Cafetaria dengan nuansa alam membuat Bella tersenyum manis, dia tengah menunggu teman-temannya saat ini. Mereka janjian akan bertemu guna membahas tugas rumah mereka. Bisa saja Bella, Lila dan Ririn membahasnya lewat telepon ataupun video call. Tapi menurut mereka hal tersebut kurang efektif.
Ririn juga memiliki adik lelaki yang selalu menjadi biang rusuh, jika belajar di rumah pasti tak akan tenang. Entah adiknya akan menganggu atau bagaimana, yang jelas Ririn tak nyaman.
"Bella, lo kecepetan datengnya." Tukas Lila kesal, sedangkan Bella hanya tersenyum dan menggeleng.
"Kita janjian jam sembilan, dan ini sudah lebih lima menit. Terus kalian bilang aku kecepetan? Please, are you crazy girl?" Ririn dan Lila menatap Bella sebentar sebelum membuka tasnya.
Memang di antara mereka bertiga Bella yang paling on time, bahkan Bella berprinsip. Daripada dia yang di tunggu, lebih baik dia yang menunggu. Keren, kan?
Apalagi jaman sekarang banyak orang berkata sudah berangkat, padahal aslinya masih rebahan dengan ponsel di tangannya. Sebuah kehaluan di dalam otaknya, menyebalkan bukan memiliki teman seperti itu.
"Oke, kita mulai darimana?" Tanya Bella yang sudah siap dengan laptopnya.
"Buka Google dulu, kita cari website yang mencangkup soal-soal kita. Nanti baru deh di rangkum, lebih efektif gitu daripada nyari satu-satu dari berbagai website." Usul Ririn, Bella mengangguk.
Dia segera menyambungkan koneksi Wi-Fi, tak berapa lama internet terhubung Bella segera mengetikkan apa yang dia cari.
"Mampus ini apa dah?" Guman Lila frustasi, Bella yang sedang serius menulis jawaban mendongak.
"Apa La?" Tanya Bella penasaran.
"Stoikiometri, gue kok belum pernah denger."
Bella menarik lembar soal milik Lila, memang di antara satu sama lain soalnya berbeda. Guru mereka meminimalisir mencontek antar murid, jadi hal paling efisien adalah membuat soal yang berbeda.
"Oh, ini ilmu yang memperlajari dan menghitung kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia." Jawab Bella santai, Lila dan Ririn melongo melihat Bella dengan mudahnya menjawab.
"Lo kok tahu? Kan, belum di ajarin," tukas Ririn heran. Lila hanya mengangguk menyetujui ucapan temannya.
"Gue pernah baca buku Kak Marcel sama Kak Reno, dan nemu penjelasan Stoikiometri. Pernah juga baca Wikipedia, karena buku mereka kurang jelas." Bella terkekeh di akhir kalimatnya.
Lila dan Ririn berkedip beberapa kali, untuk apa gadis di depannya belajar hal yang belum tentu di ajarkan suatu saat nanti.
"Buat apa lo dulu belajar tentang itu?"
"Jaga-jaga, kata Kak Reno waktu SMA ada pelajaran itu. Ya udah aku belajar, lagian tinggal baca, kan? Kalian baca novel puluhan sanggup buku pelajaran satu buku aja gak sanggup."
"Gue masih gak paham, Bell. Asli deh,"
Embusan napas kasar Bella membuat Lila nyengir, "bagian mana yang lo gak paham? Gue juga belum terlalu pinter, cuma tahu dikit-dikit."
Saat Lila menunjuk ke arah soalnya, Bella mengambil kaca mata bacanya. Bukan karena mata dia minus, tapi dia lebih nyaman belajar menggunakan kaca mata.
"Stoikiometri itu ilmu yang di dasarkan pada kuantitas. Bisa massa, jumlah mol, volume dan jumlah partikel. Nanti saat kita belajar langsung dari gurunya, pasti akan selalu bertemu dengan koefisien juga."
"Apa lagi itu?" Tanya Ririn frustasi.
"Bentuk perbandingan mol, volume bisa juga jumlah partikel. Koefisien reaksi, menyetarakan reaksi dan produk pereaksi. Menurut ku sih, ini tuh perbandingan jumlah mol zat yang terlibat ke reaksinya itu."
"Otak gue ngebul sama kimia," gumam Lila pelan, Bella hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Dia juga bukan gadis pintar, hanya saja dia suka membaca. Apapun dia baca, bahkan buku bisnis papanya juga.
