✳️ 4 : Kekuatan dari Dewa - 8 ✳️

91 21 1
                                    

"Siapa?" tanyaku.

"Putri akan tahu," bisik Darren. "Untuk saat ini, kita pandu dia ke Zibaq."

Aku mengiakan. Apa pun itu, aku akan mendukung selama ia memihak kami.

Ascella diam saja kali ini, sepertinya sudah kehabisan kata.

"Kamu ikut apa tidak?" tanya Safir, memastikan.

"Tentu saja," jawab Ascella. "Aku ingin memulihkan kakakku."

"Bagus." Safir lalu menatap Darren. "Kasih dia baju!"

Darren tanpa berkomentar lebih, hanya menberikan sehelai jaket yang cukup tebal untuk Ascella.

"Terima kasih," ujar Ascella.

Darren lalu memgambil sehelai jaket lagi dan memasangkannya padaku.

"Terima kasih," ujarku.

"Sama-sama," balasnya.

Kulihat Ascella menatapku lagi, tapi tidak ada komentar sebelum menunggu perintah lain.

Kulihat Safir sudah siap, bahkan melindungi telinganya di balik topi. "Ayo, kita selamatkan mereka!"

***

Kukira kekuatan Guardian tidak ada pengaruhnya bagiku. Ternyata aku salah besar.

Badai salju barusan malah semakin ribut. Belum lagi suhu yang menurun drastis membuat hidungku terasa ditusuk ribuan jarum dingin sehingga aku harus menutup hidung setiap saat. Rupanya itu tadi hanya permulaan, sekarang justru semakin parah. Pemandangan dipenuhi pasir dingin yang beterbangan sehingga sukar melihat tanpa risiko sakit mata akibat kemasukan salju.

Wuuussshhh ...!

Badai nyaris menumbangkan diriku kalau saja Darren tidak langsung mendekapku. Kami berdua berjalan melintasi badai ini meski tidak jelas arahnya. Sementara Safir berhasil melampaui kami meski hanya beberapa langkah, setidaknya dia tidak oleng. Ascella berpegangan di jaket yang Darren kenakan, dia seperti saputangan yang diterpa angin, berjuang untuk bertahan meski hanya sebelah tangan jadi harapan.

Safir berseru, tapi tidak jelas suaranya.

"Apa?!" balasku.

"Sebentar lagi sampai," jawab Darren untukku. "Gue dapat merasakan aura Guardian."

Aku terdiam. Apa semua Guardian dapat merasakan keberadaan masing-masing? Mereka begitu terikat hingga hal seperti ini bisa jadi dianggap biasa. Lantas, apa Mariam mengalami hal yang sama?

Ah, di mana dia sekarang? Aku bahkan tidak menjumpainya akhir-akhir ini. Rasa rindu yang kuat membuatku ingin segera melihatnya barang sejenak.

Ascella berseru di belakang, dia berhasil berpegangan di perut Darren. "Kakak ada di mana?"

"Enggak tahu." Akhirnya Darren mau menjawab Ascella.

Badai perlahan kuat setibanya kami semakin dekat. Darren mempererat pelukan, bahkan dapat kudengar suara langkah kakinya semakin berat akibat tekanan angin yang seakan ingin mengusir kami dari sini.

Sementara Safir berhasil masuk lewat sebuah pagar tinggi yang terbuka, bisa jadi akibat dorongan badai tadi. Dia berpaling dan menunjuk ke siluet rumah yang begitu tinggi dan besar. "Mereka di sana!" serunya, untung terdengar.

Darren mengiakan. Dia melangkah mendekati siluet tadi hingga perlahan semakin jelas bentuknya.

Rumah itu terdiri dari banyak tingkat, bahkan bisa saja menyerupai istana. Rumah ini bewarna merah tua dan semakin gelap di bawah kendali badai salju. Sementara taman di depan yang seharusnya menjadi penyambut tamu kini tertutupi salju bahkan membeku.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang