Dua orang sedang berdebat, mempertahankan keegoisan masing-masing dan tidak ingin mengalah. Seorang penjual kendi beras, bersikeras tak ingin memberikan potongan harga pada sang pembeli. Perdebatan kedua orang itu lenyap oleh suara kaki kuda yang dibelakangnya dibuat menyerupai gerobak dan mengangkut banyak beras.Anak-anak terhimpit orang dewasa yang memiliki tubuh lebih berat, mereka berteriak dan menangis karena sering kali kakinya terinjak oleh orang lain. Seorang remaja yang masih mengenakan seragam sekolah, berada diantara orang-orang itu dan berjalan dalam kesempitan. Jangan meremehkan dirinya, karena pasar sudah dianggap rumah. Remaja itu berbelok memasuki gang sempit, menghirup aroma selokan dan lumut dinding yang sampai mengenai seragamnya.
Berkat matahari yang sudah bergerak ke sisi lain bumi, gang tikus ini menjadi lebih gelap. Ia berakhir di sisi lain pasar, tampak lebih sunyi karena berada di belakang. Suara tawa pria dewasa terdengar saling bersahutan, mengadu keberuntungan dengan bermain kartu di salah satu meja. Beberapa lampu kuning menggantung, memberikan penerangan pada meja-meja tertentu sehingga wajah bahagia mereka terlihat. Sisanya, memilih berjongkok di kegelapan sambil menikmati minuman keras, atau sekadar merokok dan bermain ponsel.
Meskipun sudah beberapa bulan berlalu, tempat ini tidak berubah. Bar Ravalon berdiri tegak dan kokoh setelah penyerangan geng Elang yang menewaskan Tomi. Desainnya dibuat sama persis, seolah kejadian itu terlupakan, lalu mengembalikan tawa dan kehangatan semula.
"Cepat kasih taruhan tadi, Davin!" Seorang pria dewasa tampak berusaha merampas sekumpulan koin emas di tangan anak muda dihadapannya.
"Sabar dulu, sialan. Satu putaran lagi!" Remaja yang bernama Davin meringkus dalam pelukan koin emas itu, melempar kartu ke meja berharap permintaannya dituruti.
"Ha?! Permainannya udah berakhir! Karena gue yang menang, jadi cepat serahkan taruhannya! Gue harus menukarnya sama alkohol!" Pria dewasa itu tak terima, memukul meja hingga empat gelas kopi bergoyang dan hampir tumpah.
"Lagipula dia tidak mengumpulkan taruhannya di meja, sudah pasti akan curang," ucap salah satu pria yang sama-sama berada di meja itu.
"HAHAHA! Bisa-bisanya orang dewasa kayak kalian ditipu anak SMA!" Davin memegang perutnya, seakan puas dengan tindakannya.
"Ya ampun, bego sekali kalian. Kalau gitu, sampai jumpa tuan-tuan bodoh!" Davin meraih topi hitam bercorak tengkorak dari atas meja, memakaikan di kepala dan berhasil menutupi rambut ungu miliknya.
"Komunitas Elang itu emang menyebalkan." Pria dewasa yang telah dipermainkan Davin mengumpat, menatap punggung berbalut jaket hitam bergambar burung elang.
"Ikhlaskan aja. Memang uang dari judi itu gak akan berkah," ucap temannya menguatkan, melirik Davin yang sudah menjauh. "Ada orang yang bicara sama si Davin. Siapa dia?"
Davin terusik, menghentikan langkah angkuhnya dan menatap orang yang berdiri menghadang jalan. "Minggir. Mau apa lo?" tanyanya sinis.
"Ke mana Victor membawa Eric?" Sparta balik bertanya, langsung pada intinya.
"Ha?!" Davin menatap penampilan lawan bicaranya dari bawah hingga atas, mengunci sesaat wajah Sparta dan lama-lama ekspresinya memucat. "Kalung tulang ikan dan rambut diikat itu ... jangan-jangan lo---"
"Di mana Eric?! Di mana Victor?!" Sebuah pisau lipat tiba-tiba mengarah ke wajah Davin, menghentikan kalimatnya karena berpikir benda tajam itu akan merobek hidungnya.
"Pergerakan yang cepat sekali, gue gemetar," ucapnya dalam hati.
"Woi!" Sparta berteriak, merasa sebal karena anggota Elang di depannya hanya diam ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...