40

19.1K 1.6K 357
                                    

HALOO selamat datang kembali!

Gak kerasa udah bab 40 aja nih, masih sabar kan nunggu akhir ceritanya?

YUKKK vote dulu sebelum membaca cerita ini!

Selamat membaca, enjoooyyyy!!!

🎈🎈🎈

Agrio mengusap pipi Havana yang semakin tirus. Gadis itu tersenyum memeluk boneka jerapah yang baru saja Agrio berikan padanya.

"Kenapa jerapah? Langka banget kamu,"

Agrio terkekeh. Ia menatap boneka jerapah kecil itu.

"Jerapah itu lehernya panjang. Dibanding lihat ke bawah, dia lebih gampang lihat yang di atas. Aku mau kamu juga kayak gitu,"

"Aneh banget perumpamaan kamu," balas Havana dengan kening berkerut.

"Kalau lihat ke atas terus nanti sombong Gri,"

Agrio menggeleng. "Justru kalau kamu lihat ke atas malah kamu menyadari masih banyak yang ada di atas kamu,"

Havana cemberut namun mengangguk mengiyakan. Akan selalu susah berdebat dengan otak pintar Agrio.

Agrio menatap serius pada Havana. "Agria dapat pendonor,"

Agrio menelisik wajah Havana yang menampilkan wajah terkejutnya. Agrio tidak tahu, apakah Havana benar-benar terkejut... atau hanya pura-pura terkejut.

"Oh ya? Bagus dong!"

Agrio menarik napasnya. "Havana, bukan kamu kan?"

Havana terdiam. Ia kemudian menggeleng pelan. "Bukan Gri," lirihnya.

"Havana, aku gak mau kamu bohongin,"

Havana tersenyum kecil. Ia mengusap bahu Agrio. "Aku beneran seneng Agria dapat pendonor lebih dulu daripada aku, tandanya Tuhan sayang banget sama dia,"

Agrio menatap Havana. Ia terdiam dan menatap wajah gadis itu. Havana menelisik mata Agrio yang masih ragu padanya.

"Agrio, aku serius. Bukan aku,"

Agrio menunduk. Lelaki itu menghembuskan napasnya kasar.

"Havana, aku gak tau kamu bohong atau-"

"Liat aku! Apa aku keliatan bohong?" Havana menangkup wajah Agrio agar lelaki itu menatapnya.

Havana menatap Agrio dengan yakin. "Aku berani sumpah kalau bukan aku Gri,"

Pintu ruangan diketuk membuat Havana melepas tangannya dan menoleh pada pintu yang kini sedikit terbuka. Ia menatap bingung pada lelaki berjas hitam yang kini menunduk hormat. Sedangkan Agrio langsung berdiri. Wajah pias pengawalnya membuat Agrio langsung siaga, takut akan berita yang dapat menyakiti hatinya.

"Tu-tuan, Nona Agria sepertinya sedang butuh anda,"

🎈🎈🎈

Agrio berlari menuju ruang jenazah. Ia memelankan langkahnya melihat Agria yang terduduk dengan selang infus yang masih menyambung dengan tangan gadis itu. Agria menangis, Agrio dapat merasakan kembarannya itu menangis.

Agrio berlari mendekati Agria. "Ia," panggilnya.

Agria mendongak dan langsung memeluk Agrio. Agrio membalas pelukan itu. Ia menatap pengawalnya yang hanya menggeleng dan menunduk. Agrio meringis mendengar suara tangis Agria yang begitu pilu. Mengingatkan dirinya pada suara tangis Omanya ketika kehilangan Opa.

Agria melepas pelukannya. Gadis itu membuka sebuah amplop. Ia menadahkan kertas itu, menunjukkannya dengan kasar pada Agrio.

"Maksudnya apa Gri?!"

AGRIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang