✳️ 4 : Kekuatan dari Dewa - 2 ✳️

104 21 2
                                    

"Sudah cukup sampai di sini." Safir bersandar pada dinding waktu kami keluar dari rubanah. "Dia tidak lain hanya penipu."

Aku terdiam. Ucapan Ascella barusan sukses membuat pikiranku kian kalut. Selagi memandangi perhiasan yang menemaniku sejak dilahirkan, kini terlihat asing kembali. Yang aku tahu, kalung ini berguna sebagai penanda keberadaan maupun keadaan sang Guardian. Tetapi, apa hanya itu?

"Hei!" Safir menepuk bahuku. "Kamu masih percaya dengannya?"

"Tidak." Aku lantas menggeleng. "Aku hanya bingung dari mana dia tahu."

"Tentu saja dia tahu," balas Safir. "Siapa lagi kalau bukan karena Zibaq?"

Aku setuju dengan Safir. Jangan mudah percaya, terlebih jika dia berhubungan dengan Zibaq.

Berbeda dengan kebanyakan lawan yang kudengar. Zibaq bisa dibilang paling tidak ditakuti. Ketika orang-orang takut terhadap lawannya, kami justru bertingkah seakan jin itu hanya teman yang menyebalkan.

"Kalau begitu, sebaiknya kita tunggu sampai para Guardian tiba," ujarku yang langsung disetujui Safir.

Kami berdua kemudian mencari cara agar tidak bosan menunggu.

***

Entah apa yang merasuki kami, aku berhasil membujuk Safir agar mau menemaniku ke rumah makan, meski dari kemarin dia belum kutemukan.

"Di perumahan ini belum ada tempat makan," ucap Safir ketika kami berdiri di depan rumah. "Tapi, aku bisa tunjukkan jalannya, sini."

Tanpa menunggu lama, aku berjalan menuju arah yang ditunjuk Safir. Sepanjang jalan pikiranku hanya fokus pada cara menenangkan diri setelah mendengar ucapan Ascella tadi. Persetan dengannya, aku butuh sedikit pencerahan tapi tidak darinya. Tidak butuh waktu panjang kami tiba di pusat perbelanjaan. Jaraknya ternyata hanya dari dua gang setelah rumah Ezekiel, lebih tepatnya di bagian belakang hingga menembus ke jalan baru yang belum pernah kulihat.

Selayaknya di kota, rupa penduduk Arosia yang sedang berbelanja ini masih serupa manusia biasa. Aku bahkan kesulitan membedakan. Kecuali wanita yang mencoba mencuri ikan dengan menjelma jadi kucing. Sepertinya hampir semua shapeshifter kucing seperti itu. Sungguh aneh.

"Nah, ini tempatnya," kata Safir meski dia tidak perlu menjelaskan. "Mau beli apa?"

"Sebenarnya, aku juga sekalian ingin mencari seseorang yang tahu segala kabar, itulah mengapa aku mencari rumah makan," kataku. "Kamu tahu tempat mana yang cocok?"

Safir terdiam sejenak, tampak berpikir sebelum akhirnya menunjuk ke kiri. "Tuh, pergi saja ke warung itu. Banyak orang yang tahu segala berita."

Rumah makan yang ditunjuk tidak begitu besar maupun kecil, tapi tampak sesak karena banyaknya yang sedang makan. Aku pun mendekat sambil membulatkan tekad, tujuanku ke sana semata ingin bertanya meski ini terkesan aneh bagiku pribadi.

Begitu aku masuk, langsung saja disambut pemandangan lautan makhluk entah sedang duduk, berdiri, bahkan ada yang sedang saling memukul. Dari luarnya saja sudah sesak, apalagi di dalam sini.

Safir masih di belakang, dia berhasil menghindari pria yang terjatuh akibat didorong seseorang. Akibatnya, dia menabrak pria lain yang menyebab sebuah rombongan roboh layaknya barang berjatuhan. Langsung saja memicu keributan. Tidak disangka semua kekacauan itu terjadi hanya karena saling senggol. Untung kami lekas menjauh sebelum kejadian buruk menimpa. Safir refleks menarik tanganku, memastikan agar aku tidak terlalu jauh hingga kami berada di jarak yang agak aman, depan barista.

"Pesan apa?" tanyanya. Barista ini seorang wanita gemuk dengan wajah yang tampak polos, seakan mengabaikan keributan para pelanggannya.

"Dua teh saja." Yang mau pergi siapa, yang pesan siapa, Safir tanpa rasa bersalah, langsung duduk dan menyuruhku melakukannya juga.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang