Bella dan Haidar tengah duduk di kursi yang berada di balkon. Duduk berdampingan dengan genggaman tangan yang menghangatkan bagi Bella.
Haidar tahu jika Bella masih kurang enak badan, bahkan demamnya belum turun sama sekali. Maka dari itu Haidar menggenggam tangan Bella dengan usapan yang sangat lembut.
"Bel, berdiri sama aku, 'ya. Berjalan sama aku, kalaupun ada batu yang menghalangi jalan kita. Ayo kita angkat sama-sama, kita singkirkan semua penghalang di depan jalan kita. Bersama, bukan hanya aku. Tapi juga kamu."
Bella menarik napasnya dalam, kepalanya masih sedikit pusing. Apalagi hawa dingin yang timbul karena hujan mulai turun. Walaupun sudah mengenakan jaket, celana panjang dan kaos kaki. Tetap saja Bella merasa dingin.
"Aku gak tahu." Gumam Bella pelan.
Haidar menoleh menatap Bella, genggaman tangannya terlepas berganti dengan merangkul bahu gadisnya. Bella yang terkejut segera menatap Haidar tajam.
"Bel, kamu tahu kondisi ku seperti apa. Bukan hanya sekarang, tapi di masa lalu juga. Aku berdiri sendiri untuk menyingkirkan penghalang di kehidupanku. Dan aku lelah melakukannya sendiri." Ujar Haidar lembut.
Bella menelan ludahnya susah payah, mereka tak pernah berbicara dengan jarak sedekat itu. Biasanya duduk pun masih di kasih jarak. Bukannya mepet sekali seperti sekarang.
"Kakak gak suka sama Disti?"
"Memangnya aku pernah bilang kalau suka sama Disti? Aku rasa tak pernah, Bel."
"Waktu itu di sungai? Kakak bilang mau berjuang sama orang yang terbaik. Dan menurutku pilihan orang tua itu yang terbaik, Kak. Bukankah jawabannya Kakak akan berjuang bersama Disti?" tanya Bella menggebu.
Haidar menaikan sebelah alisnya, bibirnya tersenyum tipis dengan embusan napas panjang. Bella yang melihat reaksi Haidar mengerutkan dahinya.
"Apakah kamu tak berfikir jika orang yang aku sebut terbaik itu kamu. Bukan orang lain, Bel."
"Aku?" tanya Bella sembari menunjuk dirinya sendiri.
Haidar terkekeh pelan dan mengangguk, Bella semakin heran. Kenapa Haidar sekarang mudah sekali tertawa. Bahkan dia juga berbicara panjang lebar.
"Bel, gadis yang baik adalah gadis yang mau menerima mu di saat tersulit dan akan tetap di sisimu di saat terburuk."
"Dan lelaki yang baik itu, lelaki yang tak menyingkirkan gadisnya di saat kehidupannya sudah berada di puncak paling baik." Sahut Bella cepat, Haidar yang tadinya hendak melanjutkan ucapannya jadi terdiam.
Haidar tersenyum lembut dan mengangguk, senyum yang tak pernah luntur dari bibir Haidar. Senyum rasa bahagia karena Bella mau berbicara dengannya.
"Mau melangkah bersamaku?"
"Iya, boleh aku bertemu Om Argi untuk berbicara masalah Disti?" tanya Bella ragu-ragu.
Wajah Haidar yang awalnya sumringah kini kembali datar, bahkan rangkulan tangannya juga terlepas.
"Aku mengajakmu berjalan bersama bukan untuk bertemu Papaku, Bel."
"Kenapa? Bukankah saat aku bertemu dengannya dan berbicara masalah kita dia akan mengerti?"
"Bel, dia tak semudah itu untuk di ajak berbicara. Dia terlalu kolot,"
"Apakah sifat itu menurun pada dirimu, Kak?" tanya Bella dengan wajah serius.
Haidar menunduk untuk menatap ujung sendal rumahan milik Melvi yang tengah dia pakai. Rasa grogi membuat Haidar mengalihkan perhatiannya.
"Kamu akan tahu jika sudah mengenalku lebih dekat, aku tak mungkin mendeskripsikan diriku sendiri untuk membuat orang lain terkesan ataupun tak suka dengan diriku, Bel." Jelas Haidar dengan tatapan mata mengarah pada rintik hujan yang jatuh membasahi dedaunan di balkon kamar Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
T̶h̶e̶ S̶e̶c̶r̶e̶t̶ 𝓗𝓪𝓲𝓭𝓪𝓻
Teen Fiction~ Zona baper!!! Arbella Atania Januarta, atau yang sering di panggil Bella. Gadis muda dengan tingkat kesopanan dan kelembutan luar biasa. Gadis yang di juluki Miss Perfect oleh anak SMA Bina Bakti. Alister Haidar Mahikam, ketua osis SMA Bina Bakti...