HAIIIIII selamat datang lagi di cerita AGRIO!!
Happy Chinese New Year!!
YUK pastiin kalian udah vote sebelum membaca cerita ini!
Selamat membaca, enjoy!
🎈🎈🎈
Agrio menoleh saat merasakan kursi di sampingnya diduduki oleh seseorang. Saat ini Agrio sedang berada di kantin sendirian untuk sarapan. Ia tidak sempat sarapan di rumah. Bukan tidak sempat, tetapi hanya malas sarapan di rumah sendirian karena Mami, Papi, serta Akarez masih berada di Bandung. Mungkin Agria juga.
"Tumben pagi-pagi udah keliatan di kantin,"
Agrio mendecak malas lalu melanjutkan makannya. Agrio melotot saat dengan santainya Havana menggerakkan tangannya supaya suapan itu beralih ke mulut gadis itu dan memakan nasi uduknya dengan santai.
Gadis itu bahkan mengunyah dan setelah itu tersenyum senang pada Agrio yang masih syok menatap gadis itu.
"Lo!"
Havana mengangkat sebelah alisnya. Ia menarik air mineral milik Agrio yang belum tersentuh. Membukanya lalu meminumnya terang-terangan di hadapan Agrio membuat lelaki itu mendecak kesal.
Agrio mendorong piring yang berisi setengah nasi uduk dan telur balado itu ke hadapan Havana.
"Nih makan sekalian,"
Agrio berdiri. Hampir saja meninggalkan Havana namun gadis itu menahan tangannya.
"Mau kemana?"
Agrio mengangkat alisnya sembari menatap tangannya yang ditahan. Menyadari itu, Havana malah tidak melepas tangan Agrio. Justru mengeratkannya.
"Kelas,"
"Makanan lo?"
Agrio mendecak. Menepis tangan Havana dengan kasar sampai gadis itu meringis.
"Lo pikir gue mau makan bekasan orang?"
Seusai mengatakan itu, Agrio pergi meninggalkan Havana.
"DASAR MULUT LO PEDES KAYAK CABE!"
Agrio tidak lagi membalikkan badannya meski ia tahu pekikan Havana diperuntukkan untuk dirinya. Agrio berjalan santai menuju kelasnya.
"Agrio,"
Agrio menoleh. Ia langsung tersenyum mendapati Bu Kar berdiri di hadapannya.
"Nanti pulang sekolah, kamu ke ruangan saya ya. Ada yang ingin saya sampaikan,"
Agrio mengangguk dan tersenyum. Ia masih memasang senyumnya sampai Bu Kar pergi dari hadapannya. Agrio menghela napasnya. Ia mengecek ponselnya untuk melihat tanggal. Ia membandingkan tanggal sekarang dengan tanggal olimpiadenya.
"Empat hari lagi,"
🎈🎈🎈
"Sebelumnya Ibu mau tanya. Sudah seberapa jauh persiapan kamu untuk olimpiade nanti?"
Agrio menyenderkan tubuhnya. Ia menunduk.
"Mungkin sembilan puluh persen,"
Bu Karwita mengangguk dan tersenyum. "Ibu gak perlu raguin kamu. Kamu pasti bisa bawa piala lagi untuk sekolah kita,"
Agrio tersenyum sopan sebagai balasan. Agrio mengerutkan keningnya saat disodori sebuah brosur oleh Bu Karwita.
"Ini apa Bu?" tanya Agrio tak mengerti.
"Agrio, kamu tahu kan kalau kamu satu-satunya harapan sekolah kita yang paling berpotensi di setiap lomba akademik?"
Agrio terdiam. Memilih tidak menjawab. Tangannya mengambil brosur itu dan melihat nama universitas ternama. Columbia University.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...