"Ada anak sekolah kecelakaan di perempatan, dia terluka sangat parah.""A-apa? Apa meninggal di tempat?"
"Berisik sekali. Apa benar ada kecelakaan?"
"Anak pakai motor besar itu! Emang dia setiap hari selalu kebut-kebutan, saya sering melihatnya saat sedang berjualan."
Suara dari orang-orang penuh kasihan, terdengar di sepanjang jalan. Aroma darah dan raungan mobil ambulance, serta garis kuning yang melingkari jalan, masih tergambar sangat jelas dalam ingatannya. Tidak ada satu pun kejadian di hari itu, yang Malik lupakan. Tanggal 3 Maret 2017, tepat di hari Jum'at, satu-satunya anggota keluarga Malik menyusul pergi sang Ibu. Baru saja enam bulan dari kematian sang Ibu, Malik kembali terpukul hebat kala ia harus menambah luka-lukanya.
"Ini adalah terakhir kalinya kita bicara."
Tatapan dingin yang meredam amarah, tak pernah juga Malik hapus dari ingatan. Bukan tidak ingin, tetapi memang memori pahit itu memilih terus melekat karena dendam yang tertinggal. Malik memejamkan mata, merasakan embusan angin yang menerpa dari pohon-pohon besar disekitar. Rasanya sudah lama tidak mencium aroma tanah merah dan berbagai macam bunga segar dari makam yang dikunjungi anggota keluarganya. Sesaat ia melirik ke samping, setiap kali ke sini selalu saja ada makam baru yang menghuni.
Memang kematian adalah takdir mutlak setiap manusia, batinnya berucap.
Sudah merasa gerah memegang sebuket bunga terlalu lama, Malik lalu berjongkok dan membersihkan sekumpulan daun-daun yang mengotori makam. Mungkin sudah satu tahun yang lalu Malik mengunjungi adiknya, Aksel Ilyasa. Seorang murid SMA Trinity kelas tiga, yang sebentar lagi akan lulus. Seharusnya begitu, tetapi kenyataan berkata lain. Malik tidak tahu, apakah kematian ini juga salahnya, atau memang sudah takdir. Yang jelas satu hal pasti, Aksel belum memaafkan dirinya.
"Habis ini jangan datang lagi dalam tidur saya, Aksel. Kamu rindu kakakmu, kan? Mulai sekarang saya janji akan ke sini setiap hari Jum'at," katanya.
Sekumpulan bunga putih itu Malik simpan di atas makam, terbungkus rapi oleh plastik seolah ingin membuatnya nyaman.
"Aksel, ada anak pindahan di sekolah. Dia awalnya mengantar pizza ke sana-sini, lalu saya menyekolahkannya untuk kamu. Anak itu memiliki jiwa kamu, dia sama-sama kesepian dan meredam banyak amarah."
Berniat hanya mampir sebentar, tetapi Malik tampak enggan beranjak dari sana. Sudah sekitar sepuluh menit, bibirnya masih bersuara menceritakan tentang Sparta. Sunyi yang perlahan menghilang bersama dengan tawa dan kisah yang Malik lontarkan, tak peduli siapa yang sedang menatapnya saat ini, mereka hanya sekumpulan orang lewat yang sudah berziarah. Orang-orang itu pernah kehilangan juga, setidaknya pasti tahu apa yang dirasakan Malik saat ini.
Sementara jauh dari guru BK itu berada, tepatnya di sebuah rumah sakit kota. Tempat di mana Sparta dan Eric menjalani perawatan usai menerima kejadian tragis semalam. Ruang IGD sudah diambil alih oleh pasien lain, secara otomatis memindahkan pasien sebelumnya ke ruangan ICU untuk perawatan lebih lanjut.
Dalam tidurnya, Sparta tak mengenakan kaos apa pun. Di bagian perut tampak terlilit perban, membungkus luka goresan pedang yang sebelumnya ia terima. Aksi pengejaran mereka masih terasa begitu nyata. Suara cemoohan dan haus akan pembunuhan, menggerayangi telinga walaupun dalam kondisi tidak sadar. Itu sangat menyiksa, satu-persatu luka dari para anggota Elang mengenai tubuhnya dan merampas seluruh kekuatan sampai tak mampu untuk berdiri.
Kedua mata terbuka, menatap langit-langit dengan satu mata yang masih berfungsi. Sparta sesaat diam tak bergerak, merasakan mata palsunya seolah memberontak berusaha keluar. Ketika hal itu terjadi, Sparta tahu kalau ia tidur begitu lama. Selain itu, seluruh tubuh pun merasa kaku dan nyeri. Sejenak berpikir, mungkin secara tidak sadar mereka berhasil mengenai Sparta, tetapi lukanya baru menyerang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...