Semilir angin menggelitik perutnya yang sedikit terekspos. Kedua mata dipaksa terbuka hanya untuk menyaksikan kereta api melesat beberapa meter di depannya. Debu-debu berterbangan pekat, berasal dari bawah peron dan sepatu orang-orang yang berdesakan tampak sibuk. Sparta terperanjat, layaknya orang linglung yang menoleh kanan-kiri waspada. Sinar matahari lebih menyengat dari biasanya, menciptakan rintik keringat di sekujur tubuh berkemeja biru itu.Dia tidur semalaman di tempat ini, stasiun kereta api. Kepalanya merasa sakit luar biasa, tidak tahu berapa lama dirinya tertidur. Suara perut kosong berbisik, sadar belum memakan apa pun sejak kemarin. Kakinya melangkah normal, tak ingin membuat orang-orang curiga bahwa dia adalah berandalan red dragon yang selalu ditolak kehadirannya. Cowok itu menuju ke sebuah kedai pecel lele di pinggir jalan, menebak harganya takkan terlalu mahal.
Sparta merogoh sesuatu dari sakunya, seraya menunggu orang lain yang tengah mengantri di tempat itu. Matanya membulat panik, tak menemukan satu lembar pun uang di saku kemejanya. Saat orang lain selesai memesan, Sparta justru mundur dan berlari ke tempatnya tidur semula.
Tidak ada.
Berakhir mengembuskan napas merasa bodoh. Karena tentu saja jika uangnya jatuh di tempat seramai ini, seseorang sudah menemukannya. Niatnya berziarah ke makam Hamida yang masih jauh, hampir tidak ada harapan. Dia tak mungkin berjalan sampai ke sana, tetapi untuk naik kendaraan pun, semua uangnya telah hilang. Berniat kembali lagi, dia sudah setengahnya ke tempat tujuan.
Sparta berdiri, berpikir untuk saat ini yang diperlukan memakan sesuatu terlebih dahulu. Kalau soal memburu makanan tanpa sepeser pun uang, dia sudah handal melakukannya. Namun, kali ini berasa kesulitan karena Sparta enggan mencuri. Kelakuan kurang ajarnya itu seolah menolak dilakukan lagi, membuat pikirannya bingung setengah mati. Dari kejauhan, terlihat tumpukan sampah menggunung sampai memanjat tembok sebuah restoran besar. Letaknya memang di belakang restoran, tetapi jika sampah berbau dahsyat itu diketahui pelanggan tentu masalah yang besar.
Sparta mendekat, mendengar sayup-sayup pria berpakaian oren sedang mengomel. Rupanya, pria tua itu marah karena belum ada tukang sampah yang biasanya mengangkut sampah-sampah itu.
"Permisi," ucap Sparta.
Pria tua itu menoleh kaget, melotot sesaat pada Sparta yang muncul tiba-tiba. "Ada apa? Siapa?" tanyanya tak ramah.
"Boleh saya yang angkut sampah-sampah ini?" Sparta bertanya hati-hati.
"Ha?" Pria tua itu meratap tidak yakin. "Emangnya kau sanggup? Di mana mobil yang mau angkut sampahnya?" tanyanya balik.
Sparta celingukan, lalu menunjuk sebuah gerobak besar yang kebetulan berada di sana. "Pakai itu."
"Orang gila! Pergi sana!"
"Saya mohon, Pak. Tidak apa-apa upahnya sedikit, saya akan angkut separuh-separuh sampah itu," jelas Sparta dengan perut keroncongan meminta asupan.
"Heh, tempat pembuangan sampah besar itu jauhnya 5 kilo dari sini," kata si pria tua.
"Itu dekat, saya mohon!" Sparta membungkuk, suara perutnya meracau lagi, kali ini pria tua itu mendengarnya.
Sparta duduk canggung di dalam restoran terkenal yang cabangnya berada di mana-mana. Dilahapnya cepat-cepat beberapa hidangan di meja yang tersaji secara gratis. Rasanya enak, begitu pula dengan orange jus yang menjadi minuman best seller di restoran ini. Seluruh pengunjung menatapnya, kaget melihat Sparta yang tampak sangat kelaparan.
Pria tua itu memutuskan untuk memberinya makan terlebih dahulu, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di depan matanya. Dengan perjanjian pemotongan upah, Sparta setuju dan berjanji akan membuang sampah-sampah itu ke tempat yang dimaksud. Jarak 5 kilo meter tidak terlalu bermasalah untuknya, karena dahulu cowok itu bisa berkelana lebih jauh dari itu. Perutnya merasa sakit, terlalu kenyang melahap makanan asing yang baru pertama kali masuk ke perutnya. Baru bersandar sejenak, pria tua itu sudah melambaikan tangannya dari pintu dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRAVEL [TAMAT]
Teen Fiction[ Boy X Boy CONTENT! ] [ SELESAI PART LENGKAP ] Sparta Lewis, bocah sepuluh tahun yang diperkosa Ayah temannya, lalu membunuh pelaku atas dasar dendam. Gara-gara itu, rantai dendam berlanjut pada Victor Neptunus (teman Sparta) dan merubah kehidupan...