✳️ 3 : Keluarga Wynter, Lagi - 7 ✳️

119 24 3
                                    

Ariya pamit beberapa saat setelah Ezekiel pulang. Keduanya tidak mengucapkan sepatah kata selain hanya dengan tatapan. Sepertinya Ariya masih kesal dengannya.

Ezekiel pulang membawakan sesuatu. "Gue tahu lo lapar. Ini, gue belikan makanan."

Aku berterima kasih. "Jadi, sudah dapat orangnya?"

Ezekiel hanya mengiakan. "Sebentar lagi dia tiba. Tapi, gue enggak bakal membiarkan kalian satu ruang tanpa gue yang awasin."

Tentu saja.

"Di mana Darren?" tanyaku.

"Dia yang jemput," jawabnya. "Sebenarnya agak susah membujuk bocah itu ke sini tanpa diseret Darren."

"Dia mungkin takut," tebakku.

"Takut?" Entah kenapa Ezekiel terdengar tersinggung.

"Kalian yang membuatnya takut, sudah memburu, sampai berjuang menyeretnya ke sini lagi." Aku berargumen. Orang lain jelas takut jika diperlakukan begitu. Meski aku tahu Ascella juga terlibat, tapi dia harus bicara. Namun, tentu dia tidak perlu diperlakukan dengan buruk seperti target kami.

Ezekiel mengiakan tanda mendengar, tapi dia tidak berkomentar lebih. Entah mengiakan atau hanya sekadar mendengarkan.

"Sehabis kita tahu semuanya, kita apakan dia nanti?" tanya Ezekiel.

Aku tahu yang dia maksud itu Ascella. Fungsi lelaki itu memang hanya sebagai saksi keberadaan Zibaq. Namun, setelah semua informasi berhasil didapatkan, lelaki itu tidak akan berguna lagi di mata para pelindungku. Kalau tidka berguna lagi, apa yang sebaiknya dilakukan? Aku berpikir sesaat, mencari splusi yang tepat.

Aku akhirnya menyampaikan pendapatku. "Aku anggap menahannya lebih aman demi keselamatan orang banyak."

Cukup dengan sebaris kalimat ini, aku yakin Ezekiel paham. Maksudku, jika langsung membuang Ascella sehabis wawancara, ada kemungkinan dia akan kabur lalu menyusun rencana untuk melawan kami. Lagipula, tidak jelas motifnya sekarang. Sejauh yang kutangkap, dia ingin membawaku pada Zibaq yang tentu itu didasari dengan ancaman dari si jin pula.

"Lo enggak mau eksekusi dia apa?" Ezekiel menawar.

"Kita tidak ada untungnya membunuh Ascella," balasku. "Yang ada malah menambah masalah. Bukannya dia tidak memihak Zibaq dari awal? Mungkin jika kita membiarkannya hidup dalam beberapa waktu, dia akan memihak kita."

"Ya, sudahlah." Ezekiel kemudian berdiri dan melangkah keluar dari ruang tengah.

Sebelum keluar, dia berpesan denganku seraya tersenyum seperti biasa. "Kalau lo butuh jasa penghilang orang secara gratis, gue dengan senang hati bakal menurut."

***

"Nih, orangnya."

Ezekiel masuk bersama Darren yang membawa Ascella ke rumah ini.

Tidak terlalu lama menunggu kedatangan mereka. Karena jarak Ezekiel menjemput hanya beberapa meter.

Tanpa diminta, Darren mematikan lampu ruang tengah, menyisakan cahaya api biru dari tangannya. Menciptakan suasana gelap lagi mencekam di ruang wawancara terasa interogasi ini.

Ezekiel duduk menghadapku. Dia tarik Ascella hingga lelaki itu duduk di sampingnya.

Ascella tampak menyedihkan. Dari rambut hingga badannya sudah tercampur tanah, wajahnya dipenuhi goresan bahkan beberapa masih ada darah yang belum kering. Matanya terus memandang ke bawah, tampak takut menatap kami.

"Kalian apakan Ascella?" tanyaku, sekadar bertanya.

"Darren menangkapnya." Ezekiel tunjuk abangnya yang bersandar di dinding menyalakan api laksana obor. "Bocah itu melawan, sih."

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang