Gadis berambut pirang sepinggang, berjalan lebih cepat dari biasanya. Kaki jenjang itu melangkah cemas memasuki ruang UKS yang terdapat beberapa murid dan petugas sedang berkerumun mengelilingi sebuah kursi. Kehadirannya menjadi pusat perhatian, mereka yang ada di dalam melirik saat mendengar derap sepatu mendekat kencang. Dengan napas yang masih berembus cemas, Mandarin masuk dan melihat Eric tengah duduk di kursi dengan hidung tersumpal tisu.Mandarin mengira itu adalah Sparta, tetapi saat melihat yang duduk di sana adalah Eric, perasaannya semakin cemas. "Sparta di mana? Apa dia baik-baik aja?" tanyanya pada siapa pun yang mau menjawab.
"Gue di sini."
Di daun pintu Sparta berdiri, kedua tangan membawa sebuah nampan yang berisi semangkuk lontong sayur dan jus alpukat. Mandarin mendekat, tersenyum lega saat melihat kondisinya baik-baik saja. Sparta bergerak mundur karena khawatir tingkah girang gadis itu membuat makanan yang dibawanya tumpah.
"Syukur lah, aku pikir kamu terluka saat denger kamu lagi berantem."
"Gue gak kenapa-napa, yang terluka Eric." Sparta mendekati Eric, memegang tangannya yang gemetar sambil terus menutupi hidungnya dengan tisu.
Selain Sparta dan Mandarin, di sana Cakra dan Januar juga turut hadir melihat kondisi Eric. Sparta menurunkan tangan Eric dari hidungnya, kemudian darah segar muncul lagi dari lubang kanan dan masih tampak deras.
"Bahaya, darahnya terus keluar sudah lima menit." Januar membungkukkan badan, bermaksud melihatnya lebih jelas.
"Dua anak sialan, beraninya mereka memukul Eric sekeras itu." Cakra menyuarakan kekesalannya.
"Tapi apa mereka sekuat itu? Apa kamu gak bisa melawannya?" tanya Mandarin yang memilih tetap di dekat pintu.
"Melawan dua orang seperti itu mustahil, kan? Lagian gue lihat kalau Irwan itu tubuhnya jangkung dan berisi," sahut Januar menoleh Mandarin.
"Bukannya Sparta juga di sana? Melawan dua bocah ingusan seperti mereka harusnya bukan masalah buat dia." Cakra memberikan pendapat.
"Kenapa darahnya belum juga berhenti!?" Sparta berteriak kepada petugas UKS, hingga laki-laki berusia sekitar 50 tahun itu terperanjat kaget.
Suasana mendadak hening, wajah Sparta yang berubah merah terekspos jelas hingga membuat semuanya diam. Cengkraman tangannya menguat pada pergelangan tangan Eric, membuat cowok itu meringis menahan sakit. Sparta sadar, melepas tangannya dan seketika memberikan efek kemerahan pada tangan Eric.
"Sorry, Eric." Sparta menunduk, berusaha mengontrol emosinya.
"Pukulan itu melukai tulang hidungnya hingga nyaris patah. Saya sudah mengobati dengan peralatan yang ada, kalau jadi semakin parah, kemungkinan harus dibawa ke rumah sakit," jelas petugas UKS.
Eric memakan lontong sayur yang dibawakan Sparta dengan lidah kelu, memandangi ekspresi cemas Sparta di ujung UKS. Sparta mengerti dengan perkataan penjaga UKS, cowok itu marah karena pikirannya telah terpengaruh oleh ucapan Cakra yang mengatakan kalau Sparta ada di sana, menyaksikan kejadian saat Eric dipukul Irwan dengan sangat keras. Namun, Sparta tidak menghentikan itu dan membiarkan kejadian nahas terjadi. Dengan penuh penyesalan, Sparta keluar bersama yang lainnya keluar dari ruangan UKS. Petugas bilang Eric untuk sementara harus menahan aliran itu menggunakan tisu sampai benar-benar kering.
Januar dan Cakra pamit lebih dulu ke kelas. Sparta awalnya diajak, tetapi ia menolak karena harus menemani Eric membeli sekotak tisu di koperasi sekolah. Mandarin berjalan di belakang mereka, tangannya meremas masing-masing sisi rok dengan gelisah.
"Apa itu sakit?" tanya Sparta, melihat pangkal hidung Eric berwarna legam.
"Iya, tadinya belum berasa. Tapi lama-kelamaan, rasanya semakin perih," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...