✳️ 1 : Guardian dan Gigantropy - 2 ✳️

248 38 14
                                    

"Putri!"

Seruannya lantas membuatku tersentak hingga nyaris melatah.

Tak disangka-sangka, suara pria terdengar dari balik pintu. Hanya suara yang tertangkap di telinga, seakan tidak mau menunjukkan wujudnya.

"Mendingan?"

Suaranya terdengar begitu ceria, barangkali lebih tinggi nadanya dibandingkan Khidir saat dia bersemangat.

Aku menundukkan pandangan.

Kalung bercahaya. Aman.

Aku tentu saja lega. "Iya. Terima kasih sudah menyelamatkanku."

Agak canggung, tapi aku usahakan untuk tampak ramah. Dia mungkin pelindungku, tapi tentu aku tidak bisa bersikap santai apalagi kami baru saja bertemu.

Tidak ada balasan. Dia sepertinya menunggu perintahku.

"Um, aku ingin melihatmu!" titahku ragu. Maksudku, aku tidak mungkin membiarkannya berdiri canggung di sana. Kami harus saling tatap.

Dia pun muncul.

Rambutnya pirang dan disisir lumayan rapi, serta mata biru dan kulit putih seperti orang Ezilis.

Dia juga membawa baki berisi minuman hangat serta daging yang tampak panas dan sedikit berkukus. Baunya pun tidak asing. Seperti ... Bau ayam.

"Kemarin lo pingsan dan belum sempat makan, makanya gue siapin sarapan spesial buat lo," katanya.

Dan bahasa daerah mana itu? Terdengar asing sekaligus familiar. Dia menggunakan kata "lo" sebagai "kamu" dan bisa jadi "gue" artinya "aku" kalau kupakai logika ala kadarku.

Aku mengamati sarapanku. Tampak enak. "Terima kasih."

"Hati-hati panas."

Aku hargai peringatannya, pelan-pelan menyuap, memastikan lidah tidak terbakar.

Rasanya enak. Sudah lama tidak makan daging ayam, apalagi yang masih hangat ini.

"Kamu memasaknya?" tanyaku. Jadi ingat Idris yang biasa memasak.

"Gue mesen tadi," jawabnya. "Betewe, mau dipanggil siapa? Putri? Azeeza?"

Ah, dia juga ingat nama Shan-ku. Maksudku, wajar kalau Guardian ingat ini. Masalahnya aku malah lupa nama Shan mereka. Memalukan memang. Kuharap mereka mau memberitahuku nanti. Ini bukan perkara besar, bukan?

"Kyara." Aku menyebut nama lahirku tanpa ragu. "Panggil saja begitu."

Dia tersenyum. "Kyara, namanya cantik kaya orangnya."

Aku tersipu. Meski terasa aneh dipuji begitu. Tapi, mungkin saja seorang Putri dipuji rakyat tak terkecuali para pelindungnya. Maka kubiarkan ia berkomentar begitu. Barangkali kebiasaan dari Shan.

"Kalau kamu?" Aku kembali sadar dari lamunan. "Belum memperkenalkan diri sudah pintar memuji."

Dia menjawab, "Ezekiel. Nama gue berarti 'yang dikuatkan Tuhan' yang mana berarti gue pilihan, termasuk jadi pelindung lo."

Lihat, dia kembali memutar lidah.

"Baguslah." Aku mencoba netral agar tidak terkesan kasar mendiamkan dia terus. "Tapi ..."

Kenapa kemarin ...

Api.

Kadal.

Tangan.

"Putri?" Ezekiel mendekat. Tangannya mencoba meraih rambut hijauku yang kini terurai.

"Kamu terlambat," ujarku. Menatapnya yang kini senyumnya pudar.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang