"Kita minta bantuan saja dengan Raiv," saran Gill setelah kami keluar dari tempat minum itu.
"Hyde," koreksi Khidir. "Bisa, jika dia berkenan."
Bahkan sebagian Guardian masih saling memanggil dengan nama belakang entah mengapa. Padahal kukira hubungan mereka lebih erat dari itu.
"Zach bisa berteleportasi?" tanyaku.
"Hanya untuk orang yang menggendongku," terang Zach. "Jika kamu membawaku di punggung layaknya membawa anak kecil, aku bisa jadi senjata tambahan untukmu, salah satunya juga untuk memindahkan posisi jauh dalam waktu singkat."
Aku ingat jika Zahra juga memiliki kesamaan. "Bagaimana dengan Zahra? Apa sama?"
"Zahra itu putriku," jawab Khidir.Zach menimpali. "Sementara aku adalah jin pelindungmu dan Pangeran."
Aku mengiakan tanda mengerti.
Jalanan kami lalui dengan keheningan, meski berpas-pasan dengan warga yang tengah menghangatkan diri pasca musim dingin dadakan. Dapat kulihat sebagian ada yang mengangkut kain tebal, bahkan membeli sejumlah korek api meski sepertinya tidak akan menyala akibat baru saja mencair. Lalu kulihat juga ada anak tengah berbaring sambil menyelimuti diri dan menggigil, tanda betapa kuatnya sihir Ezekiel. Namun, sejauh pengamatan tidak ada korban jiwa, meski sukses membuat mereka gentar.
Apa Ezekiel tidak memerhatikan keadaan dan langsung saja membekukan kota? Aku tahu bahwa keadaan tidak memadai, namun seharusnya ada cara lain. Dia mungkin berniat baik agar Zibaq tidak mencari inang baru, namun kalau seperti ini maka bisa berdampak buruk bagi warga ke depannya. Aku renungkan semua pemikiran itu kepada Ezekiel. Barangkali dengan ini dia bisa memahami dan mengubah metode pencegahan yang lebih aman. Ah, semoga dia mau mendengarkan.
"Putri?" bisik Gill. "Hati-hati jalannya, kamu bisa tersandung." Rupanya dia menyadari gelagatku.
Langsung saja fokusku kembali ke jalan. Meski tampak mulus, tentu akan sedikit licin dan basah. Aku perkuat tekanan kaki untuk berjaga agar tidak mudah tergelincir.
Aku balas Gill. "Ya, terima kasih."
"Putri akan menemui Stafford?" Gill terdengar memastikan. "Mau ditemani juga?"
"Biarkan itu menjadi obrolan antara mereka berdua," sahut Khidir. "Dia mungkin hanya ingin mendengar Kyara saja."
"Kenapa begitu?" tanya Gill.
"Barangkali dia ingin menyampaikan sesuatu secara pribadi." Khidir menerka. "Kita cari dulu dia, mungkin dia akan membiarkan kita ikut bicara."
"Saranku tadi, minta bantuan kepada Raib–Hyde." Gill mengulang. "Panggil dia!"
Khidir menatapku. "Sentuh kalungmu, sebut namanya."
Aku ikuti perintahnya. Kalungku yang berpendar dipegang dengan pelan. Kubisikkan nama 'Zach' dan mengulang setidaknya tiga kali dalam mata terpejam. Berharap dapat mempercepat proses. Setelahnya hening.Aku kembali membuka mata. Pandanganku masih sama ketika mata kembali terbuka. Rupanya tidak terlihat ada perubahan–
"Ya, Tuan Putri?"
Aku menahan napas, nyaris saja melatah. Dia di belakang dan lagi-lagi membuatku terkejut.
"Berhenti bikin kaget!" tegurku dengan keras. "Kamu membuatku nyaris jantungan!"
"Kyara, pelankan suaramu!" tegur Khidir. "Kamu bisa menganggu orang lain."
Aku mengatur napas sambil sesekali melirik Khidir setengah kesal. Ada benarnya dia menegur tapi aku tetap saja kaget karena kehadiran Zach yang selalu saja memberi kejutan meski polanya sama.
"Zach." Aku kembali menatap jin itu. "Antar kami ke tempat Ezekiel berada!"
"Antar Putri ke tempat Stafford berada." Khidir mengoreksi.
Aku menoleh ke arahnya. "Kalian tidak ikut?"
"Aku bisa membawa kalian semua," timpal Zach.
"Biarkan keduanya bicara empat kata, kami akan menunggu di sini selagi memastikan keadaan," terang Khidir.
Aku hendak menyanggah. Kurasa perjalanan ke depan tidak akan aman meski kudengar Zibaq telah ditaklukan sekali lagi. Namun, tetap saja aku merasa resah. Bagaimana jika nanti terjadi hal yang tidak diinginkan? Ah, sudah pasti mereka akan membalas kalau ada Ezekiel di sisiku. Jika benar demikian, seharusnya aku tidak ragu lagi.
Aku kembali menghadap Zach. "Antar aku!"
"Izinkan aku menyentuh kalungmu." Zach mengarahkan tangannya ke kalung.
Aku dekatkan buah kalung ini padanya agar bisa dia pegang. Selama beberapa saat kalung itu bersinar lebih terang sebelum akhirnya kembali seperti pancaran biasa.
"Dia berada sekitar dua kilometer dari sini," terang Zach. "Akan kuantar."
"Kamu tidak ikut?" tanyaku pada Zach.
