokoknya.

Semua orang menatap Samuel dengan alis bertautan, kenapa tumben sekali Samuel bijak. Apakah dia baru saja mengigau.

"Lo ngomong gitu bukannya anak-anak kagum, yang ada makin mikir lo gak waras, Sam. Percaya sama gue." Ujar Marcel sembari menepuk pundak sepupunya pelan.

Sedangkan Samuel berdecak kesal, memang kalau terbiasa berkata lucu, ataupun menjadi tokok humoris setiap saat. Akan sulit di percaya ketika berkata bijak dan serius.

"Ini kita mau memecahkan masalah Haidar loh, kalian kok malah ngelantur kemana-mana?" tegur Sagara pelan.

"Ya menurut gue sih, mending lo jujur sama Argi, Dar. Kalau lo udah punya Bella dan Dipsi jujur kalau dia udah punya Reno. Memang mereka akan sulit menerima bahkan menentang, tapi gak ada salahnya mencoba jujur untuk kehidupan yang emang tujuan lo." 

"Kak Samuel kedua ini, namanya Disti, Kak Vir. Bukan Dipsi." Koreksi Ardin, sedangkan Virgo hanya terkekeh dan merangkul leher adiknya.

Virgo terlalu menyayangi Ardin, biar bagaimanapun lelaki yang sudah hendak lulus tersebut adalah adiknya.

"Bener kata Virgo, lo harus jujur sama Om Argi. Kalau misal dia gak setuju, tapi itu pasti sih. Lo kalau di ancam sama dia, ingat ya kamu masih punya kita semua. Keluarga Bagaskara." Ujar Imanuel yang sedari tadi diam.

Haidar mengangguk dan tersenyum, ternyata tak buruk bercerita tentang masalah kita pada orang lain. Bukan hal yang menakutkan saat orang lain tahu sebagian kecil beban hidup kita.

"Dar, mulai terbuka sama orang lain, 'ya. Kalau sama orang luar susah. Coba dulu sama kita, jangan terlalu menutup diri dengan dunia. Karena sejatinya kamu juga butuh orang lain untuk menjalani setiap hari di kehidupanmu." Tutur Sagara pelan.

"Makasih, untuk semuanya."

~~~

Jangan lupa vote dan komen,
Salam hangat dari author gigi kelinci.🐰

02 Juni 2021.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang