Part 22

1.7K 215 4
                                    

Lemparan baru dari tangan gadis mungil yang tengah duduk di bawah pohon membuat lelaki yang tengah memperhatikannya tersenyum tipis. Entah karena dalam mood buruk atau yang lain, tapi sejak tadi Bella duduk di bawah pohon mangga belakang sekolahnya. Sudah lebih dari satu jam, dan selama itu pula Haidar berdiri tak jauh dari posisi Bella.

Haidar menyandarkan punggung lebarnya pada tembok yang berada di belakang tubuh Bella. Memang jaraknya hanya sekitar tiga meter. Entah Bella terlalu fokus, atau Haidar yang sedari tadi tak menimbulkan suara. Bella sama sekali tak tahu jika Haidar berdiri di belakangnya.

"Kak Haidar?!" gumam Bella saat berbalik badan.

Gadis dengan seragam putih hitam tersebut nampak terkejut. Sangat terlihat dari air mukanya, mata melotot, bibir melongo, dengan kedipan mata dalam tempo cepat.

Haidar tersenyum tipis, kaki panjangnya melangkah mendekat ke arah Bella.

"Ngapain, Kak?" tanya Bella saat sudah sadar dari keterjutannya.

"Jaga-jaga, siapa tahu ada yang mau bunuh diri." Bella mendongak dan mencibir dengan kesal.

Disini hanya ada mereka berdua, yang di maksudkan Haidar pasti dirinya. Tak mungkin Haidar mengawasi dirinya sendiri.

"Cuma cari angin segar kok, bukan mau bunuh diri." Bantah Bella saat.

Haidar tersenyum tipis dan mengangguk, kepalanya menunduk dan menatap wajah ayu Bella. Rambut yang semula panjang sampai pinggang kini hanya sebatas bahu. Entah kapan Bella memotong rambutnya. Tapi saat ini rambut gadis tersebut sudah pendek.

Rambut dengan warna hitam milik Bella semakin membuat gadis itu terlihat imut. Pipi chubby, bibir kecil berwarna pink, hidung tak terlalu mancung. Dari samping Bella terlihat lebih imut.

"Bukan waktu yang tepat di jam pelajaran untuk mencari angin segar disini, ada apa?" Bella mengigit bibir bawahnya pelan.

Dia ragu untuk berkata sejujurnya dengan Haidar. Lelaki yang notabennya ketua OSIS tersebut pasti akan menceramahinya.

"Pelajaran seni budaya, praktik nyanyi sama main alat musik. Aku gak bisa main alat musik. Tapi aku mau nilai ku full."

"Jika mau nilai full, harus menerima resikonya. Dan resikonya ya itu, belajar." Haidar menyerahkan permen coklat dengan bungkus berwarna coklat putih.

Bella menatap permen tersebut dengan senyum miring, jemari mungil milik Bella menerimanya dengan senang hati.

Permen yang awalnya ada di genggaman Bella, kini ada di dalam mulutnya. Senyum Bella terbit saat merasakan manisnya permen coklat. Jika di rumah, Bella akan di batasi saat memakan snack atau makanan cepat saji. Melvi lah yang melarang Bella memakan itu semua.

"Mau aku ajari?" Haidar menoleh dengan senyum tipis.

Bella melotot, dia berdeham pelan dan mengangkat kepalanya guna menatap Haidar yang memang lebih tinggi darinya.

"Gak usah, aku gak enak, Kak." Ujar Bella dengan senyum manis.

"Daripada nilai jelek,"

Bella berfikir untuk beberapa saat, dia mengangguk membenarkan ucapan Haidar. Dia paling anti mendapat nilai jelek, target nilai tinggi Bella bukan tanpa sebab.

Kedua kakaknya adalah sosok yang pintar, dan Bella tak mau Melvi maupun Ava tak bangga dengan prestasinya. Maka dari itu Bella terus belajar dan mengasah otaknya agar mau bekerja sama dengan keinginan hatinya. Yaitu membanggakan orang tuanya.

"Besok minggu, kita ke rumah yang kemarin. Praktik kamu di undur, gurunya lagi cuti. Suaminya sakit di Kalimantan."

"Kok Kak Haidar tahu?" tanya Bella heran.

"Aku ketua OSIS, kalau kamu lupa."

"Sombong,"

~~~~

Pada siang hari, Bella dan Haidar telah sampai di rumah sederhana yang berada di tengah hutan. Namun kali ini mereka tak hanya berdua, Ririn dan Lila juga ikut bersama mereka.

Teman-teman Haidar yang lain juga akan datang, tapi mereka masih membeli makanan untuk peneman mereka mengobrol nanti. Sangat mulai bukan?

Lila menurunkan standar motornya, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Dia seperti berada di dunia lain. Pohon menjulang tinggi, semak-semak yang juga di tumbuhi bunga. Membuat Lila semakin takjub.

"Kalian sering kesini?" tanya Ririn menatap Bella dan Haidar bergantian.

"Dua kali. Kenapa?" Bella berjalan mendekat ke arah Ririn dan Lila yang masih berada di halaman.

"Di sini sepi loh, kalian gak takut ada setan lewat terus bisik-bisik hal gak baik tapi rasanya nikmat?" Bella melotot mendengar ucapan Lila.

"Bismillah head shoot."

Telapak tangan Ririn mendarat sempurna di punggung Lila. Mulut sahabatnya semakin lama semakin tak tertolong, bicaranya juga semakin vulgar.

"Ririn sakit! Lo gak punya ahlak?!" jerit Lila kesal.

Saat akan menjawab ucapan Lila. Tiba-tiba suara deru motor menghentikan ucapan Ririn, dia menoleh dengan wajah sumringah.

"Lil, ada Kak Rey. Lo gak tebar pesona?" tanya Ririn berbisik.

"Cem-cemannya si Anggi, gue mundur saingan sama mak lampir." Kekehan kecil Ririn menarik perhatian Bella.

Dengan langkah pelan, Bella mendekat ke arah kedua temannya. Dia memajukan wajahnya dan menaikan sebelah alisnya. Ririn dan Lila saling pandang sebelum terkekeh pelan.

"Lo cute banget sih, jadi pengen bawa ke laut." Lila menekan kedua pipi Bella dengan gemas.

Haidar yang berada tak jauh dari ketiga adik kelasnya tersenyum tipis. Haidar berjalan pelan ke arah adik kelasnya, tangan Haidar menarik cubitan Lila pada pipi Bella.

"Kasihan." Ujar Haidar dingin, Bella dan kedua teman perempuannya menatap kakak kelasnya tak berkedip.

Rey, Iyan, Riyan dan David yang baru datang terkekeh pelan. Dia melihat bagaimana cara Haidar memperlakukan Bella. Berbeda dengan cara dia memperlakukan orang lain.

"Ehem, yang lagi jatuh cinta, eh." Goda Iyan dengan tawa menggelegar.

~~~

Jangan lupa vote dan komen, tolong kerja samanya.
Salam hangat dari author gigi kelinci.🐰

26 Januari 2021.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang