Part 34

1.6K 223 23
                                    

Bella terduduk di atas tikar dengan wajah termenung. Entah apa yang dia pikirkan, yang jelas saat ini lampu rumah Mbok Sri sudah di matikan. Ava dan keluarga Mbok Sri juga sudah tidur.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Namun mata Bella tak mau terpejam sama sekali. Bella yang merasa sudah kesal dengan dirinya sendiri. Akhirnya memilih keluar rumah, dan ikut duduk dengan kedua kakak dan papanya.

Melvi, Marcel dan Reno yang melihat Bella belum tidur tentu heran. Tumben sekali Bella belum tidur, padahal ini sudah larut sekali.

"Kok belum tidur?" tanya Melvi, Bella menyandarkan kepalanya ke pundak Marcel.

Duda satu anak tersebut mengusap punggung tangan adiknya tanpa di minta. Melvi yang melihat itu tentu senang, dia sangat menyayangi Bella.

Saat melihat Bella, Melvi seperti melihat Ava di waktu muda. Namun, Bella tak semanja Ava. Jika dulu Ava sangatlah manja dan semua keinginannya harus di turuti, berbeda dengan Bella. Gadis tersebut akan menabung jika sudah lelah dan ingin segera memiliki suatu barang. Barulah Bella meminta uang pada orang tua maupun kakaknya.

"Kepikiran suatu hal," gumam Bella pelan.

Marcel menaikan sebelah alisnya dan menatap Melvi yang ada di depannya. Lelaki paruh baya tersebut mengangkat bahunya dengan wajah datar, dia juga tak tahu apa yang terjadi dengan putrinya.

"Masalah Haidar?" tanya Reno sembari menyesap teh hangat dari cangkir.

"Iya, cuma aku akhir-akhir ini sering banget mimpi aku ada di dalam mobil yang terbakar, Kak."

Melvi, Marcel dan Reno bukannya menjawab ucapan Bella. Tiga lelaki sama tampannya tersebut justru terdiam, mereka bingung harus menjawab seperti apa.

"Itu cuma mimpi, Bel." Cetus Melvi lembut. Bella menatap papanya dan mengangguk pelan.

Mungkin benar apa kata Melvi, jika itu hanya bunga tidur. Sebenarnya di dalam diri Bella ada hal yang sangat mengganjal. Setiap Bella bercerita pasal mimpinya, orang tua ataupun kakaknya akan berkata jika itu hanya mimpi.

Tapi dari raut wajah keluarga Melvi yang selalu datar ataupun terkejut. Membuat Bella penasaran, apakah ada yang di sembunyikan oleh keluarganya? Atau itu hanya prasangka buruk Bella karena mendengar cerita retaknya keluarga Haidar?

"Bel, kamu tahu, 'kan. Kondisi keluarga Haidar seperti apa, Kakak harap kamu tak mengecewakannya. Kita berhutang budi padanya, Bel."

"Hutang budi apa?" tanya Bella terkejut. Dia menarik kepalanya dari bahu Marcel dan menatap Reno sangat intens.

Entah dari mana keluarganya tahu tentang kehidupan Haidar. Yang jelas, interaksi keluarganya dengan Haidar sangatlah baik. Padahal dari dulu Melvi tak suka jika Bella berteman dengan lelaki di luar sana.

Tapi, berbeda saat Bella berteman dengan Haidar. Melvi justru berperilaku baik, dan terlihat sangat menyayangi Haidar. Walaupun wajahnya datar, Bella tahu jika Melvi memiliki hati yang sangat baik.

"Kamu tak perlu tahu, itu urusan orang tua. Kamu tidur, Bel. Besok ikut Mbok Sri ke pasar. Siapa tahu nanti kamu mau tinggal di sini." Ujar Melvi santai, Bella menyatukan kedua alisnya dengan pandangan heran.

"Kenapa aku harus tinggal di desa?"

"Siapa tahu suami kamu orang sini, 'kan?" Goda Marcel dengan kekehan kecil.

"Aku gak mau, ya. Paling kalau di desa jadi istrinya petani." Dengkus Bella kesal.

Melvi tersenyum miring, memang di usia Bella jabatan dan pekerja kantoran adalah paling mendambakan. Tapi, saat dia sudah besar. Kemungkinan pemikirannya akan terbuka dan tak berpatok jika suami idaman adalah pekerja kantoran dengan dasi melingkar serta jas rapi sepanjang hari.

T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang