Sesaat setelah matanya terbuka, Sparta menarik kembali selimut yang ada di bawah kaki untuk menutupi tubuh. Menatap ke luar jendela dan melihat pohon cemara di belakang rumah basah kuyup. Udara dingin melesak masuk, meniup rambut yang masih berantakan hingga terseok-seok di keningnya. Seseorang memasuki kamar, Eric di sana dengan seragam yang sudah terpakai tetapi belum terkancing sempurna. Cowok itu mendekat, meraba kening Sparta hanya untuk memastikan kalau wajah lesu itu bukan pertanda dirinya sedang sakit."Pagi, Sparta." Eric menyapa, rambutnya masih basah dan sudah tersisir rapi.
"Kenapa lo gak bangunin gue?" Sparta bertanya, duduk dengan terpaksa.
"Udah, tapi lo cuman angguk-angguk kepala," jawab Eric, kali ini mengambil sepatu dan memakainya.
"Dan lo gak berusaha bangunin gue sampai bangun?" Sparta tampak kecewa, menyingkap selimut dari kakinya.
"Cepat siap-siap, Sparta. Hari ini Ulangan Akhir Semester, kan?"
Sparta tertegun, beranjak dari ranjang dan segera memasuki kamar mandi. Bahkan hari itu, dia tidak memandikan dirinya dengan baik berkat Eric yang memintanya segera berangkat. Awal bulan Desember disambut dengan baik, hari-harinya berjalan semakin nyaman di dalam lapisan atmosfer SMA Trinity yang membuat Sparta terlindungi dari komplotan Victor.
Sudah dua minggu berlalu sejak keduanya bergabung di ekskul voli. Perkembangan Eric terlihat pesat, sesuai dengan informasi yang Sparta dapatkan dari Malik. Sedangkan dirinya masih kaku, tak heran karena niatnya tidak sekeras Eric dalam olahraga tersebut. Selama ekskul, Pak Hasan selalu tersenyum bangga menyaksikan latihan Eric, bahkan Sparta juga merasakan hal yang sama.
Di perjalanan, mereka membeli sarapan berupa sosis bakar yang dilumuri dengan saus dan mayonaise, kedai baru yang pertama kali mereka lihat dan rasanya tidak begitu buruk. Menaiki angkutan umum, duduk sebelahan di dalamnya sambil mendengarkan musik berdua di dalam earphone, membuat Sparta lupa akan berbagai hal buruk yang menimpanya beberapa waktu lalu.
Angkutan umum yang mereka tumpangi, tiba-tiba terjebak macet. Waktu menunjukan pukul enam lebih lima belas menit, terhitung masih pagi dan yakin akan sampai sebelum pukul tujuh.
"Orang-orang yang waktu itu ngejar lo, kira-kira mereka ada di mana?" Eric bertanya, melepaskan earphone di telinga dan memasukannya ke saku seragam Sparta.
Baru saja Sparta mulai lupa, ingatannya kembali dihantui. "Gue gak tahu."
Tiba-tiba dari belakang, segerombol motor memenuhi jalanan, memaksa memasuki kemacetan yang membuat keadaan semakin runyam. Jalanan yang sudah padat, bertambah semakin sesak. Eric membuka mata lebar, menoleh ke kaca belakang dan melihat orang-orang itu kompak mengenakan jaket bergambar Elang di punggungnya.
"Eric?" Sparta memanggilnya, disusul dengan suara klakson mobil yang saling bersahutan karena merasa terganggu dengan geng motor tersebut.
"Mereka di sini, orang yang selama ini ngejar lo."
Sparta menoleh ke belakang, tepat di mana tatapan Eric membidik. Matanya melotot lebar, memegang pergelangan tangan Eric dan menariknya keluar dari angkutan umum. Dalam panik, Eric bertanya-tanya mengapa mereka keluar dari sana. Sementara Sparta, membawanya berlari meninggalkan jalan raya dan memasuki gang-gang kecil sebagai jalan pintas menuju sekolah.
"Kenapa kita keluar? Bukannya lebih aman kalau tetap di dalam mobil?"
Sparta tak menjawab pertanyaannya, terus menarik tangan Eric dan berlari dalam keadaan gusar. Sementara di dalam angkutan umum sebelumnya, salah satu anggota Elang masuk dan menyelidiki wajah para penumpang satu-persatu.
"Apa lihat-lihat, Bocah?" tanya salah satu penumpang sambil menatapnya tidak nyaman.
Anggota Elang itu tak terima diejek, lalu memukul tanpa segan orang yang baru saja bicara dan membuat penumpang lain histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...