[ Note : Bab kali ini sedikit panjang daripada sebelumnya❗❗ ]
🌻🍁🌻🍁
"Ah, anjing. Masa gue kalah lagi," pekiknya sembari menggebrak meja, meluapkan emosi pada benda mati yang tak tahu apa-apa.
Januar terbahak di seberang Cakra, mengetuk meja kantin menggunakan tajamnya pulpen. "Tahan, Cak, emang gue terlalu jago," balasnya sombong, memandangi puas selembar kertas yang menampilkan beberapa kolom dengan huruf-huruf SOS memenuhi.
Yang kalah berusaha menerima, walaupun perasaannya tidak senang akan kekalahan keempat kali dalam permainan kuno itu. Diam-diam berlagak tak paham, Januar justru berhasil unggul. Eric duduk bersama mereka, tidak terlibat dengan permainan dan memilih berkonsentrasi pada hal lain. Pulpen milik Cakra yang sempat menggelinding ke arahnya, menjadi sasaran untuk mengisi waktu luang dengan memutar benda kecil itu di tangan.
Kegaduhan merajalela di area kantin, sungguh membuatnya muak setengah mati. Tak ada yang menarik di sini selain soto ayam di depannya yang telah terkuras habis. Ada pertanyaan memutar di kepala, tentang sosok Sparta yang benar-benar tak kembali selama tiga minggu lamanya. Kehilangan menjadi teman paling dekat, tak menarik lagi berada di keramaian jika wajah Sparta selalu menjadi bayang-bayang. Mendung dari arah langit siang itu, menjadi gambaran layak untuk perasaan hampanya.
Tidak ada obrolan yang membahas soal Sparta, bahkan dari mulut Januar dan Cakra. Bukannya tidak peduli, mereka hanya tak ingin membahasnya lebih jauh karena ada perasaan terluka yang berusaha dilindungi. Eric akan semakin kelabu jika nama itu keluar, ekspresi murungnya saat ini saja, sudah cukup memberikan kejelasan.
"Maaf, Sparta, gue nekad belajar berkelahi," batinnya tiba-tiba.
Klip dalam pikiran melayang pada sosok Ramune yang mengajarinya beberapa hal soal perkelahian. Di belakang minimarket, setelah membuang sampah-sampah, Eric menerima kesanggupan cowok itu dengan sebuah syarat. Dia tidak akan membunuh, atau membuat cedera parah pada lawan. Eric tak keberatan, karena untuk melakukannya dia sendiri tidak akan sanggup.
"Gak perlu terlalu jago. Gue cuman mau bisa melindungi, minimal diri gue sendiri," katanya bertekad.
Ramune tampak berpikir. "Kalau dari tubuh jelas lo gak bakal punya banyak tenaga."
Eric cemberut, tetapi tidak protes karena itu benar adanya.
"Sip. Gue bakal ajari lo cara menghindar, bukan menahan serangan musuh."
"Kalau gue dikepung, gimana?"
"Sabar, nanti gue ajari biar lo tahu beberapa gerakan yang biasa dipake sama kroco," sahutnya.
"Kalau Victor yang mau pukul gue?"
"Lo pasrah aja." Ramune tertawa.
Wajah beringas milik bosnya itu sungguh menyebalkan saat tertawa. Walaupun Ramune pernah membantai habis geng Elang sampai belum berani muncul lagi ke permukaan, tetapi tak ada niat baik untuk meyakinkan Eric kalau Victor tidak begitu mengerikan.
"Eric, lo ikut?" Pertanyaan itu berhasil membuatnya tertegun ke kenyataan.
Celingukan tak paham sedang membahas apa, Eric menggeleng saja.
"Ya udah, kita berdua aja," ucap Januar setelah menerima penolakan dari Eric.
Cakra bangkit dari sana. "Gue mau berangkat tanding final sama SMA Semantika, jangan ada dendam, ya. Gue minta doa dari lo, Eric," katanya.
Eric berkedip sadar, sempat lupa jika Cakra harus bertanding setelah pertikaian diantara mereka satu bulan yang lalu. Cowok itu berhasil sejauh ini, Eric tak akan khawatir dengan pertandingan berikutnya. Kepercayaan terlukis jelas pada bola matanya, membuat Cakra tersenyum percaya diri. Januar sendiri menawari Eric untuk menonton, tetapi terlanjur menolak dan memutuskan untuk benar-benar tidak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Ficção Adolescente[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...