"Aku akan selalu ada untukmu dan adikmu." Balasan Zach membuatku membayangkan dia bisa saja berdiri belakangku sepanjang jalan tanpa disadari. Terdengar menyeramkan tapi dulu aku tidak sempat berpikir seperti itu, karena fokus utamaku adalah mencari Ezekiel.
"Antarlah!" titahku.
Zach meraih tanganku. "Pejamkan matamu."
Aku pejamkan mata begitu angin seakan menyapu pandangan dengan cepat. Rasanya seperti diputar di atas langit begitu kencang hingga membuatku sedikit pusing bahkan nyaris menjerit saking ngerinya. Membayangkan diri ini bisa jadi dilempar entah ke mana.
"Buka matamu."
Begitu aku membuka mata, terpampang di depan mata pemandangan memukau.Di depanku berdiri sebuah bangunan, atau barangkali hanya bongkahan es yang menumpuk hingga membentuk layaknya istana yang megah. Seluruhnya terbuat dari es bahkan dindingnya hampir memantulkan bayanganku.
"Ini ... Istana Es?" Aku terganga.
"Benar, Tuan Putri," balas Zach. "Di sinilah tempat Stafford berada. Dia sendirian di dalam."
"Sendiri?" Aku memastikan. "Di mana Darren? Safir?"
Mata kelabu Zach mengamati bangunan istana yang sepenuhnya terbuat dari es, memancarkan warna biru pucat serta aura kemegahan. Aku akui ini bangunan yang indah bahkan membuatku ingin langsung menjelajah ke dalam sana.
"Aku tidak tahu, Tuan Putri," jawab Zach. "Yang kulihat, hanya ada dia bersama orang lain yang tidak kukenal."
Tidak dikenal?
"Bagaimana rupanya?" Aku bertanya.
"Rambutnya jingga, hanya itu yang kulihat."
Jawaban Zach membuat pikiranku tertuju ada satu orang, Ascella. Dia ada di dalam sana, entah sedang apa atau diapakan. Pastinya pikiranku tidak menunjukkan sesuatu yang baik sedari awal begitu namanya muncul dalam benakku.
"Zach, temani aku ke dalam!" titahku.
Zach mengangguk pelan lalu berjalan mendekati punggungku. "Izinkan aku menjagamu."
Aku mengiakan. Di saat yang sama aku merasakan sesuatu mendekap leherku sebelum akhirnya berangsur hilang seakan tidak ada apa-apa di bahu. Padahal jelas Zach sedang menjaga belakangku.
Aku pun melangkah memasuki istana es. Dengan Zach di sisiku, aku merasa lebih aman.
Ini pengalaman pertama bagiku menjelajahi tempat sedingin ini, menatap langsung istana es bahkan menjelajahinya. Memang tidak terasa sedingin waktu ketika kota membeku, namun masih sukses membuatku kedinginan entah karena temperatur atau hanya karena aku merinding.
"Tuan Putri," bisik Zach. "Aku melihat Stafford ada di ruang sana, sekitar beberapa meter ke depan. Namun, aku sarankan Putri berhati-hati."
"Ada apa di sana?" tanyaku.
"Aku tidak tahu, namun sosok berambut jingga itu membuatku resah." Rupanya Zach memandang Ascella persis seperti Guardian lain.
Entah kenapa mereka seakan tidak menyukai Ascella bahkan kuanggap ini sudah mencapai level suatu kebencian. Memang dia berhubungan langsung dengan lawan, tapi belum tentu dia sepenuhnya memihak. Aku mengerti jika para Guardian berniat baik dan tidak ingin terkecoh apalagi sampai celaka karena suatu kepercayaan. Namun, aku sendiri ragu jika keputusan mereka sepenuhnya bisa dibenarkan.
"Belok kiri, Putri." Zach kembali bersuara selagi aku melangkah sambil merenungkan keputusan para Guardian tadi.
Aku ikuti arahan dia. Istana es ini memang hanya mmberupa ruang kosong terbuat dari es, seakan baru saja dibangun dan belum terisi apa pun bahkan pintu saja tidak ada. Bisa jadi fungsi tempat ini hanya untuk sekadar ...
... Aku tidak yakin dengan pendapatku sendiri.
Dentuman keras terdengar jelas dari samping, lebih tepatnya di ruang yang letaknya beberapa langkah di depan.
"Apa itu?" tanyaku.
Tanpa menunggu jawaban dari Zach, aku melesat menuju sumber suara tadi, berharap menemukan sesuatu yang kucari selama ini.
Ruang itu cukup luas, bahkan bisa dijadikan lapangan sepak bola meski terlihat terlalu luas. Di sana berdiri sosok yang Zach ceritakan tadi. Dia gemetar sambil mengenggam erat pisau kecil di kedua belah tangannya, mengarah ke depan.
Tepat di depan sosok yang kucari selama ini. Dia senyum begitu melihatku.
"Tuan Putri tidak seharusnya ke sini."Hai hai semua! Terima kasih sudah membaca bab ini. Wah, gimana ceritanya? Sudah anu, kan?
Jangan lupa vote dan komentarnya, ya, biar aku makin semangat menggarap seri ini. Sampai jumpa nanti!
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]
Fantasy| Guardian of Shan Season 3 | Akibat Zibaq, Kyara terlempar ke negeri asing dan nyaris ditelan kadal raksasa untuk sekian kalinya. Beruntung ada Guardian yang menyelamatkan, meski dia tidak kalah anehnya. Kyara pun hidup bersamanya di bawah nama sam...