"Ya Allah, tahu aja kalau habis mikir di suguhi pemandangannya Kak Haidar." Tukas Ririn girang.
Bella menatap keluar Cafe, benar. Disana ada Haidar dan temannya. Tak hanya temannya yang biasa di sekolah, tapi ada yang lain juga. Saat masuk mata Bella fokus melihat jaket mereka, jaket hitam dengan gambar singa duduk di punggungnya.
"Kamu selamat, kamu akan selamat, Dek."
Kata-kata itu selalu terngiang di otak Bella, dia mendengar dengan jelas suara tersebut. Tapi dia tak pernah merasa ada kejadian tersebut di hidupnya.
"Lo kenapa, Bel? Muka lo pucet!" Bella hanya menggeleng dan tersenyum.
Dia segera mengambil jusnya yang ada di atas meja, meneguknya hingga tandas. Namun pusing di kepalanya terasa semakin menjadi.
"Bell, jangan bikin kita takut, Bella ngomong!" Bentak Lila.
Air mata kedua sahabatnya sudah mengalir, wajah Bella yang semakin pucat. Keringat dingin keluar dari tubuhnya, di tambah bibirnya bergetar.
"Bella, bicara dong. Lo kenapa sih?!"
Bella melihat sahabatnya berusaha berbicara, namun yang terdengar di telinganya hanya dengungan seperti lebah. Dia juga melihat pengunjung cafe memperhatikan dia dan sahabatnya.
"Bella kenapa?" Tanya Rey yang baru datang, saat memasuki cafe Haidar dan kawan-kawan melihat adik kelasnya.
Apalagi wajah pucat Bella dan bentakan Lila, mereka tentu bingung dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Gak tahu, Kak. Dia tiba-tiba bengong wajahnya pucat gitu." Jelas Ririn dengan air mata berlomba untuk turun.
Iyan yang melihat itu mengusap bahu Ririn pelan, sedangkan Haidar segera memindahkan tas Bella yang ada di kursi dan duduk di kursi samping gadis tersebut.
"Bella, lo denger gue ngomong?" Bisik Haidar pelan, jemarinya mengusap punggung tangan gadis di depannya.
Sorot mata khawatir sangat kentara dari dalam mata Haidar.
"Bella," panggil Haidar lagi. Bahkan dia sempat mengguncangkan tubuh Bella.
"Bella! Gue gak mau di makan Tante Ava karena buat lo gini. Bell! Sadar dong!" bentak Lila, air matanya yang turun tak kalah deras dengan Ririn.
Lama mereka mencoba berbicara dengan Bella, akhirnya mata yang semula menatap kosong ke arah parkiran kini berkedip. Napas memburu dengan gelengan kepala pelan membuat Ririn dan Lila bersyukur.
"Kalian kenapa?" tanya Bella dengan suara bergetar.
Haidar yang ada di sampingnya menatap Bella heran, apa gadis itu tadi tak sadar.
"Lo yang kenapa? Bengong, tatapan mata kosong, keringet dingin, wajahnya pucet juga."
"Kepala ku pusing, dan suara kalian kayak lebah terbang cuma dengungan doang." Jelas Bella dengan mata memerah.
"Minum, Bel." David menyodorkan sebotol air mineral dingin, saat hendak mengambil air tersebut.
Dengan cepat Haidar mengambilnya dan membuka tutup botolnya, setelah selesai dia menyerahkannya pada Bella. Entah haus atau terlalu syok. Bella meminumnya hingga tandas.
"Lo mau gue anterin ke Dokter?" tawar Haidar dengan wajah khawatir.
"Gak usah, Kak. Rin telpon Kak Reno suruh jemput gue." Gumam Bella pelan, Ririn mengangguk dan segera menghubungi kakak sahabatnya.
~~~~
Selamat pagi, jangan lupa vote dan komennya.😘 saling membantu ya🥰
Salam hangat dari author gigi kelinci.🐰
![](https://img.wattpad.com/cover/245519730-288-k854143.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻
Roman pour Adolescents~ Zona baper!!! Arbella Atania Januarta, atau yang sering di panggil Bella. Gadis muda dengan tingkat kesopanan dan kelembutan luar biasa. Gadis yang di juluki Miss Perfect oleh anak SMA Bina Bakti. Alister Haidar Mahikam, ketua osis SMA Bina Bakti...