Part 17

1.8K 215 25
                                    


~~~~

Melvi dan Ava tengah duduk berhadapan di ruang keluarga rumah mereka. Wajah Melvi datar seperti biasa, namun wajah Ava yang pucat membuat Melvi kembali menarik napasnya dalam. Dia tak tahu apa yang ada di dalam otak istrinya, karena sedari tadi pulang kerja. Ava tak berbicara sedikitpun, tapi sorot mata yang resah dan takut membuat Melvi menebak jika istrinya tengah ada masalah.

"Va, aku bukan dukun, bukan cenayang apa lagi peramal. Jadi, ngomong ada apa?" tanya Melvi untuk kesekian kalinya.

Ava menggigit bibir bawahnya dengan wajah cemas, Melvi hyang sudah kesal hendak meninggalkan tempat duduknya. Karena dari tadi dia belum mandi.

"Ava hamil, lagi." Cicit Ava pelan.

Melvi menatap Ava dengan binar mata yang sangat kentara, Ava yang melihat keantusiasan Melvi bukannya ikut senang. Dia justru menangis. Bahkan samapai sesenggukan.

"Kok malah nangis?" tanya Melvi heran.

"Mel, Ava udah 46. Ava takut kalau gak kuat melahirkan normal, apalagi Bella juga gak mau punya adik."

Melvi menghembuskan napasnya panjang, dia segera duduk di samping istrinya. Lalu tangan kanannya menarik tubuh istrinya.

"Kalau masalah melahirkan kita bisa konsultasi sama Kak Andre, tapi untuk masalah Bella kita akan memberinya pengertian sedikit-sedikit dan secara perlahan." Jelas Melvi menangkan.

"Ava takut Bella marah,"

"Va, Bella anak yang sopan dan tak pernah membentak bahkan memarahi orang tuanya. Aku yakin dia akan mengerti, jangan meragukan kebaikan, ketulusan Bella. Dia persis seperti mamanya." Ujar Melvi dengan senyum manis.

"Dia lebih baik dari Ava."

"Gak ada anak baik, sopan dan pintar tanpa didikan ibunya. Kamu hebat, bisa membuat Bella menjadi pribadi yang sebaik sekarang. Jiwa pemaafnya sangat besar seperti kamu."

Ava tersenyum manis dan mengangguk. Tak ada masalah yang tak dapat di pecahkan, semua akan membaik saat dua pemikiran yang berbeda berdiskusi untuk mencari jalan tengah.

-----

Makan malam yang terasa sangat hening di kediaman Melvi, membuat Marcel merasa heran. Biasanya Ava paling banyak bicara dan bawel terhadap ketiga anaknya. Namun kini ibu tiga anak tersebut terlihat lebih diam dari biasanya.

Marcel yang merasa heran berdeham pelan, karena hanya dia yang sudah selesai makan. Memang Marcel dan Melvi akan menjadi orang paling cepat dalam menghabiskan makanan.

"Ma?" panggil Marcel pelan.

Ava yang merasa namanya di panggil menoleh dan menaikan sebelah alisnya, dia sedang malas berdebat dengan puta pertamanya.

"Lagi sakit? Dari tadi kok diem aja." Ava menghembuskan napasnya panjang.

"Marcel, Reno dan Bella. Papa sama Mama mau bicara sama kalian, tapi habiskan dulu makanannya." Ujar Mevi menyela ucapan yang akan keluar dari bibir Ava.

Ketiga anak Melvi saling pandang sebelum mengangguk, namun perasaanya tak enak. Apalagi saat melihat wajah sendu dan tak bersemangat milik Ava.

Dua puluh menit berlalu, kini Melvi, Ava dan ketiga anaknya sudah duduk di ruang keluarga. Tatapan mata anak-anak Ava membuatnya menelan ludahnya susah payah.

"Pa, semakin lama kalian diam. Kita semakin penasaran dan khawatir." Celetuk Reno yang sudah jengah dengan diamnya mereka.

Melvi menggenggam jemari istrinya yang terasa dingin, Bella yang berada di tengan-tengah kakaknya hanya menatap kedua orang tuanya dalam diam. Posisi duduk yang saling berhadapan membuat Bella melihat semua aktivitas orang tuanya, walaupun interaksi kecil.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang