Epilog

118 8 5
                                    

"Mereka berpisah tanpa alasan. Luhan menunggu kekasihnya selama lima tahun dengan harapan dia kembali dan meminta maaf telah meninggalkan Luhan. Namun, setelah lima tahun yang sia-sia, dia tak kembali dan membuat Luhan putus asa. Luhan akhirnya menikah dengan orang lain, meskipun perasaannya masih tertinggal di masa lalu. Selesai."

Suara tepuk tangan menggema, bahkan beberapa murid laki-laki bersiul mendengar akhir kisah yang dibawakan murid perempuan dengan penuh perasaan. Gadis itu menutup bukunya malu-malu, lantas membungkuk sedikit untuk mengucapkan salam berakhirnya presentasi singkat karangan cerita.

Dari pintu kelas, kekasihnya menunggu dengan wajah sendu. Bel istirahat berbunyi, gadis itu bergegas menemui sang kekasih dan berjalan beriringan di lorong sekolah.

"Gimana cerita aku? Bagus, kan?" tanyanya antusias. "Liana gitu loh!"

"Apa bagusnya cerita dengan ending kayak gitu?"

"Eh? Niko gak suka sad ending?"

"Bukan. Lo bawain ceritanya terlalu mendalami, kayak kisah nyata."

Mereka berhenti melangkah, Liana tersenyum kikuk. "Sebenarnya, itu kisah ayah aku."

"Maaf...."

Liana menggeleng. "Nanti pulang sekolah, ke rumah aku, ya?"

[ Lo datang waktu gue merasa benar-benar kesepian. Gue yang terbiasa sendiri mulai berubah sejak setiap hari bersama lo, Sparta. Segala luka yang gue terima selama kita bersama, bukan masalah. Hal-hal itu bisa tetap indah selama kita sama-sama.

Ciuman pertama kita, gue masih ingat. Waktu lo penuh luka ditengah malam, masuk tanpa izin ke rumah dan memberi gue ciuman itu. Rasanya aneh, bahkan gue memekik jijik waktu dipaksa bangun sama ciuman itu. Tapi sejak itu gue sadar, ada yang gak beres sama perasaan gue, sama perasaan kita. ]

Niko menjatuhkan tubuh di kasur dengan seragam putih abu-abu, tangannya mengenggam buku tebal dengan goresan tinta biru. Liana masuk dengan pakaian serupa, menyimpan beberapa makanan ringan di meja serta minuman soda. Sejenak Niko berhenti membaca, mata sipitnya menatap seisi kamar bernuansa feminim dengan alis berkerut.

"Kenapa kelihatan bingung?" tanya Liana, memasukan sebiji kacang tanah ke mulut. "Ayah aku gay," lanjutnya.

"Ah, itu yang mau gue tanyain," jawab Niko, duduk serius dengan kaki turun ke lantai. "Tapi... kenapa dia bisa menikah sama ibu lo?"

"Niko, hidup bersama bukan berarti saling mencintai. Ayah sayang sama ibu, aku tahu. Tapi, rasa sayang yang dimaksud hanya bagaimana ayah melihatnya sebagai perempuan, sahabat, serta orang yang disukai nenek," jelas Liana.

Gadis itu menatap langit-langit sambil bersandar ke sofa. "Aku 16 tahun, aku bukan anak-anak lagi. Aku mengizinkan kamu membaca rahasia ayah karena kamu pacar aku, Niko."

[ Perasaan kita semakin besar, bahkan orang-orang mulai berusaha memisahkan gue dan Sparta. Gue ingat sewaktu Mandarin menuduh Sparta memperkosanya, kita bertengkar hebat sampai gue bicara kurang ajar sama Sparta. ]

"Ayah pulang."

"Ayah!" Liana bergegas keluar kamar. "Tunggu, ya!" serunya pamit pada Niko yang masih fokus membaca.

Gadis itu menuruni tangga girang, memeluk Eric yang tengah melonggarkan dasi di daun pintu. "Liana? Kamu gak pergi ke bazar buku?" tanyanya.

"Bazar?" Liana melepaskan pelukan bingung.

"Ada di perempatan jalan Gemilang, ajak Niko ke sana, ya."

"Serius?!" Niko!" Liana berteriak memanggil kekasihnya, tetapi tak ada jawaban.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang