Part 8

2.5K 273 10
                                    

Jas sekolah berwarna hitam yang berkibar lantaran terpaan angin membuat Ava menatapnya dengan alis bertautan. Dia tak pernah melihat jas ukuran besar tersebut, memang jas tersebut jas sekolah SMA Bina Bakti.


Namun, yang menjadi permasalahan adalah ukuran jas almamater itu. Ukurannya hampir sama dengan milik Reno. Ava mengira jika jas itu adalah milik Reno. Tapi Reno sudah tak bersekolah disana, bagaimana bisa jas tersebut di cuci. Ava masih terus menatap jas yang berkibar tanpa berkedip.

Sampai, pelukan hangat dari arah belakang membuat Ava menoleh. Biasanya Ava akan tersenyum saat di peluk Melvi seperti itu. Tapi kali ini berbeda, tatapan mata Ava masih sama seperti tadi. Tak ada perubahan sama sekali. Melvi yang heran berdeham pelan, tujuannya untuk mengalihkan perhatian Ava.

"Kamu ngelihatin apa sih, sayang?" tanya Melvi dengan alis bertautan. "Ini jas sekolah siapa ya, Pa?" jawab Ava dengan tatapan mata tak beralih dari fokus pandangnya.

Melvi ikut melihat apa yang membuat istrinya sangatlah fokus, dahinya mengernyit heran. Dia juga tak pernah melihat jas sekolah tersebut. Tanpa banyak basa-basi, Melvi berjalan mendekat ke arah jas almamater tersebut.

Dia memperhatikan dengan seksama sama seperti apa yang dilakukan Ava tadi.

"Alister Haidar M?" gumam Melvi pelan, Ava mendekat ke arah suaminya dengan cepat.

Dia ikut penasaran dengan apa yang di baca suaminya, saat dia tahu apa yang di lihat Melvi. Ava menyunggingkan senyumnya dengan manis, dia akan segera mengetahui siapa sosok Alister tersebut. Usia putrinya sudah menginjak angka enam belas tahun dan dia belum pernah melihat putinya jatuh cinta maupun menyukai sosok lelaki. Namun saat ini.

"Sebentar lagi kita akan tahu, siapa Alister itu, Pa. Jangan meragukan jiwa kepo Mama yang sudah tingkat dewa ini."

Senyum miring dengan wajah pongah Ava membuat Melvi menggeleng dengan senyuman kecil menghiasi bibirnya. Dia sudah terbiasa dengan gaya kehidupan absurd istrinya, berpacaran empat Tahun lalu menikah hingga di karuniai anak dan satu cucu membuat Melvi sudah hafal sifat istrinya. Bahkan dia mengingat di luar kepala.

"Kamu mau cari tahu kemana? Sudahlah, Va. Jika tak mengganggu sekolah Bella biarkan saja, toh kita dulu juga sudah pernah merasaknnya." Tutur Melvi dengan kesal, Ava menatap tajam suaminya. Memang dia tahu jika jatuh cinta itu tak salah, tapi Ava hanya ingin memastikan sosok seperti apa yang sedang dekat dengan anaknya. Apakah pilihan anaknya tepat?

"Nanti Mama tanya ke Kak Malia saja," ujar Ava sebelum beranjak dari tempatnya. Melvi hanya menggeleng dengan senyum tipis.

~~~~

Senyum maut wanita paruh baya yang ada di depan pintu membuat gadis remaja yang baru turun dari mobil kakeknya mengernyitkan dahi heran, ada apa dengan Ava?

Tak biasanya dia tersenyum selebar dan semanis itu. Memang Ava tergolong orang ramah, baik hati dan tak memiliki dendam. Tapi jika sudah tersenyum seperti itu patut di curigai, banyak hal yang dapat Ava sembunyikan.

"Kamu kenapa, Va?" tanya Bayu yang sama herannya dengan sang cucu. Ava menggeleng masih dengan senyum manis menghiasi bibirnya, Marcel yang baru datang dengan anaknya sama herannya.

"Bella, kamu masuk terus mandi, makan habis itu istirahat. Kamu capek, kan?" Bella mengangguk dan bergegas memasuki rumah, di ikuti orang tua, kakak dan kakeknya.

Dinginnya AC ruang tamu menyambut kedatangan keluarga Januarta, sudah lama mereka tak berkumpul seperti sekarang. Karena kesibukan Bayu dan Saras di Colombia, mereka jarang berkumpul seperti sekarang. Pabrik minuman anggur yang di dirikan Melvi di negara asal orang tuanya berkembang pesat.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang