✳️ 3 : Keluarga Wynter, Lagi - 2 ✳️

112 22 5
                                    

Seperti perjalanan sebelumnya, kami menggunakan tranportasi yang tersedia. Salah satunya kereta kuda punya Arsya.

Kedua putri Wynter duduk menghadap kami, dengan tatapan dingin tentunya. Sesekali kulihat mereka berbisik dan seolah sengaja memperlihatkannya. Untuk apa?

Aku melirik ke sebelah kiri. Mereka terlelap dengan tenang meski tampak sediki terganggu dengan dengkuran Safir. Tapi, tentu saja Darren tidak keberatan atau justru sudah lelap sehingga tidak mendengar sama sekali.

"Jadi." Arsya memulai obrolan, kali ini rambut hitamnya diikat ke bawah dan lebih panjang dari terakhir kali aku menjumpainya. "Sejak kapan kalian saling mengenal?"

"Siapa?" sahutku.

"Kamu dan yang tidur itu." Arsya dengan enteng menunjuk Darren dengan kipas merah tuanya.

Enak sekali dia bicara.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku," kata Arsya lagi sambil mengipasi diri. Suaranya terdengar anggun lagi sopan meski ucapan berbanding terbalik.

"Beberapa hari," jawabku singkat. Maksudku, Darren hanya kukenal dalam beberapa saat sementara Safir sudah bertahun-tahun tapi jarang bertemu. Rasanya hampir sama.

Arsya kemudian melirik Ariya. Keduanya seperti berdiskusi melalui bisikan.

"Aku bisa menangkap jin itu sementara mereka yang tidur ini akan menangkap lalu membakarnya kalau bisa," ujar Arsya.

"Dari mana kalian tahu soal Zibaq dan permasalahan ini? Aku tidak melihat kalian ke sini," tanyaku.

"Kami hanya berkunjung ke sini," jawab Arsya.

"Menumpang lewat lebih tepatnya," timpal Ariya.

"Kalian bertamasya?" tebakku.

Arsya membalas dengan nada pelan seakan ini rahasia. "Kami hendak menjenguk Elya, adik kami yang sedang berguru di Danbia sana."

"Aku belum pernah mendengar nama itu," sahutku.

"Tentu saja, dia sudah lama dititipkan di sana," balas Arsya. "Oh ya, dia setahun lebih tua darimu, Reem."

Aku hendak bilang kalau aku tidak mau lagi dipanggil begitu. Tapi, sudahlah, kalau telanjur mau bagaimana lagi.

"Berarti dia anak ke ..." Aku menghitung daftar anak-anak Wynter. "Kelima?"

"Ya," jawab Arsya dan Ariya berbarengan.

"Bisa dibilang dia sebentar lagi resmi menjadi asisten dari gurunya itu." Arsya menambahkan.

"Siapa gurunya?" tanyaku.

Arsya menjawab, "Robert Thomson."

***

"Itu kampungnya." Ariya menunjuk ke luar jendela.

Tibalah kami di sebuah erumahan yang terlalu megah untuk disebut kampung. Rumah-rumahnya terbuat dari batu bata serta ditata rapi tanpa pelindung, menunjukkan betapa amannya tempat ini atau bisa jadi ada pengaman yang lebih efektif dari dalam rumah.

Darren turun terlebih dahulu kemudian disusul aku dan Safir. Sementara kedua putri bangsawan memerhatikan sekitar dahulu baru menyusul.

Kudanya diikat pada sebuah pohon dan diberikan segerobak makanan bagi mereka. Keduanya masih saja memastikan tangan tetap bersih selagi memberi makan hewan itu dengan menggunakan sihir sederhana.

"Kalian diam saja di sini," pesan Ariya kepada dua ekor kuda yang membawa kami. "Kalau berani kabur, kalian bakal mati mengenaskan."

Aku tidak suka membayangkan dari mana asal kedua kuda itu.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang