12. Red Dragon

396 61 4
                                    


Meskipun mungkin dirinya telah dilupakan, menganggap ikatan diantara mereka hanya sebuah kepalsuan, di mata Eric semua pengalaman yang mereka lalui begitu berarti. Dia ingin satu rumah lagi bersama Sparta, ingin menonton film dan membeli wafel karamel yang rasanya luar biasa. Bagi Eric, itu adalah sebuah hari normal yang seharusnya, bukan kisah membosankan di mana ia hanya bersekolah dalam kehampaan.

Harapan masih terlihat, saling berbagi luka dan lebih terbuka. Sparta adalah satu-satunya yang cowok itu miliki, setidaknya jangan pergi dan membiarkan Eric kesepian lagi. Hasrat besar dalam diri mendorong Eric memasuki kerumunan itu tanpa pikir panjang, memegang tangan Sparta yang masih terasa seperti dulu dengan perasaan antusias.

Sparta menoleh, tertegun mendapati sosok Eric berada di sampingnya dengan wajah tersenyum. Belum sempat mereka saling berbicara, seorang murid dari SMA Semantika yang masih bisa berdiri, berlari dan mendaratkan tinjunya di pipi Eric hingga berguling-guling.

"Lo siapa, bangsat! Jangan ikut campur seenaknya!" teriak cowok itu pada Eric, sukses mendaratkan pukulan.

Eric meringis, mengeluarkan darah dari hidungnya. Sparta menarik kerah baju murid yang melukai Eric, menghajar perutnya dengan lutut hingga sang korban terbatuk. Tak selesai sampai di sana, Sparta membanting tubuh lawan ke tanah hingga terpental keras, menginjak bahu lawan sampai terdengar suara tulang bersuara. Murid dalam kuasanya tak berdaya, berteriak kesakitan dan Sparta menyumbat mulutnya dengan ujung sepatu yang dipakai.

"Berisik, babi."

Teman-temannya yang sudah rata dihajar, memperhatikan dalam posisi telentang. Tak kuasa melihat bos-nya diperlakukan seperti itu, namun juga tak berani melawan. Sparta mengeluarkan pistol, mengarahkannya pada lawan yang tengah ia injak dengan tatapan serius. Eric tercengang, tubuhnya gemetar merasakan aura kemarahan Sparta yang semakin panas.

"Jangan lakukan itu, gue mohon!" Salah satu siswa bersujud di hadapan Sparta takut-takut.

"Mahesa, mundur. Dia itu iblis!" Temannya memperingatkan, memilih tetap di tempat yang cukup jauh dari Sparta.

"Rambut hitam panjang diikat sebagian, memakai anting silver dan kalung tulang ikan. Dia adalah Sparta, si Red Dragon!" Yang lain terdengar bersuara takut-takut, merincikan penampilan Sparta.

Sparta menginjak kepala Mahesa yang masih bersujud di kakinya, menekan lebih dalam hingga wajah cowok itu bergesekan dengan tanah. "Kalau ketakutan kayak banci, kenapa kalian berani lawan gue, ha?" tanyanya.

"K-kami disuruh orang, Bang! S-serius! Mereka Elang, geng paling berkuasa di Ibu Kota, kami gak bisa nolak," jawab Mahesa gemetar.

"Udah gue duga."

Sparta menjauh, memasukan kembali pistolnya ke dalam saku. "Bocah-bocah penakut, bawa babi ini dari sini atau gue bunuh kalian sekarang." Dengan tatapan tajam, ia menyeleksi tiap pasang mata yang ada di sana hingga seluruhnya menunduk.

Segera mereka berdiri, menggandeng bosnya yang dihajar habis Sparta dan lari berbondong-bondong meninggalkan tempat itu. Sesudahnya hening, hanya ada suara nyamuk berputar-putar mengitari tempat sunyi itu, juga sekumpulan lalat yang berenang di dalam bak sampah. Eric berdiri susah payah, tak ingin kehilangan kesempatan yang telah mempertemukannya dengan Sparta.

Punggung Sparta tampak tegak, terlihat lebih perkasa dari dirinya. Perawakan cowok itu sudah seperti anak kuliah, apalagi mengenakan kaus super pendek yang mengekspos seluruh lengan. Sparta berbalik, seketika langkah Eric terhenti hanya dengan melihat tatapan tajamnya. Sparta berlari mendekati Eric, meninju pipi cowok itu sampai punggungnya terbentur ke tembok kasar.

Eric batuk-batuk, mengeluarkan saliva yang terasa lebih encer. "Kenapa lo di sini? Apa lo mau mati?" tanya Sparta, jongkok di hadapan Eric kemudian menarik rambut Eric ke belakang.

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang