✳️ Bab E ✳️

102 22 2
                                    

« Ascella »

Akan tiba masa, di mana semua ini hanya akan menjadi penggalan kisah dari masa lalu.

Akan tiba masa, semua kejadian di masa kini akan membuka lembaran kisah di masa yang akan datang.

Akan tiba masa, semua rahasia akan terungkap. Baik atau buruk. Semua akan terjadi.

Akan tiba masa, di mana takdir akan menyambut.

***

Aku kira, hidupku hanya sebatas menjadi penyihir biasa di Kota Adrus bersama Kakak. Namun, semua berubah ketika aku menyadari kenyataan yang telah lama dikubur. Kukira Kakak mendapatkan kekuatan dari keturunan layaknya kami sekeluarga. Namun, kegelapan hati telah menguasainya dan dia pun menemui sosok yang paling kami hindari.

Jin itu.

***

Dia ingin membunuhku!

Aku hampir saja pingsan ketika pria itu nyaris membunuhku untuk kesekian kalinya. Sudah hilang akalnya! Dia benar-benar ingin aku mati agar menjauh dari kekasihnya.

"Kau membunuhku!" seruku. Hatiku dipenuhi bara api ketika mata biru itu menatapku.

Dia masih memandangiku dengan tatapan menghina, itulah yang kurasakan. Ditambah dengan balasannya yang terkesan meremehkan itu semakin membuat hatiku panas.

"Gue belum bunuh," jawabnya. "Situ masih bisa menyahut."

"Kau berniat menghabisiku?!" Aku geram, sangat malah. Ingin rasanya meninju wajah menyebalkan itu.

Namun, belum sempat berkutik, pria aneh ini mengalihkan pandangan ke atas. Seakan menunggu sesuatu. Ya, dia menjebakku di sini bersama bayangan sialan itu, entah ke mana jin itu sekarang. Rasanya berat harus terjebak bersama kedua makhluk aneh. Nasib. Lebih baik aku membeku di luar sana daripada harus menghadapi ini semua.

"Gue enggak untung juga bunuh lo," sahutnya, tampak ingin terkesan rendah hati. Aku yakin itu niatnya tapi di sisi lain terkesan seakan menganggapku sebagai beban. Makhluk ini sepertinya suka membuat orang lain kesal. "Lagian, kami pengen balikin kakak lo. Biar lo bisa jauh-jauh darinya."

Aku tahu yang dia maksud itu Thalia. Ayolah, dia pikir aku lelaki macam apa? Kenapa dia begitu protektif? Kenapa pula Thalia tahan hidup bersamanya? Kalau itu aku, sudah pasti akan kabur.

"Aku tidak seperti yang kau bayangkan," ujarku.

"Emang gue bayangin apa?" Dia menatapku seakan menguji. Tatapan mata yang tampak merendahkan disertai senyuman itu.

Aku jeda sejenak untuk berpikir. "Aku yakin kamu tidak ingin posisimu direbut olehku, bukan? Kamu takut Thalia akan menjauh darimu, begitu?"

Sylvester tersenyum. "Emang dia suka sama lo?"

Baru hendak membalas ucapannya, bayangan hitam itu akhirnya kembali menunjukkan diri.

"Rupanya kau lebih menyakiti dibandingkan musuhmu sendiri, Avadeer," ucap jin itu dalam wujud Kakak.

"Bukan gue yang mulai," sahut Sylvester. "Hei, lo akhirnya datang habis gue koyak tangan bocah ini. Kok lama banget? Lagi acara?"

Jin itu, Zibaq, mengabaikannya dan justru menatapku. "Sudah kuduga kau akan memihaknya. Harusnya sudah kubunuh sejak awal. Kau memang tidak berguna."

"Bunuh aja, enggak ada yang ngelarang." Sylvester yang malah menyahut.

Aku terkejut mendengarnya meski di sisi lain dapat menebak lantaran memang begini sifatnya dari sudut pandangku. Pria ini memang keji.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang