53. Sparta dan Eric

326 33 31
                                    

Suara kendaraan dari luar sana mengusik telinganya, buru-buru pintu minimarket ditutup rapat agar mengurangi kebisingan itu. Khawatir kian menggempur, setelah Sparta lelah membantu persiapan festival budaya di sekolah sejak kemarin. Perasaannya menjadi lebih peka dan mudah emosi terhadap hal-hal kecil. Apalagi, harus langsung bekerja dan menambah beban lelah itu, setidaknya biarkan suasana hening walaupun hanya sesaat.

Namun, pendengarannya terganggu oleh hal lain, suara barang-barang yang berjatuhan dari rak serempak mengenai lantai. Sparta menghela napas, bergerak menuju ke tempat kejadian dan segera merapikan barang-barang yang jatuh. Gilanya, makanan itu bermacam-macam dan ditempatkan secara acak tanpa sesuai merk. Lagi, Ramune tampak melakukan itu dengan asal dan membuat berantakan minimarket miliknya sendiri.

Makanan ringan yang semula terjatuh, kembali duduk rapi di rak. Sparta menoleh jam dinding yang menunjukan pukul lima sore, bersamaan dengan suara perut yang berbunyi meminta asupan. Seingatnya, dia belum makan sejak istirahat kedua sekitar jam setengah satu siang, merasa tak heran jika tenaganya terkuras habis.

Dengan kaus hitam polos yang diberikan Ramune sebagai seragam resmi minimarket, Sparta berjalan menuju ke area kasir. Eric yang kebetulan berada di kasir, melihat itu dan menatap penuh rasa takut seolah dihampiri oleh orang asing yang bersiap menculiknya. Sparta mempercepat langkah, melihat wajah pucat Eric dalam cemas. Cowok itu terlihat sangat lemas sampai tidak bisa bergerak.

Dia pasti kelaparan, begitu pikir Sparta.

Eric kian gugup, bahkan sesaat tampak kehilangan cara untuk menjauh dari Sparta yang belakangan ini terlihat aneh. Namun, secara otomatis dorongan kuat dari pikirannya, membuat Eric pergi dari area kasir dan melewati Sparta begitu saja. Dia bisa melawan kegugupannya dengan bangga.

"Gue mau makan," katanya dengan wajah memerah, bahkan suara jantungnya jauh dari kata normal.

"Gue juga mau makan," sahut Sparta, berbalik semangat karena merasa Eric inisiatif mengajaknya.

"Kalau gitu gue nanti."

Padahal mungkin Eric tak berniat berkata begitu, tetapi justru otomatis terucap dan menggugurkan semangat Sparta seketika. Sudah jelas dari kalimatnya, justru salah Sparta karena tak memahaminya dengan baik. Melihat ekspresi Eric yang seakan berkata 'jangan menganggu', membuat Sparta khawatir dia semakin tidak suka jika memaksanya untuk makan berdua. Hari ini, Sparta mengalah dan makan sendirian di gudang. Makan tak berselera dengan duduk bersila di lantai. Tatapan matanya kosong, melahap nasi kotak yang disediakan Ramune dalam kegelapan. Bayangan pintu yang menutupi setengah badannya, membuat dia terlihat seperti narapidana sedang diisolasi.

Sementara di meja kasir, Eric selesai melayani pembeli yang baru saja pergi. Diam-diam menoleh ke gudang, memperhatikan Sparta memakan nasi dengan lahap. Eric menutup setengah wajahnya dengan telapak tangan, merasakan lagi perasaan aneh seperti di sekolah. Saat menyentuh bibir seperti ini, bayangan ketika Sparta menciumnya, langsung menabrak masuk memorinya dan membuat rasa aneh itu semakin menjadi-jadi.

Satu hal yang membuat Eric gemetaran, pada momen itu tubuhnya bereaksi secara otomatis dan menerima serangan ajaib itu tanpa bisa membantah. Padahal hanya ciuman kedua, terjadi berbulan-bulan setelah Sparta melakukannya pertama kali. Namun, hari kemarin rasanya seakan berubah, padahal yang melakukan itu masih orang yang sama.

Sparta tiba-tiba berdiri disampingnya, sementara Eric masih sibuk memutar kejadian ciuman itu dalam otaknya. Keterkejutan tak dapat disembunyikan, terlihat jelas dari tangannya yang bergetar sesaat. Tanpa menatap cowok itu sedikit pun, Eric menuju ke gudang dan gilirannya makan. Sparta mengikuti langkahnya dengan tatapan mata, berakhir di pintu gudang yang Eric tutup rapat dan membiarkan dirinya menyatu dengan gelap.

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang