"Hah?"
Hanya itu tanggapanku.
"Gue curi pas masih di Shan dulu, ingat?" balas Ezekiel, terdengar tidak berdosa. "Saat itu kepepet banget. Gue butuh itu buat bantu kita selamat. Yah, meski ujungnya meledak, tapi bisa mencegah, sedikit."
Aku tentu saja tidak tahu apa yang dia bicarakan. Maksudku, kejadian sebelum tragedi Shan saja belum jelas. Dan dia bertingkah seakan aku tahu semua ini.
"Jadi, ini senjata perang?" tebakku.
"Enggak salah, sih," jawabnya. "Yang pasti, mereka enggak cari gue lagi meski sudah nyolong. Kayaknya ini benda paling hina di sana."
Jika benda ajaib ini disebut hina di sana, lalu apa kabar dengan negeri kelahiranku? Atau dunia ini?
"Kejadian mana yang kaumaksud?" tanyaku. Merujuk pada Shan sebelum runtuh.
Ezekiel memakan sebungkus permen lagi. Mengunyah dan mengecap. Sesekali terdengar bunyi retakan dari permen yang hancur akibat gigitannya. Begitu saja terus selama beberapa menit. Seakan menghindar, bahkan aku hampir lupa apa yang tadi kutanyakan padanya.
Aku mencari Safir lagi, dia sudah pergi. Tampaknya tidak mau terlihat lagi atau barangkali sedang menyendiri.
"Putri mau jalan-jalan?" tanya Ezekiel.
Aku balas. "Dari tadi."
Ezekiel berdiri. Dia tampak memeriksa kantong penuh permen tadi. Masih banyak sisa, telah banyak pula yang dimakan. "Okay, gas!"
Aku pun berpaling, siap untuk pergi.
Dia menggenggam tanganku. Rupanya berniat mengambil kembali benda ajaibnya, maka aku serahkan saja.
"Apa nama bendanya?" Aku bertanya.
"Gatau." Ezekiel menyimpan kembali benda ajaib itu ke kantong. "Kukasih saja namanya jadi 'Benda.' Biar lebih enak."
Aku masih asing dengan sebutan "benda" ini. Meski demikian, mulai sekarang dan seterusnya akan kusebut saja begitu.
Ezekiel kemudian menarik pelan tanganku. Aku tahu ia pasti akan mengajak ke tempat yang sesuai dengan kepribadiannya, kalau bukan tempat umum, ya, warung.
Ia menuntunku keluar dari rumahnya. Tidak kusangka tempat ini lebih kecil dari dugaan. Kami hanya perlu melangkah beberapa kali hingga sampai ke pintu luar.
Begitu pintu terbuka, aku melihat sebuah kereta dengan bentuk yang aneh.
Benda itu memiliki dua buah roda, tapi tidak dari kayu melainkan seperti kaca dan berwarna kebiruan. Badannya berlapis seperti besi dan terbuka lebar bagian atas, layaknya perahu.
"Apa ini?" Aku menunjuk benda itu ketika Ezekiel membangunkannya.
"Kereta Es," jawabnya. "Lo sebut aja kereta, sama aja."
Jadi, ini sejenis kereta? Kenapa tidak pernah kulihat?
"Jangan bilang hasil mencuri," tebakku. Mana ada benda seaneh ini?
Ezekiel tertawa pelan. "Enggak, kali ini bikin sendiri. Masuk dulu, nanti gue nyusul, lo duduk di belakang."
Ketika ia duduk, aku melihat ada pembatas antara punggungnya, layaknya sebuah kursi. Warnanya juga biru krisyal, menyamai tempat duduknya. Tapi berlapis lembut, sama seperti tempat duduk tadi.
"Untuk apa ini?" tanyaku lagi.
"Biar dada lo enggak kena gue."
Dada? Apa karena aku bakal memeluk punggungnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]
Fantasy| Guardian of Shan Season 3 | Akibat Zibaq, Kyara terlempar ke negeri asing dan nyaris ditelan kadal raksasa untuk sekian kalinya. Beruntung ada Guardian yang menyelamatkan, meski dia tidak kalah anehnya. Kyara pun hidup bersamanya di bawah nama sam...