✳️ 4 : Kekuatan dari Dewa - 14 ✳️

88 21 2
                                    

Penampilannya tentu berbeda dari sebelumnya. Selain pakaian yang tampak seperti jas putih rapi, ditambah juga dengan rambut yang kini disisir ke belakang dan tampak lebih rapi, namun di sisi lain membuatnya tampak seperti pemikat.

"Sore, Kyara!" Dia sapa aku dengan senyuman khasnya. "Aku datang tepat waktu, 'kan?"

"Enggak," balas Darren. "Kami nyaris terbunuh."

"Nyari," sahut Khidir. "Sekarang, kita cari jalan keluar."

"Bukannya ini sudah di luar?" sahutku.

"Belum dalam jangkauan jin itu." Khidir memicingkan mata, menatap di sebelah kirinya. Tampak mencari. "Zahra sudah mengevakuasi rakyatku yang selamat."

Aku tidak melihat apa-apa, barangkali Zahra menggunakan kekuatan menghilang khas bangsa jin. Tapi, rasanya percuma karena Zibaq juga seekor jin. Barangkali gadis itu sedang beteleportasi menuju jalan keluar.

"Sekarang, aku akan mencari teman kita itu." Khidir berjalan beberapa langkah ke depan. "Jaga diri!"

Dia melompat, bersamaan dengan itu, sebuah sulur menyambutnya. Menghilang bersamaan dengan tumbuhan yang di bawah kendalinya. Khidir kini memperlihatkan trik baru dengan kekuatannya, sulur yang dapat menarik dan membawa beberapa orang ke langit seakan terbang.

"Kita pulang." Darren menarikku pelan, berjalan menuju arah lain.

"Tunggu, bagaimana dengan yang lain?" tanyaku. "Ascella? Safir?"

"Safir sedang mendampingi Khidir, kalau bocah itu bukan urusan kita lagi." Darren terdengar tidak senang menyebut soal Ascella dan aku sedikit memakluminya. Tapi, bagaimanapun juga, Ascella tidak bisa ditinggalkan. Bagaimana jika dia calon inang baru bagi Zibaq nanti?

Belum sempat aku mengucapkannya, Darren sudah menarikku menjauh dari segala sulur dan bongkahan es yang saling bertabrakan. Mencuat dari dalam rumah hingga bergerak menguasai atap. Dengan kobaran api biru, Darren berhasil melelehkan es yang mengamuk selagi sulur-sulur mencoba menjebak potensi lawan seperti Zibaq yang bisa menyerang di mana saja.

"Awas!" seruku.

Bertepatan dengan itu, bongkasan es nyaris menabrak kami jika saja Darren terlambat menghindar. Dia ternyata tidak bisa melompat tinggi, ditambah aku yang menjadi beban baginya.

Jarum-jarum es semakin melebar dan membentuk rangkaian duri di setiap sisi, membentuk layaknya kubah yang menutupi kami. Kami terjebak.

Darren menatap ke atas, ada lubang yang masih belum terlapis es. Jika kami bisa melompat cukup tinggi atau memanjat dengan mudah, bisa saja langsung lolos. Tetapi, bongkahan es sangat licin sehingga sukar untuk diinjak. Mencairkannya justru akan membuat kami tenggelam.

Saat itulah, dapat kulihat sebuah sulur perlahan masuk.

"Khidir!" seruku, mengonfirmasi bahwa kami berdua memang di sini.

Namun, saat ini hanya ada sebuah sulur menyambut karena lubang tadi hanya cukup untuk satu orang. Berarti, kami bisa keluar satu per satu, jika bergerak cukup cepat.

Tanpa bicara lagi, Darren mengangkatku dengan memegang bagian pinggang. Aku berhasil meraih seikat sulur, sementara dia berpegangan di belakang, lebih tepatnya di ujung sulur. Kami pun ditarik perlahan.

Mata hijauku tertuju pada lubang yang perlahan semakin sempit. Untungnya beberapa sulur di sisi yang kami pegang berhasil mematahkan beberapa meski tidak banyak membantu. Saat itu juga duri-duri es semakin menajam hingga nyaris menusuk kami di bawah jika terlambat naik sedikit saja.

Ayo, cepat!

Tidak mau menunggu lama, aku berusaha memanjati sulur tadi. Meski beberapa langkah saja, setidaknya memberi sedikit ruang untuk keluar bagiku maupun Darren.

Guardians of Shan [3] : Niveous [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang