HALOOO SELAMAT DATANG DI BAB BARU AGRIO!
btw selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya!!
YUKKK divote dulu sebelum membaca cerita ini!
Selamat membaca, enjoy!
🎈🎈🎈
"Nah akhirnya si manusia ini sekolah,"
Agrio mendengus mendengar ucapan Awan. Ia meletakkan tasnya di meja dan duduk di bangkunya. Agrio langsung memejamkan matanya. Sejujurnya ia sedikit lelah. Setelah seharian kemarin ia menemani Havana dan malamnya ia menemani Agria, pagi ini ia sudah harus berangkat ke sekolah akibat perintah Havana.
"Tumben lo sekolah Gri," ucap Fawwaz.
Agrio mengangguk. Tanpa membuka matanya ia berucap, "Disuruh ibu negara,"
Gavriel terkekeh. "Ibu negara yang mana nih?"
Kunto menoyor kening Gavriel. "Masa gitu aja gak ngerti,"
Gavriel mendengus. Ia melirik pada Agrio yang masih memejamkan matanya. Lelaki itu tampak kelelahan.
"Masih belum nemu pendonor Gri?" tanya Fawwaz.
Agrio mengangguk. Matanya yang awalnya terpejam kini terbuka dengan sempurna. Agrio menunduk lalu menarik napasnya pelan.
"Nyari donor paru-paru susah banget," keluh Agrio.
Agrio menggeleng pelan. "Gak, nyari pendonor organ penting kayak gitu susah banget. Agria beruntung dapet pendonor,"
"Gue denger yang donorin itu orang yang Agria suka?"
Agrio melirik Fawwaz lalu mengangguk pelan. "Kondisi fisik Agria membaik, tapi mentalnya enggak,"
"Kepala gue mau pecah rasanya mikirin Agria sama Havana. Kenapa mereka harus sakit di waktu yang sama?"
🎈🎈🎈
Agrio berjalan menuju toilet sendirian. Sebenarnya yang ia butuhkan hanyalah mencuci wajahnya saja. Ia cukup mengantuk dan jam pulang masih sekitar satu jam lagi. Agrio berjalan di lorong yang sepi. Tangannya ia masukkan di kedua saku celananya. Pandangannya lurus ke depan.
Saat berbelok menuju toilet, ia terkejut saat dirinya bertabrakan dengan seorang perempuan. Refleknya langsung menahan pinggang perempuan itu.
Mata Agrio menatap mata perempuan yang memejamkan matanya kuat takut terjatuh.
"Lo gak apa-apa?"
Secara perlahan mata itu terbuka. Agrio menatapnya dan berdeham pelan membuat perempuan itu reflek melepaskan dirinya dari Agrio.
"Maaf banget Gri. Makasih udah nahan gue,"
Agrio mengangguk. Ia mengenal perempuan di hadapannya. Salah satu sahabat Havana, Liza.
"Lain kali hati-hati,"
Setelah mengucapkan itu, Agrio bergeser dan bersiap untuk pergi namun Liza menahan tangannya.
"Gue mau nanya... keadaan Havana gimana?"
Agrio mengerutkan keningnya. "Kenapa gak jenguk sendiri?"
Liza menggeleng pelan. "Tadinya mau kemarin. Tapi gue belum sempet,"
Agrio mengangguk kecil. "Lo harus liat sendiri," balas lelaki itu seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...