Besoknya, aku tidak melihat Ezekiel maupun Safir, lagi. Keduanya seakan menghilang pada dini hari karena aku bangun tepat ketika matahari terbit saat melihat jendela kamar.
Bosan. Kenapa aku harus diam terus?
Aku ingin membantu. Sudah sewajarnya aku bertarung di sisi mereka. Namun, sepertinya aku masih dikira hanya akan menjadi beban. Sudahlah, kalau telanjur begini diskusi panjang pun tidak mempan.
Aku coba membaca surat yang tergeletak di meja.
Jangan ke mana-mana. Gue pergi sebentar.
Sudah jelas siapa yang menulis suratnya meski tidak tertulis keterangan penulisnya. Aku menggulung kertas itu lalu membuangnya. Hanya dengan itu, aku kembali di berkeliling rumah Ezekiel sambil mencari sesuatu yang menarik. Ini sudah kesekian kalinya mereka meninggalkanku. Bukan hal baru lagi, memang sejak awal aku selalu disuruh menunggu.
Sudah lama aku ingin menemani mereka, atau setidaknya menjadi penolong meski sesekali. Maksudku, siapa tahu lawan kami kali ini akan kalah jika kena lemparan batu dariku.
Siapa tahu.
Selagi mencari sesuatu yang menarik, perhatianku tertuju pada pakaian kelabu yang tertancap di sebuah foto. Baju yang ukurannya hanya cocok untuk anak kecil. Aku tahu itu baju sungguhan karena tampak jelas terbuat dari kain yang telah dijahit, baru kemudian dimasukkan ke dalam bingkai kaca. Warna baju itu terdiri dari kelabu tanpa bawahan, hanya bagian atas. Ini baju tanpa celana. Mata hijauku menyusuri baju itu, mencoba mencari petunjuk. Tampaklah tulisan kecil berwarna emas terlihat di bagian bawah baju, lebih tepatnya kain yang juga menjadi alas bagi baju ini. Letak tulisannya ada di bawah baju sehingga tampak jelas.
Zeke
Panti GravesHanya itu yang tertulis di sana. Punya siapa ini? Apa Ezekiel dulu dibesarkan di panti? Namanya dulu "Zeke" atau itu adalah kode rahasia atau hanya panggilan biasa? Kalau begitu, tidak heran Ezekiel sering memakai baju warna gelap untuk bernostalgia. Tapi, sepertinya Ezekiel selalu memakai pakaian gelap dilapisi warna putih entah kenapa. Barangkali sekadar suka alih-alih mengenang masa kecil. Kalau dia dulu dibesarkan di panti, bagaimana bisa dia tidak menceritakan masa lalunya? Ah, aku mungkin terlalu ingin tahu.
Tidak ada tulisan lain dari pajangan itu sehingga tidak ada petunjuk lagi. Aku kembali mencari-cari informasi lain. Hendak bertanya tapi orangnya sudah pergi. Ingatanku kembali ketika masih di Aibarab, lebih tepatnya di istana. Saat itu, seorang perpustakawan menawarkan informasi kepadaku secara cuma-cuma. Salah satu pertanyaanku pada dia adalah tentang salah satu Guardian dulu.
***
"Bagaimana rupa-rupa Guardian dari Shan itu?" tanyaku.
"Untuk yang telah bereinkarnasi, kami hanya tahu beberapa," jawab Perpustakawan. "Salah satu yang sering bertukar surat dengan Raja Khidir adalah seseorang yang dulu dibesarkan di Panti Graves, di Danbia."
"Dia orang Danbia?" tebakku.
Mengejutkannya, Pespustakawan menggeleng. "Dia mengaku berasal dari Arosia dan memang memiliki ciri orang di sana, berkulit putih, berambut pirang, dan bermata biru."
"Dia sahabat Khidir berarti?" tanyaku.
"Semua Guardian saling berteman," jawabnya. "Tapi, sekali lagi, kami hanya tahu beberapa."
"Panti Graves itu apa?" Aku kembali bertanya.
"Peternakan iblis."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]
Fantasy| Guardian of Shan Season 3 | Akibat Zibaq, Kyara terlempar ke negeri asing dan nyaris ditelan kadal raksasa untuk sekian kalinya. Beruntung ada Guardian yang menyelamatkan, meski dia tidak kalah anehnya. Kyara pun hidup bersamanya di bawah nama sam...