"Sudah saya bilang, berikan saja tambahan sepuluh persen."
Mulutnya bersua di dalam ruangan kedap suara sembari melonggarkan ikat pinggang yang dirasa sesak. Area perut miliknya sedikit lega, duduk di atas sofa panjang yang hitam mengilat. Tangannya memindahkan telepon dari tangan kanan ke kiri sambil tetap melekat di telinga. Dengan mata terpejam, pria paruh baya itu fokus mendengarkan suara seseorang dari seberang telepon.
Negosiasi antar perusahaan, hal yang lumrah terjadi dalam dunia bisnis. Tak ingin mendapat rugi, menurunkan sedikit diskon sudah menjadi kebiasaan pria berkumis tipis itu. Kepalanya mengangguk beberapa kali, merasa setuju dengan tiap-tiap kalimat yang mengusik di telinga.
Di seberang kursi, ada seseorang yang lain tengah duduk takut-takut dengan kepala menunduk. Seorang bocah berusia sekitar sepuluh tahun, mengenakan hoodie krem berbau bunga yang aromanya menyeruak ke seluruh ruangan. Bola matanya yang berbeda warna, menatap ubin putih tempat sepatu mininya menginjak. Telinganya mendengarkan tanpa paham obrolan dari dalam telepon yang suaranya tidak terlalu besar.
Setelah beberapa menit, ponsel tipis berbalut silikon hitam itu, turun dari telinga dan disimpan ke permukaan meja kaca. Pria itu berdiri, mendekati bocah laki-laki yang posisi duduknya sedikit bergerak dalam rasa takut. Tangan besar yang jari tengahnya memakai cincin batu khusus, diletakan di atas kepala bocah itu dan mengusapnya lembut. Mata cokelat gelap dan biru milik sang korban terpejam erat-erat. Kedua tangannya kini membulat, menggenggam keringat dingin bercucuran.
"Tidak apa-apa. Rasanya tidak akan sakit seperti yang pertama kali," katanya kemudian bersimpuh di depan bocah itu.
Tangan kasar miliknya meraba celana jeans pendek yang dikenakan sang target, berhenti bergerak di bagian kancing lantas membukanya perlahan. Tangan mungil itu, kini gemetar semakin menjadi. Isak tangis tertahan sesekali lepas karena terlalu sesak untuk dibiarkan. Saluran air berderai di kedua pipi putihnya, jatuh deras sampai ke leher.
Bukan pertama kali pria paruh baya itu melihat aksi menangis bocah di depannya. Yang ketiga--bukan, ini kelima kali bocah itu 'digunakan' sebagai alat pemuas nafsu atas seseorang yang beralasan menyelamatkan hidupnya dari kematian.
Layaknya predator yang sudah kehausan, tangannya kini beralih membuka hoodie krem korban usai celananya terlempar ke bawah meja. Tubuh kecil yang merintih sakit, lalu dipaksa tengkurap. Kedua tangan terikat lengan besar milik pria pengusaha itu tanpa bisa banyak berkutik. Sebelah tangannya yang lain, membuka celana miliknya sendiri lantas diturunkan sampai ke paha.
Ternyata, masa sangat menakutkan ini bukan yang paling membuatnya menderita. Ada beberapa lagi, berdatangan satu-persatu seiring bertambahnya usia.
Tidak ada tempat yang aman diujung dunia sekali pun. Ke mana pun ia melangkah dan menetap, derita itu akan selalu mengikutinya.
Note ; Dilarang keras menjiplak karya ini dengan alasan apa pun!
Cerita berdasarkan pemikiran pribadi, jika ada kesamaan antara nama, tempat, beberapa reka adegan, murni merupakan ketidaksengajaan.
Halo!
Seperti yang tertera di sinopsis, kalau cerita ini akan mengandung unsur b x b alias boys love.
Tidak ada adegan seks! Lebih ke percintaan halus dan ciuman saja, karena akan lebih menekan ke drama dan konflik.
Bukan cerita ringan, semakin banyak bab akan semakin banyak konflik. Jadi jika merasa tidak cocok, kalian berhak memilih bacaan yang sesuai~
Semoga kalian yang mampir dan kebetulan mencari genre serupa dengan bumbu drama dan pertarungan, berminat membaca^
Untuk ceritanya pastinya bakalan seru abiez karena akan ada berbagai konflik dari mulai ringan sampai berat!
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...