Sparta pergi. Langkahnya menjauh tanpa beban meninggalkan gadis yang bersedih itu sendiri. Mandarin menunduk kecewa, lagi-lagi tak ada yang mengerti dirinya dan memendam kembali perasaan sakit yang dalam hati. Kadang tak mengerti, apa yang dirasakan cowok itu ketika didekatnya. Namun, tatapan mata dan suara datarnya, memperlihatkan jelas ketidaktertarikan Sparta yang Mandarin akui. Setidaknya sekali saja, ia ingin meraih Sparta dan membantu Mandarin keluar dari lingkaran aturan yang mengekang selama ini.Bukankah kisah antara pangeran dan putri lebih baik daripada pangeran dan pangeran? Gadis itu ingin menjadi heroine seperti dalam komik-komik. Dua orang terluka yang saling mencintai, lalu bersamaan keluar dari penderitaan dan hidup dalam kebahagiaan. Ekspektasinya sempurna, tetapi melihat realita justru membuat gadis itu menggigit bibir pahit.
"Apa yang kamu lalui selama ini?!" teriaknya, berhasil menghentikan langkah lebar Sparta. "Apa masalah hidupku konyol di mata kamu? Apa diatur selama hidup itu sesuatu yang bisa disyukuri?" tanyanya.
Sparta tak tega melangkah lebih jauh, kali ini hatinya peka dan sadar telah membuat seorang wanita menangis. Air mata Mandarin jatuh, ia susut segera karena tak ingin Sparta lebih menertawakannya.
"Gue gak bilang gitu." Sparta melirik.
"Maaf aku cerita begini, emang gak tahu malu. Cerita ke orang yang gak peduli, cerita sama orang yang udah nolak mentah-mentah, keterlaluan." Mandarin tertawa kecil di sela-sela perkataannya, menertawakan diri sendiri yang gagal merebut hati dan simpati Sparta.
"Maaf."
Bayangan wajah Eric tergambar. Pikiran Sparta mengarah ke sana saat Mandarin memaparkan kalimatnya. Wajah yang muncul dibenaknya itu, mampu membuat Sparta melangkah meninggalkan Mandarin tanpa perasaan bersalah. Seluruh fokusnya mengarah pada sosok laki-laki yang sedang terlibat pertengkaran dengannya.
Dalam diam, di bawah payung awan yang berwarna putih, Mandarin sudah hampir menyerah mengharapkan cowok itu.
[ UNRAVEL ]
Eric menghitung uang kembalian setelah membayar makanan di kantin Sea. Uang jajannya sudah hampir habis, sementara uang yang ditransfer Dahlia kebanyakan masuk untuk biaya sekolah. Eric harus segera mencari pekerjaan sampingan, mengingat libur akhir semester sudah hampir tiba. Sepatu hitam yang sudah tak nyaman dipakai, melangkah meninggalkan kantin yang masih ramai sepulang sekolah. Anak-anak dari ekskul tari sedang menikmati makanan sembari merencanakan penampilan yang akan dibawakan di perlombaan akhir tahun nanti.
Selain voli, berbagai ekskul juga turut diadakan dengan jadwal yang berbeda. Sekolah Trinity mengikuti sembilan perlombaan dan berharap bisa menjuarai paling buruk tiga lomba. Sekolah yang berhasil mendapatkan banyak penghargaan akan diliput dan mendapatkan banyak rekomendasi ke universitas terkenal. Murid dari sekolah juara yang terlibat perlombaan akan mendapatkan keuntungan setimpal dengan bea siswa paling sedikit 40%.
Matanya melirik ke mading yang kebetulan Eric lewati. Sebuah berita terpapar, tampak berdebu karena sudah satu tahun kertas abu-abu itu melekat di sana. Berita tentang pencapaian luar biasa yang diraih SMA Semantika, memenangkan 25 pertandingan, alias seluruh pertandingan. Memang terdengar mustahil, tetapi kehadiran murid-murid dari luar negeri berhasil mengoyak mental dan fisik seluruh peserta--termasuk Trinity.
Tahun lalu, SMA Trinity tidak memenangkan satu pun pertandingan dan pulang membawa hikmah dan rasa malu.
"Mereka berbahaya."
Eric terkesiap, menoleh ke asal suara dan menemukan Pak Hasan berdiri di sampingnya entah sejak kapan. "Ditempel di sini sejak setahun yang lalu, kenapa?" tanyanya penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...