79. Sparta dan Victor

159 23 19
                                    

[ Chapter kali ini mencapai 2800 kata ! Lebih panjang daripada biasanya ! ]

Pemandangan gedung tinggi yang terbingkai indah di jendela, kali pertama menghiasi kedua matanya. Saat berada di desa, pemandangan gang sempit dan kumuh, adalah sesuatu yang terlihat, juga harus jujur sangat tidak nyaman dipandang. Lampu-lampu yang menyala diseberang sana, menambah kesan malam lebih hidup. Kedua telinga Sparta berasa jernih, tanpa ada suara teriakan Gusvano atau tangisan Hamida yang menyakitkan. Lalu, di Kota Jakarta, dengkuran jangkrik tak lagi berperan menambah kepekatan malam.

Tubuh kurusnya meringkuk di sebuah ranjang empuk yang dibalut sprei bermotif bola. Pelan-pelan tangan Sparta menarik selimut, mengerumuni tubuh bocah disampingnya. Kedua mata Sparta terpejam erat, nyeri menggempur mata kanannya tiba-tiba. Pedih terus menyerang, hingga menjatuhkan cairan kemerahan seolah merasa belum terbiasa. Sparta ingat perkataan perawat, satu tahun ke depan ia harus kontrol satu bulan sekali untuk melihat perkembangan matanya.

"Aku takut...." Sparta memeluk Victor dari belakang. Ia mengabaikan ranjang lain di sebelahnya, memilih tidur bersama Victor untuk malam pertama mereka tiba di Jakarta.

Bayang-bayang Gusvano mengerubungi kepala. Seperti mimpi buruk yang acak saat demam, memorinya membuat kilas balik kejahatan sang ayah yang seketika membuat jantungnya berdebar.

"Jangan tinggalkan aku sendiri...."

Cairan kemerahan yang keluar dari matanya, kali ini bercampur dengan air mata. Sparta biarkan jatuh begitu saja, saat berusaha melupakannya hanya akan memberikan sesak yang tak bisa dikeluarkan.

"Sekarang cuma kamu satu-satunya teman yang aku punya," katanya pada punggung Victor yang tengah tertidur lelap. "Makasih udah ajak aku tinggal di sini, jangan tinggalkan aku," lanjutnya.

"BAJINGAN!"

Victor mengumpat kesekian kali, kesal saat pisau yang dilemparnya meleset dan menancap sia-sia di permukaan kardus. Padahal Sparta sudah tampak kelelahan, betisnya berhasil tertusuk cukup dalam beberapa saat lalu. Sehingga saat cowok itu menghindar dengan cara berguling, membuat Victor merasa terhina. Kondisi keduanya tak lagi bugar seperti baru pertama kali memulai perkelahian itu, sama-sama bernapas kelelahan dengan tatapan waspada.

Sparta berdiri susah payah, ikat rambutnya sedikit turun juga dipenuhi keringat. "Jadi ingat kenangan kita yang dulu, Victor," katanya berusaha mengatur napas.

Victor berlari seraya memegang satu-satunya pisau tersisa di tangan kanannya. Ada luka sayatan cukup dalam pada masing-masing tangannya, mengeluarkan darah yang cukup deras dan pedih. Kedua mata menatap tajam dan kerutan alisnya hampir menyatu, menunjukkan rasa tidak minat untuk membahas hal-hal di masa lalu seperti yang diungkit sang musuh. Victor memilih mengayunkan pisau ke arah Sparta dari bawah ke atas, berusaha menyayat organ fatal seperti dada atau lehernya.

Dagu Sparta menengadah, menatap ujung pisau yang hanya berjarak dua senti dari wajahnya. Kilauan itu tak kalah tajam dari tatapan Victor, begitu haus musuh di depannya untuk melancarkan serangan yang berkali-kali gagal. Tak ingin berakhir sia-sia lagi, Victor melayangkan tinju dari tangan kirinya ke perut Sparta, berlangsung tanpa jeda hingga menyulitkan Sparta untuk menghindar. Pukulan itu menekan kuat, Victor bahkan memutar kepalan tangannya seperti tengah membuka kunci. Kaus Sparta seketika kusut, lalu tubuhnya melayang jauh menghantam tembok diujung ruangan.

Bahkan dengan tangan yang berdarah-darah, semangatnya untuk menyelesaikan perkelahian tak kunjung padam. Mata Victor setengah terbuka dengan napas kasar, setengah bola matanya bersembunyi dibalik kelopak mata, menciptakan pandangan tajam yang berapi-api. Lawannya yang baru saja menerima pukulan, berangsur berdiri lemas. Saat kepalanya terangkat menatap Victor, cowok itu tengah berlari terseok-seok ke arahnya, melayangkan pukulan yang kali ini mendarat di pipi Sparta hingga menoleh ke samping. Padahal tubuh Sparta belum sepenuhnya berdiri tegak, tetapi sang musuh tak ingin kehilangan satu pun kesempatan dan memberikan pukulan lagi dan lagi.

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang