✳️ 2 : Pemburu Sihir - 6 ✳️

122 28 3
                                    

Entah kerasukan apa dia, tetapi keesokan harinya Ezekiel bertingkah seperti biasa seakan tidak pernah mengucapkan kalimat tadi.

Pada pagi hari, aku berjalan seorang diri lagi melintasi kota Adrus sesuai dengan rencananya. Meski tidak lagi bersama Safir. Barangkali dia tidak ingin wanita itu melemparku tepat di kerumunan monster lagi.

Kota Adrus kali ini tampak lebih ramai dipenuhi beberapa pejalan kaki, apalagi tujuanku ke pusat perbelanjaan, bakal semakin banyak orang yang kulihat.

"Thalia!"

Aku dikejutkan dengan panggilan dari anak itu. Ya, memang suara khasnya kadang membuatku risi.

"Mau ke mana?" tanya Ascella, tentu saja dengan senyuman manis itu.

"Ke pasar," jawabku. Tidak mau berbasa-basi, aku lalu pamit. "Aku terburu-buru, nih. Dadah!"

"Thalia!" Ascella justru berdiri di sampingku. "Aku tahu sedikit tentang pasar di sini. Aku temani, ya."

Aduhai, ada apa dengannya?

Mau tidak mau, aku biarkan Ascella menemaniku melintasi pasar.

"Thalia."

Entah kenapa aku tidak nyaman ketika dia menyebut namaku lebih sering dibandingkan orang lain.

Aku pun menanggapi panggilannya. "Apa?"

"Kamu suka jalan-jalan?" tanya Ascella.

Jangan bilang karena dia melihatku ke jalanan sebanyak dua kali ini. "Tidak terlalu. Kamu?"

Aduh! Kata "kamu" tidak sengaja keluar karena kebiasaan. Sudahlah, telanjur.

"Sama," jawab Ascella. "Biasanya aku hanya berjalan kalau disuruh beli sesuatu."

Aku amati sekitar. Meski sedang di tengah keramaian, tidak bisa dipungkiri bahaya tengah mengintai dan aku harus waspada. Tapi, tentu tidak akan kubiarkan lelaki ini merasa diabaikan.

"Jadi, sekarang disuruh beli?" tanyaku soal jawabannya.

"Ya," jawab Ascella. "Sudah dibeli, sih. Urusan pulang nanti saja setelah ini."

Dia rela terlambat hanya untuk bicara padaku. Benar-benar ...

"Kamu tidak dicari kalau telat?" tanyaku lagi.

Ascella tertawa kecil. "Tidak, kok. Aku 'kan sudah besar, sama seperti Thalia. Tidak perlu dicari lagi kalau sudah dianggap dewasa."

Sayangnya, di umur segini aku masih saja dicari kalau pulang terlambat. Mungkin karena Ascella dianggap lebih bisa menjaga diri dibanding diriku. Aku memang tidak keberatan terus dijaga. Namun ...

"Thalia pernah tertarik jadi Pemburu Sihir?" Entah kena angin apa Ascella menanyakan itu.

"Maksudmu?" Itu jawaban refleks, aku sebenarnya tahu suatu saat akan menjadi seperti para Guardians terutama Mariam.

"Itu, memburu segala hal berbau sihir yang mengangu," ujar Ascella. "Seperti Billy, kekasihmu."

Aku tersenyum, menyadari betapa konyolnya penyamaran ini, tapi aku tidak bisa mengoreksi juga meski harus menahan malu.

Maksudku, Ezekiel itu waliku, terasa aneh jika dia kemudian menjadikanku sebagai kekasih. Apalagi perbandingan usia kami yang terlampau jauh. Aku masih enam belas tahun tapi menurut hukum tempat asalku, usia begitu sudah dibilang siap. Tapi, Mariam pernah berkata kepadaku dulu.

"Jangan menikah sampai kamu siap," ujar Mariam dahulu. "Meski sudah berusia enam puluh, jika belum siap, sebaiknya dimatangkan dulu."

Dia bicara begitu karena tidak suka mendengar masa lalu Zahra yang nyaris dinikahkan dengan Khidir. Untungnya Zahra diangkat sebagai anak alih-alih jadi permaisuri.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang