✳️ 3 : Keluarga Wynter, Lagi - 3 ✳️

111 21 2
                                    

Kami terlempar begitu rumah dilahap api. Tubuhku terempas seakan jatuh dari langit sementara api biru dan merah menghiasi pandangan. Begitu tiba di luar, kudengar jeritan warga memekakan telinga.

Aku berpegangan erat dengan Darren selagi api biru dikendalikannya. Aneh, aku bahkan tidak merasakan panas sama sekali. Padahal api biru jelas lebih mengerikan dibandingkan yang merah.

Darren membawaku ke tempat yang tidak tersentuh api meski hanya beberapa meter saja. "Jaga diri."

Setelah mengucapkan itu, dia kembali menghadang Ascella yang tidak jelas rupanya sekarang di balik kobaran api.

Tubuh Darren menjelma menjadi raksasa dalam wujud api biru. Mengaum selagi melepas kekuatannya. Rerumahan terbakar, beberapa jeritan perlahan lenyap, ditambah dentuman keras datang dari setiap langkah kaki mereka. Itulah Gigantropy. Raksasa dalam wujud elemen. Melawan Ascella yang mengendalikan api.

"Tolong! Tolong!"

Jeritan itu terus tergiang hingga saat ini. Membuatku kembali terbayang di hari pertama Mariam datang ke rumahku. Hari di mana semua berawal.

Api merah menguasai pandangan, bahkan hanya itu yang bisa kulihat di antara rerumahan yang terbakar. Selagi warga berjuang menyelamatkan diri, sebagian terlahap menyisakan jeritan pilu. Mereka tidak berdaya.

Beberapa orang bermunculan. Mereka menyerukan sesuatu yang tidak kudengar jelas akibat membuyar di antara suara jeritan. Api merah memadam, tapi berpindah ke rumah sebelahnya ketika tersentuh air yang keluar dari kumpulan penyihir pemadam kebakaran.

Aku terpana selagi menyaksikan langit dihiasi potongan hitam bekas pembakaran. Menyisakan segala kenangan yang telah mereka tinggalkan selama ini, pupus sudah. Jeritan memenuhi telinga selagi mereka berebutan hendak menyelamatkan diri. Mengabaikan harta benda bahkan orang lain.

"Api! Api!"

"Gigantropy!"

"Sihir! Sihir!"

Brak! Seseorang menabrakku.

Aku mencoba menghindari potensi tabrakan lain.

Ditabrak lagi.

Mencoba menjauh sedikit, disengol.

Berjuang bertahan selagi di kerumunan warga yang panik tentu melelahkan. Ditambah dengan mereka yang tidak memedulikan hal lain melainkan diri sendiri.

"Padamkan api! Cari korban!" Seruan para penyihir tadi kembali terdengar. Bukannya menenangkan, malah membuat kerumunan semakin kalut.

Aku akhirnya berhasil bangkit dan mendorong sebagian yang nyaris menjatuhkanku lagi.

"Oi! Bocah!"

Aku menoleh selagi melawan arus.

Di antara kerumunan yang saling menyengol, terlihat Safir berjuang melawan arus juga, menuju ke arahku.

Aku pun berlari ke arahnya meski harus berputar balik yang mana kembali berhadapan dengan lautan makhluk.

Bruk!

Aku terjatuh. "Aduh!"

Seseorang sepertinya tidak sengaja menendang tanganku, untung tidak kena perut maupun kepala. Kedua tangan ini kumanfaatkan untuk melindungi kepala sementara kaki ditekuk agar perut aman.

"Oi!" Safir serta merta menyeretku dengan menarik kasar kerah baju. Aku yang terkejut hanya bisa patuh selagi diseret.

"Minggir, woi! Minggir!" Safir dengan kasar mendorong warga yang panik hingga beberapa terjatuh bahkan terinjak.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang