15. Victor : Sang Ketua

396 65 0
                                    


"Apa yang lagi kalian bicarakan," gumam Sparta parau, melirik tajam kepada dua orang yang berhasil menyulut emosinya.

Kalimat mereka tadi, yang mengatakan perihal Tomi tidak mungkin ia keliru mengartikannya.

"Apa yang lo maksud dengan mayat di bar, ha?!" bentaknya semakin emosi.

Kedua anggota Elang itu gelagapan, salah satunya meraih pistol dari dalam saku--berniat menjinakkan Sparta--tetapi berakhir jatuh karena Sparta tiba-tiba menyergap, mencengkram rahangnya keras-keras. Saat berusaha melepaskan cengkraman itu, tangannya ditusuk oleh pisau hingga berlubang ke belakang.

Anggota Elang itu menjerit, menatap darah mengucur dari telapak tangannya.

"Apa yang lo lakuin sama Gama?!" Orang disebelahnya berteriak, membela sang teman yang sudah meringis dengan wajah pucat.

"Diam lo sampah!" Sparta menonjok orang yang baru saja bicara, menarik kerah bajunya, lalu melempar tubuh itu hingga menghancurkan bangku-bangku kayu di sana.

Pisau di tangan Gama ia cabut, mendorong tubuh Gama ke tembok yang tidak rata dan menginjak kepalanya hingga nyaris tak sadarkan diri. Gama tak sanggup lagi mengepalkan tangan akibat luka tusuk, tangan kirinya yang masih baik-baik saja sudah lebih dulu Sparta pelintir sampai tulangnya berbunyi keras. Bahkan, mulutnya sudah tak mampu berteriak lagi.

Sparta mengambil Desert Eagle yang tadi digunakan Gama untuk menembak pak Tarwin. Menarik pelatuknya, lantas menembak ke kepala Gama tanpa segan. Temannya bangkit dari tumpukan bangku, membuka mata terkejut--sesaat setelah suara pistol berbunyi. Ia berdiri, berteriak emosi ke arah Sparta dengan memanggil namanya. Sparta melirik dengan wajah yang dihiasi percikan darah segar, menembak teman Gama di bagian lutut hingga tersungkur jatuh.

Kemudian, ekspresi kepuasan terlihat. Mengelap wajah dengan kaus, lalu berjalan meninggalkan kedai nasi goreng yang tergeletak dua jasad meninggal dan satu orang terluka. Sparta berlari, memutar balik tubuhnya kembali ke bar Ravalon dengan air mata yang tiba-tiba terjatuh. Seluruh tubuh masih merasakan nyeri, luka tak kasat mata di dalam dada juga semakin membengkak. Hal itu membuat kakinya melemas, tetapi dipaksa berlari lebih cepat karena amarah.

"Gak mungkin, Mas Tomi pasti baik-baik aja," gumamnya, membangun harapan kosong hanya untuk menghibur diri.

Sparta berhenti sejenak, menatap sekumpulan motor yang terparkir asal di depan bar. Tubuhnya menyelinap diantara motor besar itu, menunduk dengan mata tertutupi oleh sebagian poninya. Penjaga pintu yang biasa berdiri di depan bar--untuk menyeleksi siapa saja yang diperbolehkan masuk--saat ini tengah tergeletak di tanah bermandikan darah. Elang bahkan menghabisi orang tak bersalah, entah untuk apa mereka melakukannya. Sparta melangkahi mayat itu, membuka kasar pintu kayu yang sudah rapuh hingga engselnya terlepas.

Suara tawa keras yang tadi sampai terdengar keluar, mendadak berhenti. Di dalam sana, terdapat puluhan manusia dengan jaket hitam berlambang Elang. Mereka sedang duduk melingkar memenuhi semua meja, menikmati alkohol dengan suka ria. Sparta datang seperti tamu pada hari-hari biasa, membuat suasana di sana seketika mendadak mencekam. Selain minuman keras dan obat-obatan yang ada di sana, terlihat juga sebuah kaki yang menggantung di langit-langit. Di lantai, tergeletak tubuh Tomi yang bermandikan darah.

Mata Sparta membulat, menatap familiar tubuh di lantai itu. "Mas Tomi," lirihnya.

Kaki Tomi yang sengaja diputus, berputar pada porosnya. Darah segar menetes ke lantai. Dari meja paling belakang, seseorang berdiri dan menyapanya dengan tepukan tangan. Sosok yang berdiri menyambutnya itu, juga tak kalah familiar. Manusia yang sejak lama Sparta kenal, bahkan sangat ingin ia temui.

"VICTOR!" teriaknya menggema ke seluruh bar.

"Yo, Sparta." Victor menyapa dengan senyum tak bersalah yang memuakkan. "Serang dia, tapi jangan sampai membunuhnya!"

UNRAVEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang