14

22.5K 1.8K 141
                                    

HAIIIIII semuanyaaa!!

Aku mencoba menulis di tengah-tengah jadwal kuliah aku yang mulai lagi. Selamat masuk di semester 2!

YUKKK pastiin kalian udah vote sebelum membaca cerita ini!

Selamat membaca, enjoy!

🎈🎈🎈

"Makan dulu,"

Havana sebisa mungkin menahan senyumnya menatap Agrio yang berada di hadapannya. Ia bahkan menganggurkan sepiring nasi goreng kesukaannya. Yang gadis itu lakukan sedari tadi hanyalah menatap Agrio dengan senyuman malu-malu membuat Agrio mendecak.

"Makan Havana,"

Havana menggeleng cepat. Ia memajukan tubuhnya mendekat pada Agrio yang sedang menyuap membuat lelaki itu langsung tersedak.

"Apasih?"

Havana terkekeh kecil lalu menggeleng. Ia memundurkan tubuhnya.

"Jadi... standar lo turun atau malah naik setelah suka sama gue?"

Havana tertawa keras saat menyadari perubahan warna dari rona wajah Agrio. Lelaki itu kini tampak menggemaskan karena wajahnya yang langsung memerah atas pertanyaan dari Havana.

"Ma-makan sana! Nanti keburu dingin,"

Havana tertawa lalu mengangguk. Ia menyuapkan nasi gorengnya ke mulutnya.

"Oh ya, gue udah bilang sama Bu Kar untuk selesain masa tutornya,"

Havana membulatkan matanya. Ia tidak terima atas keputusan Agrio yang tiba-tiba.

"Loh kok gitu sih?!"

Agrio mengangguk. "Lo pinter Havana. Apapun alasan dibalik keinginan lo untuk gak mau masuk kedokteran, jangan ngerubah diri lo sendiri. Apalagi sampai pura-pura jadi orang lain,"

Havana terdiam. Agrio melanjutkan ucapannya.

"Gue mau lo jadi diri lo. Apa adanya,"

Havana diam lalu mengangguk. "Tapi bukan berarti lo nge udahin sesi tutornya gitu aja kan?"

"Kenapa emang?"

Havana menghela napas lesu. "Agrio, kita beda kelas. Apa lagi kesempatan bisa ketemu kalau gak karena tutor?"

Agrio menahan senyumnya. Ia menjulurkan tangannya untuk mengacak-acak rambut Havana.

"Kan bisa jalan habis pulang sekolah,"

Havana mendengus. "Iya sih, tapi belajar bareng romantis loh!"

Agrio terkekeh. "Belajar bareng gak mesti tutor doang,"

Havana menghela napasnya. "Sekali kaku tetep aja kaku,"

"Jangan sampai gue bikin lo bucin ke gue Havana,"

Havana tertawa. "Untuk pertama kalinya dalam hidup gue, kenapa enggak?"

Agrio mendengus dan memilih melanjutkan makannya. Ia melirik pada Havana yang makan dengan semangat. Ia tersenyum. Gadis itu seperti biasa tidak pernah jaim, bahkan di hadapannya.

"Kalau gue gak punya wajah kayak gini, otak kayak gini, dan nama belakang Surendra, apa lo bakal tetep suka sama gue?"

Havana yang sedang hampir menyuap itu memberhentikan tangannya. Ia meletakkan kembali sendoknya.

"Kenapa enggak?"

Agrio diam menatap gadis itu. Havana mendecak.

"Semua yang lo sebutin itu cuma pendukung. Selebihnya ya karena diri lo itu diri lo, bukan orang lain,"

AGRIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang