37. Ketakutan dan Harapan

306 46 15
                                    


        Lampu remang-remang yang seluruhnya tertutupi rumah laba-laba, kali ini berkedip seakan sudah tak mampu lagi menyala. Sinarnya menerangi langsung dua orang di bawahnya, sosok Victor dan Eric. Salah satu dari mereka menderita luka parah akibat kekuasaan salah satu yang lain terhadap tubuhnya, Eric sebagai penerima luka-luka itu meringkuk semakin kuat di atas lantai berdebu. Legam dan darah keluar dari berbagai tempat, membuat suhu tubuhnya mendingin dan mati rasa. Ikatan di kedua tangan semakin kuat, khawatir menghalangi aliran darah di nadinya.

Victor meremas telepon kuat-kuat, merasakan keringat keluar dari pelipisnya karena merasa gerah. "Dia selamat? Anggota yang datang ke sana pasti lebih dari lima ratus orang, bahkan bisa saja seribu! Tapi kenapa...."

Sorot matanya bergejolak, tampak memanas sampai Eric mengalihkan pandangannya dari tatapan itu. Semakin lama dilihat, semakin Eric merasakan kebencian yang membara dan membuatnya cemas.

Sementara di sisi lain, tidak jauh dari lokasi gudang tempat penyekapan Eric, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Keempat rodanya menggelinding di jalan menurun yang hanya bisa dimasuki satu mobil. Tampak melaju tanpa hambatan berkat kemulusan aspal. Sparta masih dalam kondisi khawatir, sejak tadi pikirannya tidak pernah tenang sebelum mendapatkan apa yang ia cari. Malik melirik dari spion, menatap muridnya di bangku belakang sedang melihat pemandangan melalui jendela. Matanya yang berbeda warna, menelusuri perkebunan teh yang menghiasi sepanjang jalan.

Tiba-tiba mobil di rem mendadak, membuat tubuh Sparta terdorong ke depan dan hampir membentur kursi. "Kenapa berhenti?!" bentaknya, seolah masih memiliki banyak energi meskipun tubuhnya penuh luka.

"Kayaknya kita udah sampai," ucap Malik, menatap lurus ke depan.

"A-apaan ini?" Sparta membuka mata lebar, riwayatnya seakan tamat saat melihat sekumpulan anggota Elang menghadang mobil mereka.

"Kayaknya mereka tidak akan membiarkan kita lewat," kata Malik.

"Orang bodoh mana yang bakal membiarkan musuhnya lolos? Gue dalam masalah, gue gak bisa melawan orang sebanyak itu! Tenaga gue udah habis!" Sparta cemas, luka-luka di tubuhnya semakin mengganas saat emosi pemiliknya naik.

"Saya bilang tadi ke rumah sakit dulu, tapi kamu tidak dengarkan saya, kan?"

"Jangan ungkit yang udah terjadi. Gue pengen segera selamatkan Eric, gak ada waktu buat istirahat." Sparta menunduk, menatap buram sepasang sepatu hitam yang dihiasi bercak darah.

Ia menutup matanya, kegelisahan berangsur menghilang dan kekacauan dalam hati mereda. Bayangan Eric menghadang pikirannya, memupus segala keburukan yang semula Sparta bayangkan. Senyum lebar Eric saat ini terlukis dibenaknya, seorang teman terdekat yang sangat berharga.

"Sekali-kali kamu harus dengarkan orang lain, Sparta. Turun melawan berandalan terlatih itu hanya akan membuat kamu dalam bahaya. Apa karena saya bukan Eric? Sampai kamu gak mau--"

"Eric! Itu dia. Gue ke sini buat dia, kenapa harus menyerah cuman karena luka ringan ini?" Sparta berbisik pada dirinya sendiri, tak mendengarkan ucapan Malik yang bahkan belum selesai.

Sparta hendak membuka pintu mobil, tetapi Malik menahan tangannya. "Tunggu!"

"Lepasin!" Sparta menatap galak.

"Saya yang akan melawan mereka. Kamu harus berada dekat dengan saya, saya akan menuntun kamu sampai ke pintu masuk gudang!"

"Emangnya lo bisa bertarung?" Sparta menurunkan alisnya, meremehkan dengan jelas perkataan Malik.

"Sekarang dengarkan rencananya dan jangan membangkang kalau mau Eric selamat."

[ UNRAVEL ]

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang