02. Yang Kuanggap Rumah

1.5K 151 4
                                    

          Meskipun asing, memasuki tempat nyaman ini tanpa izin, lalu mengancam sang pemilik dengan pistol dan nyaris membunuhnya. Namun, Eric Edward--yang menempati rumah dua tingkat ini, tak segan-segan membantu orang asing atas dasar kemanusiaan. Bola mata biru laut dan cokelat gelap Sparta, menoleh sosok yang tengah bergegas memakai kaus olahraga berlogo nama sekolahnya. Ia memantau di atas sofa, disuguhi beberapa piring kue dan sekotak pizza yang rajin-rajin Eric siapkan fajar tadi. Sayangnya, pizza yang tampak lezat itu, harus berakhir di lantai atas tindakan yang disengaja oleh Sparta. Ia menjatuhkannya ketika mengambil pizza itu dari meja, berlagak pura-pura makanan tersebut jatuh tanpa sengaja, namun kenyataannya tidak begitu.

Eric yang menyangka Sparta tidak sengaja, menghampiri lantas membersihkan lantai yang terkena saus dan keju dengan lap. "Biar gue pesan lagi," katanya.

"Ha?" Sparta melotot, menarik kaus Eric yang masih membungkuk mengelap kotoran di lantai. "Gue sengaja," lanjut Sparta.

"Oh, kalau begitu lo mau sarapan apa?"

"Cih."

Merasa tidak menarik karena reaksi datar Eric, Sparta melepaskan tangannya dari kaus merah hati itu dengan kasar. Eric berdiri, melanjutkan memakai perlengkapan untuk bersiap ke sekolah. Dari pandangan Sparta, Eric itu berwajah tenang dan tingkahnya pun begitu. Rambut hitam belah tengah dengan poni jatuh sampai ke telinga, menjadi daya tarik tersendiri saat dipadukan dengan sifatnya yang kalem. Meskipun hiasan anting di telinganya tampak menunjukan dia seorang cowok nakal, tetapi tubuh yang tinggi dan kurus--seolah dapat menutupinya.

"Omong-omong, lo gak sekolah?" tanya Eric, mengambil tas gendong polos berwarna hitam lantas memakainya ke punggung.

Sparta menggeleng, menekan jari-jari bergantian hingga menimbulkan suara tulang bersahutan. "Gue.... keluar bulan lalu," jawabnya jeda beberapa detik.

"Kalau lo mau, kenapa nggak pindah ke SMA gue aja? Lo bisa--"

"Gue gak tertarik."

Kalimat Eric terpotong, tatapan mata Sparta mendadak berubah tajam. Tetap dengan raut wajah tenang, Eric tersenyum lalu berjalan menuju pintu. "Jaga rumah," katanya.

Eric melempar sekumpulan kunci ke arah Sparta yang ditangkap sigap oleh cowok itu. Eric memberitahukan untuk menguncinya dari dalam sebelum ia benar-benar pergi menuju ke sekolah. Sparta kini sendirian, di dalam rumah orang asing yang nyaman setelah berminggu-minggu berkeliaran di kota. Ia berdiri, menuju ke jendela kemudian membukanya lebar-lebar. Angin seketika bertiup menerpa, membawa debu taman di depan sana dan beberapa memasuki kedua mata sampai memaksanya terpejam.

Dari kejauhan, rumah ini terlihat berdiri sendiri. Cukup terpencil dari banyak rumah lain yang baru akan ditemui dalam jarak lima ratus meter. Tempat tinggal bercat abu-abu ini, dikelilingi oleh taman yang luas, terutama pohon bunga Kamelia yang tampak dominan menghiasi. Sejujurnya, Sparta memasuki rumah ini kemarin, karena ini adalah tempat yang dikira aman untuknya berlindung.

Kedua mata itu masih tertutup, merasakan sapuan angin meniup rambut yang terikat setengah. Merayap pelan, pikirannya kabur ke masa lalu membayangkan segala sesuatu yang pernah terjadi. Tiba-tiba, ada semacam reaksi menggelitik di area pinggang dan selangkangannya seolah sesuatu menyentuh titik vital Sparta. Cowok itu mengingat kepingan memori di mana seseorang melucuti pakaiannya dengan ratapan penuh hawa nafsu.

"Tidak apa-apa, ini tidak akan sakit."

Wajah itu, wajah berkumis tipis serta kepala plontos, seenaknya masuk dalam pandangan Sparta.

"Satu kali lagi, Sparta."

Lagi dan lagi, setiap memori itu dikemas rapi memasuki pikiran sampai berhasil membuatnya gemetar hingga ke tulang. Sparta lemas, mundur menjauh dari jendela dengan napas mendesak. Kedua mata berair dan tenggorokannya merasa kering. Tangan-tangan cowok itu merayapi celana jeans yang dipakai, tampak mencari-cari sesuatu. Tak ada. Seingatnya cowok itu masih memiliki beberapa butir obat yang diperoleh dari hasil pencurian salah satu komplotan.

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang