"Lari! Gigantropy!"
Api biru telah membakar taman. Sebagian telah berlari menyelamatkan diri. Sementara sebagiannya lagi justru terdiam menyaksikan apa gerangan yang terjadi. Untungnya belum terlihat ada yang terbakar.
Tidak ada raungan seperti yang kubayangkan, justru hanya dentuman bunyi akibat langkah kaki raksasa disertai jeritan korbannya yang ketakutan.
Aku hanya bisa terpaku. Entah kenapa kaki tidak ingin bergerak kala bahaya berdiri tepat di depanku. Padahal sebelumnya aku biasa memacu langkah saat bahaya mengintai dan kini malah justru terpaku bagai patung.
Saat itulah, semburan api biru menyebar ke segala arah hingga menciptakan neraka kecil di tengah kota. Terlihat indah namun mematikan di saat yang sama.
Aneh, kenapa terasa tidak asing?
Aku jadi ingat yang menyambutku pertama kali di Arosia. Bukan, itu api merah. Tapi, kenapa aku seakan kenal dengan ini?
Count punya api hitam, sama dengan Akram. Tapi ini berbeda. Bisa jadi ini api berasal dari ...
"Thalia!" Ascella mendorongku sebelum kobaran api biru menghapusnya dari pandangan.
Api biru ini tidak seperti api biasa. Itu seakan dikendalikan penuh oleh makhluk yang berakal pula. Bukan api liar akibat kebakaran atau kecelakaan.
Terlihat tangan raksasa menghantam tanah tepat setelah api biru tadi mendorong Ascella. Anehnya, aku tidak merasakan panas atau ketakutan seperti semestinya. Bahkan, terasa hangat di dada seakan kalungku ... Bercahaya?
Dum! Ia berhenti tepat di depanku.
Gigantropy ini ternyata berwujud raksasa humanoid dengan tubuh berlapiskan api biru, yang mana lebih panas dari api biasa.
Lalu, kenapa tidak berlaku bagiku?
Kutatap wajahnya yang rata, hanya ada api biru. Tapi, aku tahu ia tengah menatapku. Jantungku berdebar, padahal aku tidak merasakan takut, meski dikelilingi api biru maupun jeritan ketakutan mereka. Saling tatap, tanpa suara maupun tindakan.
Kucoba melihat wajahnya meski hanya ada api biru. Tapi, aku yakin ada makhluk berakal mengendalikan. Karena ini bisa jadi ulah mereka.
Begitu aku memicingkan mata. Terlihat di balik kobaran api itu. Perlahan tapi pasti, mengikis hingga menampilkan bayangan yang kian jelas, menatap ke arahku.
Bayangan seorang pria.
"Tolong!"
Jeritan itu memecah fokusku. Bayangan tadi lenyap saat Gigantropy tadi berpaling dan mengejar yang menjerit.
"Lari! Lari!"
Jeritan orang lain menyusul. Tepat ketika yang menjerit tadi semakin panik, malah berteriak ketika memacu langkah. Jelas menguras tenaga. Apalagi suara yang melengking itu menarik perhatian Gigantropy.
Gigantropy itu begitu tinggi, bahkan aku yakin bisa ditelan hidup-hidup olehnya. Tak heran susah dikalahkan. Tapi, bukannya setiap makhluk ada kelemahan? Air? Untuk makhluk sebesar itu, bahkan air sedalam rawa hanya dapat melemahkan.
"Huaaa ...! Jangan! Jangan!"
Yang menjerit itu, seorang pria, berjuang melarikan diri dari kejaran Gigantropy. Sementara teman-temannya berseru karena ketakutan. Sedari tadi, pria malang ini tidak dapat menemukan tempat yang aman baginya.
Dia memacu langkah, semakin cepat.
Duk! Ia terjatuh.
"Jangan!" jeritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]
Fantasy| Guardian of Shan Season 3 | Akibat Zibaq, Kyara terlempar ke negeri asing dan nyaris ditelan kadal raksasa untuk sekian kalinya. Beruntung ada Guardian yang menyelamatkan, meski dia tidak kalah anehnya. Kyara pun hidup bersamanya di bawah nama sam...